Sebuah mobil Lamborghini Aventandor milik Tommy, membelah jalanan kota New York di pagi hari, menuju landasan pribadi milik Keluarga Johnson.
Tommy dan Jenny sepakat akan berangkat lebih pagi, mengingat waktu yang dibutuhkan tidak sebentar.
Jenny terlihat elegan dengan setelan kemeja yang terbalut blazer, dipadukan celana bahan senada warna peach dan sepatu hak warna hitam, setinggi 7 senti.
Sedangkan Tommy, sangat tampan dengan setelan jas formal dengan warna hitam, dipadukan dengan dasi bergaris miring dan sepatu pantofel hitam.
Pasangan pengantin baru itu, saling melemparkan senyuman ketika tatapan mereka bertemu.
Sesampainya di landasan pribadi milik Keluarga Johnson, Tommy keluar lebih dulu, dan berlari dengan cepat, memutari mobil. Bergerak membukakan pintu untuk istrinya.
Jenny mengulurkan tangan dengan seulas senyum yang tersungging di bibirnya.
“Thank you,” ucap Jenny setelah menerima kecupan bibir dari suaminya.
“Ayo, buka mulutnya,” titah Tommy dengan lembut.Bibir Jenny yang awalnya merengut, kini mulai membuka. Menerima tawaran suaminya.Beberapa menit yang lalu, saat mereka akan melakukan hal yang lebih intim, tiba-tiba saja perut Jenny bergemuruh.Suasana yang semula panas dan bergairah, menjadi hal yang paling memalukan seumur hidup Jenny.Memang Tommy tidak menertawakannya. Namun, tetap saja, insiden itu menjadi hal yang membuatnya malu.“Bagaimana?”“Cukup enak. Tetapi, masih enak masakanmu di apartemen waktu itu,” jawabnya jujur.“Kamu menyukainya?” tanya Tommy tak percaya.“Hm, aku menyukainya,” jawabnya.“Baiklah, Nyonya Fernandez. Aku akan lebih sering menyiapkan makan malam untuk kita, sepulang dari bulan madu ini,” janji Tommy dengan sungguh-sungguh.Jenny tersenyum dan memajukan wajahnya. “Aku akan menunggu, Tuan Fernandez.”
“Panas sekali,” gumam Tommy saat telapak tangannya menyentuh dahi Jenny yang sedang menggigil. Dengan gerakan cepat, Tommy beranjak mencari kotak P3K yang ada di dalam kamarnya. Pria itu mengambil termometer dan segera mengecek suhu tubuh Jenny. Angka pada termometer, yang menunjukkan angka tiga puluh sembilan koma tujuh derajat, cukup membuatnya panik. Apalagi Jenny terus menggigil dengan wajah yang memucat. “Astaga!” pekik Tommy di tengah kepanikannya. Tommy segera menyambar telepon di nakas dan menghubungi pihak hotel untuk mencarikan seorang dokter. Lima belas menit kemudian, sang pelayan hotel datang bersama dokter muda yang berjenis kelamin laki-laki. Tommy menunjukkan wajah tak ramah kepada sang pelayan karena dokter yang diminta tidak sesuai keinginannya. Namun, segera ia enyahkan. Mengingat ada hal yang lebih penting dari itu. Rupanya Tommy tak rela jika yang memeriksa istrinya adalah laki-laki. “Bagaim
Jenny bingung mengungkapkan perasaannya saat ini. Perlakuan pria yang berstatus menjadi suaminya itu sangat menjaga dan melayaninya sepenuh hati.“Tommy, ini berlebihan,” desis Jenny berulang kali.Akan tetapi, pria itu seperti tuli. Tak mengindahkan protes sang istri yang sejak tadi menolak pelayanannya.“Tommy,”CupCupCup“Nikmati saja, Honey. Tidak perlu banyak membantah,” jawab Tommy lembut.Lihatlah! Pria yang biasa dipuja banyak wanita di luar sana, menjadi bucin dan posesif kepada Jenny.‘Bagaimana bisa?’Itulah pertanyaan yang memenuhi otak Jenny. Bahkan, ia harus menahan semua kesiap karena terlalu terkejut dengan apa yang ia dapatkan selama ini.“Finish,” gumam Tommy perlahan. “Sebaiknya kamu beristirahat, Honey. Kita akan jalan-jalan ke tempat lain jika esok hari kamu sudah merasa lebih baik.”“Be-Benarkah? Kam
Semenjak bertemu dengan Clarissa, perasaan Tommy bagai terombang-ambing di pinggir jurang.Benar kata Alexander, Tommy belum sepenuhnya bisa melepaskan wanita yang menjadi kekasihnya selama empat tahun itu. Padahal, wanita itu yang lebih dulu menghianatinya dengan pria lain.Tommy menunduk, melihat pada wanita yang sudah berstatus sebagai istrinya, memeluk erat padanya. Kebimbangan itu perlahan pudar. Tergantikan ekspresi penuh cinta.‘Jangan mengingat masa lalu, Tommy!’‘Ingatlah! Saat ini ada wanita yang memasrahkan seluruh hidupnya hanya untuk bersamamu.’‘Kamu pun sudah berjanji di hadapan Tuhan bahwa akan membahagiakannya sepenuh hati.’‘Jangan bertindak bodoh dengan mengingat wanita itu!’Hati kecil Tommy mengingatkan pria itu untuk tak lagi melakukan hal-hal yang memicu pertengkaran dengan sang istri. Apalagi mereka baru saja menikah.“Maafkan aku, Honey. Ternya
“Dasar pria brengsek! Aku membencimu Tommy!” teriak Jenny dengan kencang. Kedua kakinya lemas, jatuh di atas pasir pantai.Jenny meluapkan semua emosi yang bercokol di hatinya. Meneriakkan umpatan kasar yang jelas ditujukan untuk Tommy.‘Bagaimana bisa pria itu memeluk wanita lain yang jelas-jelas masih menginginkannya?‘‘Apa dia lupa jika dirinya sudah menikah?’‘Bagaimana jika posisi itu dibalik?’Jenny meratapi bagaimana keadaannya yang mengenaskan. Pernikahan yang baru berjalan beberapa hari sudah dihantam oleh kehadiran seseorang di masa lalu suaminya.“Kenapa kamu melakukannya padaku, Tommy? Kenapa?”Tangisan yang menyayat pilu menjadi irama pengantar air laut yang sedang pasang. Riak-riak gelombang air yang datang dan pergi mengisyaratkan luka yang begitu menyakitkan.Alih-alih menyakiti diri, Jenny bertekad akan mengakhiri semuanya. Wanita itu mencoba ber
Layaknya pria sejati yang selalu menepati ucapannya, Tommy menerima semua ketentuan yang telah Jenny terapkan. Meskipun dengan bibir yang menekuk. Kecewa.Tidak boleh menciumnya sembarangan.Menjaga jarak.Dan tidak boleh melarangnya melakukan hal apa pun yang wanita itu suka.Adalah tiga dari sepuluh ketentuan yang cukup membuat kepala Tommy menjadi pening.‘Astaga, Tuhan. Apa tidak ada ujian selain ini?’Hati Tommy meronta layaknya remaja tujuh belas tahun yang baru mengenal cinta. Padahal, jika dilihat dari jam terbangnya sebagai pria penggila ONS, hal seperti ini harusnya tak perlu membuatnya pusing.Apalagi saat kedua matanya menangkap bagaimana para pria dengan tatapan liar, menatap tanpa kedip ke arah Jenny.Rasa-rasanya kedua tangan Tommy terasa gatal hanya untuk mencongkel mata-mata liar itu.‘Kuatkan aku, Tuhan.’Kalimat pendek itu seperti mantra bagi Tommy untuk meredakan g
Bukan hal yang mengejutkan jika Maria Johnson menanyakan perihal kepulangan bulan madu yang mendadak kepada putrinya. Wanita paruh baya itu terlalu peka dengan apa yang terjadi di sekitar.“Jadi .... apa yang membuat kalian pulang mendadak?”Satu pertanyaan dari Maria yang telah Jenny tunggu akhirnya muncul juga.Jenny sendiri sudah menduga jika hal itu akan terjadi, sehingga ia sudah menyiapkan jawaban itu sejak berada di unit. Tentu saja semua itu sudah ia bicarakan dengan Tommy.“Ada sesuatu yang membuat Jenny tak nyaman, Mom. Jadi ... kami memutuskan untuk pulang lebih awal.”Jenny menghembuskan napasnya, lega. Seolah ada beban yang sudah terangkat dari pundaknya.“Kami ... atau kamu?” selidik Maria.“Ehm, lebih tepatnya Jenny, Mom,” jawabnya melirih.Mendengar itu, Maria menghembuskan napasnya.“Kamu sudah dewasa, Jenny. Kamu harus ingat posisi kamu sebagai seora
Warning 21+Dalam sekejap pipi Jenny memanas. Rona merah muda itu berganti menjadi warna merah yang lain. Tersipu mendengar ungkapan lugas sang suami.“Aku menginginkanmu, Honey,” ucapnya lagi. “Sekarang dan selamanya. Hanya kamu yang aku inginkan.”Pernyataan itu ditutup dengan sebuah ciuman lembut yang selanjutnya jatuh di bibir Jenny.Kedua bibir itu menempel. Meresapi satu kehangatan yang lumrah dirasakan oleh sepasang pengantin baru.Dan selanjutnya, Tommy berinisiatif bergerak lebih dulu untuk memulai pergerakan bibirnya. Melumat, mencecap, dan menghisap kedua belah bibir Jenny yang terasa lembut, dengan rasa manis buah-buahan di dalamnya.Rasa yang membuat Tommy menjadi candu dan menginginkan lebih. Rasa yang membuat pria itu menjadi semakin cinta, atau lebih tepatnya tergila-gila kepada istrinya.Ya, siapa yang bisa menolak pesona dan keindahan yang ditawarkan oleh seorang istri secantik J