“Sudah cukup untuk hari ini.”
Tangan besar pria paruh baya itu menghentikan gerakan luwes seorang wanita yang sibuk dengan tanaman di halaman samping kamar mereka.
“Tapi Gerald –“
Pria itu menggeleng dengan tatapan tegas. “Cukup Lucia. Kau harus beristirahat.”
Wanita itu menghela napas dan berat hati mengangguk. Padahal ia masih ingin berada di sana untuk menenangkan diri.
“Ayo, aku akan menemanimu beristirahat.” Tanpa menanti jawaban wanitanya, Gerald meraih tubuh ringkih itu ke dalam gendongannya. Sedangkan sang wanita hanya diam dan melempar dua sarung tangan ke sembarang arah, sebelum mengalungkan tangannya ke leher pria itu.
Ia tidak bisa membantah ketika pria dengan rahang mengeras itu membawanya masuk ke dalam rumah, menuju kamar mereka. Termasuk saat pria itu membaringkannya di atas ranjang dan mendekapnya erat.
Perlahan ia memejamkan mata dan mengambil posisi nyaman
Dalam sekejap wanita paruh baya itu bangkit. Jantungnya memacu lebih cepat dengan napas yang memburu. Ia menoleh pada pria yang sedetik kemudian menarik tubuhnya ke dalam dekapan hangat pria itu.“Tenanglah, Honey. Ada aku di sini,” bisik pria itu penuh kelembutan. Ia mengecup ubun-ubun wanitanya dan memberikan sentuhan halus di punggungnya.Wanita itu mengerjap. Masih meraba-raba apa yang terjadi haru saja. Ia kembali memejamkan mata saat merasakan detakan jantung pria yang mendekapnya saat ini. Sangat cepat dan tak beraturan.Ia kembali membuka mata dan mendapati kenyataan yang berbeda. Tidak ada sosok gadis yang baru saja ia temui. Bahkan tak ada orang lain selain dirinya dan pria yang mendekap erat tubuhnya—yang menenangkannya.Setetes air mata mengalir dari kedua matanya. Berbisik lirih, memanggil nama putri kesayangannya.“Becca.”Satu kesiap lolos dari bibir sang pria. Kemudian ia mengeraskan rahang karen
“Tidak. Ini tidak boleh terjadi.”“Tidak, Becca. Mama tidak bisa.”“TIDAK!”Lucia terbangun dari mimpi yang sama. Jantungnya terpacu dengan napas yang memburu. Ia mengedarkan sekeliling, tak menemukan siapa pun di dalam kamarnya.“Gerald.”Tak ada yang menjawab. Cukup menjadi bukti bahwa ia sendirian di dalam kamar. Lucia pun turun dari tempat tidur, bermaksud mencari keberadaan pria itu. Namun, begitu terkejut dirinya ketika mendapati dua orang pelayan yang berdiri di balik pintu.“Astaga, Tuhan,” pekik Lucia sambil mengusap dadanya.Dua pelayan itu membungkukkan badan dan meminta maaf.“Kalian siapa?” tanya Lucia dengan dahi yang mengernyit.“Kami pelayan baru yang akan melayani Nyonya di rumah ini sesuai perintah Tuan Besar,” jawab salah satu pelayan itu.“Melayani?” Lucia mendadak bingung karena ini sangat aneh. Kar
Hati Gabriel menghangat. Seumur hidupnya belum pernah ia sebahagia ini. Kehidupan yang ia jalani selama sepuluh tahun terakhir ini pun terasa datar. Namun, semua bisa berubah hanya dalam beberapa jam saja.Lelaki itu tahu, bahwa setelah ia menjatuhkan pilihan pada seorang wanita, maka ia akan selamanya terikat. Dan sudah menjadi tujuan hidupnya, jika ia hanya akan mencintai dan menikahi satu wanita yang bisa merobohkan dinding pelindung di hatinya.Itu semua karena adanya masa lalu dari kedua orang tuanya yang menjadikan ia lebih melindungi diri. Ia tidak mau jatuh ke jurang yang sama. Mendapat pengkhianatan dan akhirnya ditinggalkan.Gabriel selalu mengingat semua itu dalam benaknya. Dan karenanya juga, ia tak memedulikan siapa pun wanita yang mengejarnya. Yang secara terang-terangan atau sekadar menjadi pemuja rahasia.Dan ketika ia menemukan sosok cantik yang menyembunyikan semua keindahan yang dimiliki, hatinya tertarik untuk mengetahui lebih dalam.
Pria yang tak lain Alexander Johnson itu terdiam beberapa detik. Raut terkejut tak mampu lagi ia sembunyikan.Cuti tiga hari? Bahkan untuk satu hari pun rasanya sangat tidak masuk akal jika tidak bertepatan dengan hari Minggu.Ia tahu, selama ini putra sulungnya itu tak akan mengambil cuti jika bukan karena permintaan Adelia dan Maria—kedua wanita yang memiliki kuasa penuh di Keluarga Besar Johnson.Tapi? Apakah cuti kali ini ada kaitannya dengan dua wanita itu lagi? Kalaupun iya, mengapa ia tidak tahu? Mengingat dirinya tak pergi ke mana pun selama beberapa bulan terakhir ini.Mengembuskan napasnya kasar, Alexander kembali menatap asisten putranya. “Kau yakin ... Gabriel tidak mengatakan sesuatu tentang ke mana dia pergi selama tiga hari?”Pertanyaan yang sama itu pun kembali mendapatkan jawaban yang sama pula. Yaitu sebuah kata ‘tidak’ dan diperkuat dengan isyarat menggelengkan kepala. Karena sebanyak apa pun pertany
Kemarahan Maria adalah hal yang paling tidak disukai Alexander. Untuk itu, sebisa mungkin ia selalu berusaha menghindari perdebatan dengan Maria. Meskipun pada satu atau dua keadaan lain, hal itu tak bisa dihindari.Seperti saat ini.Lagi, gara-gara ia ikut campur pada pilihan calon pendamping Gabriel, ia harus mendapat kemarahan wanita berusia senja itu.Jika kemarin, Maria masih berkata lembut, tapi tidak untuk kali ini. Wanita yang telah melahirkannya ke dunia itu marah besar. Mengorek semua kesalahannya demi membuat ia tak bisa berkata-kata.Sial!“Felix,” lirih Adelia yang masih setia merangkul lengan Alexander.Tatapan Alexander melembut ke arah istrinya. “Aku baik-baik saja, Baby. Ini bukan pertama kali Mommy marah besar, bukan?”Adelia mengangguk. Tetapi, tetap saja ada sesuatu yang tak mengenakkan.“Tapi Felix ... apa tidak sebaiknya kau membiarkan Gabriel bersama gadis itu? Toh kita bisa
Angin malam berembus tanpa permisi, masuk melalui celah jendela yang tak tertutup dengan benar. Di atas tempat tidur, pasangan pengantin baru seolah tak terganggu karenanya. Mereka saling mendekap erat satu sama lain setelah pergulatan panas yang menyita tenaga.Usia yang tak lagi muda, tak menyurutkan gairah mereka dari percintaan di atas ranjang. Semua mengalir begitu saja. Saling menyambut dan memberi kenikmatan. Dan sebagai akibatnya, kelelahan memberikan pengaruh besar, mengingat sang pengantin wanita tidak berada dalam keadaan bugar.Beberapa saat waktu bergulir, Gerald menjadi pihak yang membuka matanya. Seketika ia menunduk, melihat pada wanita yang masih terlelap di dalam dekapannya.“Aku mencintaimu, Lucia. Sangat mencintaimu,” gumam pria itu setelah memberikan kecupan di puncak kepala sang istri berulang kali.Istri?Ya, mereka telah resmi mengucap janji pernikahan siang tadi di salah satu katedral, di New York.Pria e
Sepasang mata mengintai di balik celah sempit salah satu pintu ruang privat di mana dua manusia berbeda jenis kelamin masuk ke dalam. Tepatnya ia mengikuti pergerakan mereka sejak masuk ke dalam kelab beberapa saat yang lalu.Tak sedetik pun matanya berkedip mengamati bagaimana interaksi mereka di luar dan dalam ruangan. Oh, ini sungguh menyebalkan.“Apakah malam ini aku harus menyaksikan duel mereka lagi?” gumamnya pelan di balik pintu itu.Terdengar percakapan samar yang tertangkap oleh telinganya. Ia mendengar meski tak begitu jelas. Hingga pada ketika wanita di dalam sana beranjak untuk ke toilet, ia segera menyusun pergerakan.‘Waktunya beraksi.’Memastikan penampilannya sebelum masuk ke sana, ia harus bisa menjalankan misinya kali dengan mulus. Bagaimanapun juga ia tak ingin lagi menyaksikan pergulatan dua manusia yang semakin menggila itu.Ia mendorong pintu itu dan menyunggingkan senyuman manisnya. “Tuan
Setiap pasangan pengantin baru, waktu bersama setelah menikah adalah surga yang terindah bagi mereka. Selain bisa menyalurkan gairah percintaan, saling berdekatan adalah menjadi hal yang membuat perasaan di dalam hati menjadi terpaut.Waktu selalu menjadi pembatas bagi mereka mengeluarkan semua fantasi liar percintaan. Apalagi jika hanya berlangsung selama tiga hari saja. Bukankah itu menyesakkan?Maka tak heran bila ada seorang lelaki yang kesal karena belum puas menikmati kebersamaan dengan istrinya. Mengingat masih banyak gaya yang belum mereka coba.“Serius, Gabriel! Kau akan merajuk seperti ini?” tanya Becca dengan mata yang membulat. Ia sangat terkejut melihat tingkah kekanakan Gabriel. Pria yang sudah resmi menjadi suaminya.Ah, bolehkah ia tertawa? Karena jujur saja, wajah Gabriel saat ini tampak menggemaskan dan sangat menggelikan.Alih-alih langsung menjawab, Gabriel yang sudah memakai setelan jasnya membalikkan