Olivia begitu terkejut saat mendengar suara Nolan dan serangannya. Untungnya dia secara refleks berhasil menghindar dari serangan pria itu. “Apa kamu tidak waras? Ini aku!” ujar Olivia pada Nolan yang sedang menatapnya dengan tajam.“Aku tidak peduli denganmu!”Olivia langsung bergerak dengan cepat untuk menghindari setiap serangan Nolan. Dia terpaksa mengeluarkan kemampuan seni bela dirinya. Yang selama ini disembunyikan olehnya. Dia tidak tahu mengapa Nolan bisa kehilangan kontrol seperti itu. Bahkan sampai tidak mengenali dirinya. Dan terus saja menyerangnya. Dia sudah mulai terpojok dan tidak bisa terus menghindarinya.“Nolan Raymond, sadarlah!” pekik Olivia.Olivia pun akhirnya mulai menyerang balik pria itu. Namun, dia kewalahan sebab pria itu benar-benar tangguh. Dia tidak tahu apakah Nolan akan bisa tersadar dan mengingatnya atau tidak.“Hanya segini kemampuanmu?” Olivia berkata pada Nolan. Sebab dia berhasil memukul mundur Nolan.Pria itu semakin geram dan kembali m
“Otakku sudah tenang. Sebaiknya kamu bersihkan tubuhmu setelah tadi berkeringat!” ucap Olivia sembari mendorong lembut tubuh Nolan. Nolan menarik kepala Olivia yang sudah melepaskan ciumannya. Dia kembali menciumnya dengan rakus. Dia melumat Olivia yang lembut. Setelah itu dia menyesap bibir atasnya lalu menyapunya dengan lidahnya. Membuat Olivia mengerang. Sentuhan lidahnya membuat sekujur tubuh Olivia merinding. Bahkan sebelum Nolan menyentuh area sensitif milik Olivia.“Temani aku mandi,” ucap Nolan pada Olivia. Setelah dia melepaskan ciumannya. Dan dia pun mulai melepaskan pakaiannya.Olivia tersenyum dan dia tahu jika dirinya tidak bisa lepas dari Nolan kali ini. Dia menekan sebuah botol dan sabun cair pun sudah ada di telapak tangannya. Dia mengusapkan sabun cair itu ke setiap inci tubuh Nolan. Dia mengusap leher, dada, lalu berbelok ke perut dan akhirnya ke paha Nolan. Tangannya kembali mengusap dada Nolan dan dia memainkan bulatan kecil berwarna cokelat di dada Nolan.
"Aku tidak tahu apakah itu akan hilang atau tidak,” jawab Nolan. “Apakah ayahku juga salah satu penyebab munculnya sisi gelapmu?” Olivia menatap Nolan yang tidak menjawab pertanyaannya secara langsung. Sepertinya sedang memikirkan jawaban yang akan diberikan kepadanya. Entah mengapa dia merasa jika ayahnya juga turut andil dalam hal itu. “Katakan saja jika benar. Aku tahu jika ayahku pasti melakukan kesalahan saat menikah dengan wanita itu,” Olivia kembali berkata pada Nolan. “Dia sama sekali tidak ada kaitannya.” “Sungguh? Apakah kamu tidak membohongiku?” Sebelum Nolan menjawab pertanyaan Olivia. Seseorang mengetuk pintu kamarnya. Nolan pun beranjak dan dia berjalan mendekat ke arah pintu dan membukanya. Dia melihat seorang pelayan dengan membawa meja dorong berisikan camilan yang sudah dipesannya. “Letakan semuanya di atas meja!” perintah Nolan pada sang pelayan sembari membuka pintu kamarnya lebar-lebar. Sang pelayan mengangguk lalu dia berjalan masuk ke dalam kamar. Dia
“Kamu pasti mengenalnya,” jawab Adel sembari menatap Olivia yang merasa penasaran dengan orang yang bisa membuat Dean diam. “Apa orang itu adalah, Miranda?” “Bukan. Dia adalah Angel yang pernah menjadi sahabatmu.” “Apa? Bagaimana mungkin? Bukankah Angel begitu membenci Dean. Dan aku pun merasa jika Dean hanya ingin bertanggung jawab saja dan sudah pasti Miranda yang menyuruhnya untuk menikah dengan Angel.” Olivia kembali fokus dengan Adel yang menjelaskan mengapa Angel bisa membuat Dean diam. Serta tidak ikut campur dengan rencana yang dibuat untuk memberikan pelajaran pada Paula. Dia merasa tidak habis pikir dengan pria itu yang bisa dengan mudah membiarkan adiknya menjadi jahat. Serta tidak memberitahukan pada adiknya itu jika mendapatkan sesuatu harus dengan jalan yang tidak merugikan banyak orang. “Aku yakin jika ada kaitannya dengan Miranda maka pria itu akan mengorbankan nyawanya,” ujar Olivia. Setelah dia mendengar penjelasan dari Adel. “Aku juga sedang menelisik apa ya
“Yang mati itu adalah kamu,” ucap Olivia sembari tersenyum. “Sudah mau mati. Kamu masih bisa sombong.” “Lihatlah ke belakangmu!” Olivia kembali tersenyum miring kepada pria itu. Sebab pria itu sama sekali tidak percaya dengan perkataannya. Akhirnya pria itu pun membalikkan tubuhnya secara perlahan. Terlihat Nolan dan Ian sudah berdiri dengan penuh percaya diri. Serta ada aura kemarahan dari mereka berdua. Pria itu hendak menyerang mereka berdua tetapi Ian dengan cepat melayangkan tendangannya. Sehingga pria itu terjatuh di tanah. “Kamu sangat berani masuk ke rumah ini. Siapa yang sudah menyuruhmu?!” tanya Nolan dengan nada dingin dan menekan. “Kamu tidak perlu tahu.” Pria itu pun kembali berdiri. Dia sama sekali tidak menyerah dan berniat untuk menyerang dua orang pria yang ada di depannya. Dia pun menyerang Ian yang tadi sudah menendangnya hingga terjatuh. Ian tersenyum kecut. Dia menerima setiap serangan dari pria itu. Dia sama sekali tidak merasa kesulitan melawannya. Dia
Tiga hari berlalu setelah kejadian penyerangan itu. Olivia saat ini ada di ruang kerjanya. Dia mulai merapikan semua hal yang sudah dikacaukan oleh Paula. Dia juga sudah memulai rencananya untuk memberikan pelajaran pada wanita itu. “Masuk!” perintah Olivia pada orang yang mengetuk pintu ruang kerjanya. Dia melihat ke arah pintu yang sekarang terbuka. Dia melihat Adel yang masuk dengan beberapa dokumen di tangannya. Wanita itu mendekat dan langsung memberikan dokumen yang ada di tangannya pada Olivia. “Apakah semua ini sudah selesai?” tanya Olivia pada Adel. “Masalah perusahaanmu sudah berhasil diatasi. Dan sekarang kamu sudah bisa bernapas lega.” “Apa, Nolan ada di balik semua ini? Sehingga semuanya bisa selesai dengan begitu cepat?” Olivia menatap ke arah Adel. Dia ingin tahu apakah semua yang ada di dalam pikirannya benar atau tidak. Dia pun melihat Adel mengangguk yang artinya jika Nolan sudah membantunya dalam menyelesaikan masalah perusahaannya. “Dia keras kepala. Pad
"Ayah, tidak melakukan apa-apa padanya. Namun, Ayah masih tidak setuju kamu dengannya. Ayah harap kamu bisa menuruti apa yang Ayah inginkan,” Sang ayah berkata pada putrinya. “Aku masih saja menyembunyikannya dariku. Tidak mengapa. Aku tidak akan memaksa Ayah untuk mengatakannya. Maka aku juga akan terus bersama dengannya,” Olivia berkata pada ayahnya. Olivia juga kembali mengingatkan sang ayah jika yang sudah membantunya untuk menyelesaikan masalah perusahaan adalah Nolan. Dia berharap jika sang ayah tidak terus memaksanya untuk menjauh dari pria itu. Dia melihat sang ayah hanya diam sembari mendengarkan apa yang sudah dikatakan olehnya. Namun, dia tidak melihat ekspresi kecewa atau merasa senang karena perusahaan sudah berhasil diselamatkan. “Ayah pikir kamu bisa menyelesaikan masalah perusahaan tanpa bantuan dari pria itu. Namun, Ayah salah.” “Jujur saja padaku! Mengapa Ayah begitu membencinya? Seharunya Ayahlah yang merasa bersalah padanya. Lalu meminta maaf padanya karena s
Olivia sudah ada di rumah sakit. Nolan pun langsung menuju ke rumah sakit setelah mengetahui kabar itu. Di dalam benaknya Nolan sangat geram dengan orang yang sudah melakukan semua itu pada Olivia. “Bagaimana keadaan, Olivia?” tanya Nolan setelah dia melihat Alex yang ada di depannya. “Dia sudah berada di ruang perawatan. Sekarang kita hanya menunggu dia terbangun.” “Apa aku boleh melihatnya?” “Tentu saja. Kamu ikutlah denganku.” Nolan mengangguk dan dia mengikuti langkah Alex. Dia masuk ke dalam sebuah ruangan. Sebelum itu dia haru mengenakan pakaian yang harus dikenakan oleh Nolan jika ingin masuk melihat Olivia. Dia sudah ada di dalam ruangan. Dia melihat Olivia yang tidak sadarkan diri di atas ranjang. Dia mendekat ke arah ranjang. Menatapnya dengan lekat dan memegang tangan Olivia secara perlahan. “Kamu harus bangun, Sayang! Masih ada yang harus kamu lakukan!” ucap Nolan dengan sedikit nada menekan. Dia ingin memberikan Olivia semangat agar bisa kembali bangun. Sebab ma