Nolan masih menunggu jawaban wanita yang ada di depannya itu. Dia sudah tidak sabar untuk mengetahui jawabannya. Akan tetapi, Olivia hanya terus memandanginya. “Lama sekali!” Nolan kembali berkata. Lalu dia menggendong Olivia dan berjalan menuju mobilnya. “Nolan, apa yang kamu lakukan? Cepat turunkan aku!” Nolan tidak menimpali Olivia. Dia terus berjalan hingga akhirnya dia ada di dekat mobilnya dan mendudukkannya di dalam. Dia pun masuk ke dalam mobil dan menyuruh sopir yang sudah siap untuk segera pergi. “Kamu mau membawaku ke mana?” tanya Olivia. Setelah sang sopir menjalankan mobilnya. “Diam dan jangan banyak bicara!” “Kenapa kamu begitu menyebalkan? Mengapa orang yang ada di dekatku selalu membuatku kesal!” Olivia terus menggerutu dan dia sama sekali tidak peduli jika Nolan juga kesal kepadanya. Dia juga tidak memedulikan jika suaranya mengganggu sang sopir yang sedang fokus ke jalanan. Dia berhenti bicara saat melihat Nolan tersenyum lalu dia bertanya, “Mengapa kamu
Olivia tidak sengaja menyenggol gelas yang ada di atas gelas sehingga terjatuh dan pecah. Itu membuatnya menarik bibirnya dan tertawa saat melihat wajah Nolan. “Tetap duduk di sana!” perintah Nolan pada Olivia. Yang hendak berdiri dan memungut pecahan gelas yang ada di lantai. Olivia menuruti perintah Nolan. Dia tetap duduk di kursinya dan melihat pria itu dengan cekatan membersihkan pecahan gelas yang ada di atas lantai. Dia terus menatapnya sembari tersenyum lembut. Lantai pun sudah bersiah dan dia melihat Nolan yang mendekat ke arahnya. Pria itu tersenyum padanya lalu menggendongnya dan berjalan menuju sofa yang tidak jauh dari posisi mereka saat ini. “Manis sekali,” Olivia berkata pada Nolan dengan nada lirih sembari mengalungkan kedua tangannya ke leher pria itu. “Aku bisa melakukan yang lebih manis lagi dari ini.” Olivia tersenyum saat mendengar perkataan Nolan. Hatinya terasa hangat dan baru kali ini dirinya merasakan itu dari Nolan. Dia terus memandangi pria itu hingga
“Kamu ada di sini?” tanya Olivia pada orang yang barusan memanggil namanya. “Iya. Apakah kita bisa bicara sebentar?” jawab orang itu lalu dia balik bertanya pada Olivia. “Apa yang mau kamu bicarakan, Angel?!” tanya Nolan dengan sedikit nada menekan. Olivia memegang tangan Nolan. Dia meminta pria itu untuk memberikan waktu untuknya bicara dengan Angel. Sebab dia juga ingin tahu apa yang ingin dibicarakan oleh wanita itu. Nolan pun mengangguk dan dia masuk ke dalam mobilnya. Meski di dalam benaknya ada rasa ingin tahu juga dengan pembicaraan yang mereka berdua lakukan. Dia pun terus memperhatikan Olivia yang saat ini sedang berbicara dengan Angel. “Apa yang dibicarakan oleh mereka berdua?” gumam Nolan. Dia mengambil ponselnya yang bergetar dari saku celananya. Dia melihat nomor yang tertera dan langsung mengangkatnya. Karena yang menghubunginya adalah Ian. Nolan mendengarkan semua informasi yang dikatakan oleh Ian. Akan tetapi, matanya masih belum bisa beralih dari Olivia dan
“Jadi itu alasannya,” ucap Olivia setelah dia mendengarkan penjelasan Adel yang bersedia untuk menjadi mata-mata Nolan. “Iya. Aku sengaja menerimanya karena alasan itu,” sambung Adel. Sembari memegang area perutnya. “Apakah masih sakit? Kalau begitu kamu pergilah ke kamarmu!” Olivia berkata pada Adel. Setelah dia melihat wanita itu terlihat tidak nyaman. “Bailah.” Olivia pun melihat Adel pergi dari kamarnya. Dia masih berdiri di balkon. Dia memikirkan kembali penjelasan yang diberikan oleh Adel dan sekarang semuanya sudah jelas. “Aku tidak mengira pernah menyelamatkannya. Namun, mengapa aku tidak pernah mengingat akan hal itu,” gumam Olivia lalu dia berbalik masuk ke dalam kamarnya. Dia mendekat ke arah meja lalu mengambil tasnya. Dia pun ke luar dari kamar hotel. Dia sudah ada janji untuk bertemu dengan Angel karena tadi pembicaraannya belum selesai. Olivia mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan pada Angel. Dan tidak berselang lama dia mendapatkan pesan balasan dari Angel
"Tunggu, Angel!” ujar Olivia setelah dia berada di dekat Angel. Dia melihat Angel berhenti melangkah dan membalikkan tubuhnya. Olivia pun menatap wanita itu dengan saksama. Di dalam benaknya dia tidak ingin jika wanita itu menikah dengan Dean. “Aku mohon padamu. Hentikan rencanamu untuk menikah dengannya. Bukankah kamu tahu jika dia adalah orang yang sangat percaya dengan, Miranda.” Olivia pun mengatakan beberapa hal yang membuatnya tidak percaya sepenuhnya pada Dean. Dia yakin jika pria itu memiliki rencana lainnya setelah Angel dan Dean menikah. “Percayalah padaku.” “Sudah cukup! Aku tahu apa yang harus aku lakukan. Kamu tidak perlu memikirkan aku lagi. Aku tidak peduli jika dia masih dekat dengan Miranda dan juga memiliki rencana buruk padaku,” jelas Angel. “Aku tidak ingin kamu semakin menderita.” “Menderita ... aku sudah menderita. Sekarang apa lagi yang aku harapkan dengan hidupku ini? Mungkin inilah salah satu jalan untukku tetap hidup,” sambung Angel lalu dia meninggal
Olivia merasakan Nolan yang menghela napas panjang. Sehingga membuatnya semakin yakin pria itu tahu sesuatu tentang rencana ibu tirinya bersama dengan Dean. “Olivia, apakah ayahmu menghubungimu dan mengatakan jika ibu tirimu kecelakaan?” tanya Nolan pada Olivia. Yang masih penasaran dengan rencana Miranda dan Dean. “Apakah itu salah satu rencana, Miranda?” “Dia memang kecelakaan tetapi aku tidak tahu apakah semua itu rencananya atau memang benar-benar kecelakaan.” Olivia terdiam sejenak setelah mendengar jawaban Nolan. Dia masih memikirkan semua hal yang sudah dikatakan ayahnya dan juga semua hal yang dilakukan oleh Miranda. “Sudahlah jangan memikirkan masalah Miranda dan yang lainnya. Bagaimana jika kita menikmati malam ini dengan tenang?” ucap Nolan sembari memegang tangan Olivia. “Kamu benar.” Olivia pun tersenyum dan dia menikmati suasana malam ini. Dia melihat sepasang kekasih yang berhenti di depannya. Dia sedikit terkejut melihat apa yang dilakukan oleh sepasang kekasih
Olivia menempelkan tubuhnya di pintu dan mendorongnya. Sembari terus berbicara dengan Nolan yang ada di ujung telepon. Orang yang ada di balik pintu terus berusaha untuk membuka pintu kamarnya. “Baiklah. Aku tidak akan membukanya,” Olivia berkata pada Nolan lalu menutup sambungan teleponnya. Tidak berselang lama terdengar suara keributan dari luar. Dia pun melihat ke luar dari lubang kecil di pintu. Dia melihat beberapa orang yang sedang berkelahi. Dia berpikir jika Nolan sudah tiba bersama orang-orangnya. Dia pun membuka pintu kamar. Dia terus melihat empat orang pria berkelahi tetapi dirinya tidak melihat Nolan atau Ian. Ada sesuatu yang aneh dengan perkelahian mereka. “Akhirnya dia keluar juga,” ucap seorang pria sembari menyeringai. Olivia hendak masuk kembali ke dalam kamar. Akan tetapi, seorang pria membekapnya dari belakang. Dia berusaha untuk melepaskan diri tetapi tenaga pria itu sangat kuat. Dia tidak melawan lagi dan berusaha untuk tenang. Akhirnya dia menginjak k
"Apa hak kamu menyuruh aku untuk melepaskan, Olivia?” tanya Nolan pada orang yang ada di depannya itu. “Dia tidak bisa membuatmu bahagia.” “Lantas siapa yang bisa membuatku bahagia?” tanya Nolan sembari duduk kembali di kursi. Dia kembali menatap orang itu. Dia tidak habis pikir mengapa orang itu bisa meminta hal seperti itu padanya. Padahal selama ini dirinya sama sekali tidak perah ikut campur dengan urusan orang itu. “Miranda atau ....” “Dean, apakah kamu sudah tidak waras?” sela Nolan setelah mendengar nama wanita yang disebutkan oleh pria yang ada di depannya. “Aku masih waras. Apakah kamu tidak tahu seberapa besar pengorbanan yang dilakukan olehnya untukmu? Dia begitu menderita dan anehnya hingga detik ini dia masih sangat mencintaimu.” Nolan terdiam dan mendengarkan perkataan Dean yang terus saja mengatakan jika Miranda begitu menderita dan sudah banyak berkorban untuknya. Dia menggelengkan kepalanya seraya tidak habis pikir dengan pria yang ada di depannya itu. “Dean