Share

Bab 6

Mata Lysia yang lentik itu membola, dia tercengang mendengar apa yang telah diucapkan oleh pria dihadapannya ini. Tentu saja, ini adalah pilihan yang teramat sulit untuk seorang gadis yang bernama Lysia.

"What?" Lysia tidak percaya dengan apa yang dia dengar.

Sedangkan Ivander, malah terlihat santai sambil bermain dengan para wanita yang ada di sampingnya.

"Itu adalah kedua pilihan yang bisa kau ambil! Menjadi istriku atau menjadi jal*ng?" Ivander kembali mengucapkan kedua pilihan itu sambil menyeringai.

Lysia dengan susah payah menelan salivanya, dia tertegun dengan berbagai pikiran yang membuat otaknya sakit.

"Tidak adakah cara lain–"

"Cukup! Jangan banyak bicara lagi! Lebih baik kau pilih salah satu diantara itu," bentak Ivander sambil menggebrak meja.

Lysia menjadi begitu gugup, tubuhnya bergetar dan berusaha untuk dia tahan. Andai bisa, rasanya saat ini dia ingin menjerit dan menangis dengan apa yang sudah terjadi. Bagaimana bisa dia menjadi jalang? Bagaimana mungkin dia menikah dengan pria Monster? Keputusan apa yang harus Lysia ambil? Pikir Lysia merasa buntu.

Kalau Lysia memilih menikah, berarti dia harus terjerat bersama Ivander selamanya. Namun, jika dia harus memilih untuk menjadi jal*ng dia harus melayani berbagai macam pria hidung belang, tapi pasti akan ada celah untuk lari dari itu nantinya.

'Oh, Tuhan. Apa yang harus aku lakukan?' dalam batin Lysia.

Ivander menatap tajam wajah Lysia yang terlihat begitu ayu, namun menjadi pucat pasi.

"Sudahlah, biar aku putuskan." Ivander menyeringai sambil berbalik membelakangi Lysia dengan satu gelas wine di genggaman tangannya.

Lysia bangkit dari tempat duduknya dan langsung berucap tajam dan penuh keyakinan. "Aku memilih untuk berada di rumah bordil ini," jawab Lysia serius, dia akhirnya memutuskan untuk bekerja di rumah bordil ini.

Ivander terkejut, dia tidak menyangka kalau pilihan gadis itu malah menjadi jalang. Namun, ya sudahlah kalau memang itu pilihannya maka Ivander akan membiarkannya. Yang terpenting Lysia tidak akan membiarkan dia merugi.

Ivander bertepuk tangan, "pilihan yang bagus, dengan begitu kau akan sangat berguna."

Lysia menatap lurus pada wajah Ivander yang terlihat begitu bersemangat.

Ivander menaikan tangannya memberikan isyarat kepada Breta untuk menghampiri dia.

"Breta, kau punya anak baru. Segera promosikan dia," ucap Ivander kepada Breta yang menjadi mami di rumah bordil miliknya.

"Siap, Bos," jawab Breta yang memang dari tadi berada di samping Ivander.

Lysia tertegun melihat Ivander yang langsung pergi dari tempatnya.

"Dasar pria baj!Ngan," gerutu Lysia menatap penuh amarah punggung Ivander yang berjalan menjauh.

Breta langsung mendekati Lysia dan menggenggam bagian sikunya.

"Ikut denganku, kita ganti kostum mu," ajak Breta menarik Lysia untuk mengikuti dia.

"Ti-tidak," sahut Lysia spontan.

Memang saat ini Lysia mengenakan pakaian sederhana yang terbuat dari kaos dan celana jeans biasa. Sedangkan Breta ingin agar Lysia memakai pakaian terbuka untuk dia potret semenarik mungkin dan berniat untuk menjualnya kepada pelanggan yang royal.

"Kau sudah menjadi anak dirumah ini, jadi kau tidak bisa menolak. Kau sendiri kan yang memilih untuk menjual diri. Pilihan itu begitu bodoh bagiku. Menikah dengan Bos Ivander itu adalah hal yang mustahil, seharusnya kau memilih menikah dengannya." Monolog Breta, tersenyum miris kepada Lysia.

Lysia hanya mendengus, dia memang memilih untuk berada di rumah bordil ini. Namun, bukan untuk menjual diri, melainkan untuk bisa lari dari cengkraman tangan Ivander. Lysia sudah memikirkan caranya.

Melarikan diri dari Ivander begitu sulit, namun jika dia berada jauh dari pria jahanam itu. Mungkin akan ada celah untuk melarikan diri di tempat ini. Sehingga Lysia memutuskan untuk tinggal di rumah bordil, bukan untuk menjual diri melainkan melakukan percobaan melarikan diri.

***

Di sebuah kamar Ivander tengah menghubungi seorang anak buahnya yang tengah bertugas menjaga rumah Bordil. Dan menyuruh mereka untuk menjaga Lysia dengan ketat.

"Kau lihat saja nanti gadis payah. Memangnya aku tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran picik itu, cih!" gumam Ivander sambil menatap layar ponselnya.

Sudah Ivander perkirakan apa yang ada di dalam pikiran gadis baik seperti Lysia. Jadi, dia menyuruh semua anak buahnya untuk mengawasi Lysia.

Di tempat lain, Lysia dipaksa mengenakan pakaian mini dengan Rok sejengkal dan atasan yang memperlihatkan dua buah gundukan di dadanya.

"Berposelah semenarik mungkin, Lysia!" bentak Breta yang sedang memegang sebuah kamera.

Lysia yang sedang berdiri kaku dengan tangan yang menyilang di kedua dadanya itu merasa sangat canggung. Serta dia sangat kesal karena terus dipaksa untuk berpose oleh Breta.

"Bisakah jangan di foto," pinta Lysia. Dia memilih untuk menjadi jal*Ng hanya untuk melarikan diri. Jangan sampai di foto-foto seperti ini, nanti kalau sampai tersebar bagaimana?

"Kamu adalah anak baru yang masih bersegel. Mami, sudah mendapatkan pelanggan yang bersedia membayar mahal untuk kamu yang perawan. Dia pelanggan tetap disini dan meminta fotomu," sahut Breta bersungut-sungut.

Rose– wanita jal*ng yang sudah lama bekerja di tempat ini langsung memasuki ruangan potret. Dia memandang kesal wajah Lysia yang dipaksa tersenyum oleh Breta.

'wajahnya memang cantik, ditambah dia masih muda. Menyebalkan! Jangan sampai dia menjadi anak kesayangannya mami,' dalam batin Rose iri.

"Ada apa Rose? Apakah kau tidak ada pelanggan malam ini?" tanya Breta melirik Rose yang masih diambang pintu.

"Ada, Mi. Seperti biasa setiap malam aku tidak pernah nganggur, namun aku ingin melihat bagaimana rupa anak baru ini," jawab Rose sombong.

Sedangkan Lysia dia pun malah langsung berlari untuk bersembunyi di kamar mandi.

"Hey mau kemana?" teriak Breta kepada Lysia.

"Perutku mual, maaf!" teriak Lysia setelah menutup pintu, ada kesempatan untuk pergi saat Breta berbicara dengan Rose.

Lysia akhirnya meneteskan air mata, dia sedih dengan apa yang telah ia rasakan. Dia mulai kembali mengingat kedua orang tuanya.

"Mama, Papa, tolong aku," lirih Lysia menangis.

Setelah beberapa saat akhirnya Breta menggedor pintu kamar mandi.

"Hey, Lysia. Apakah kamu ketiduran disana hah? Ayo cepat buka pintunya. Lagi apa kamu di dalam lama-lama?" teriak Breta.

Lysia yang masih menangis akhirnya mendongak menatap ke arah pintu.

"Aku … aku …."

Lysia nampak bingung hendak menjawab apa.

"Hey, Lysia. Kamu jangan mencoba untuk memperlambat waktu. Pak Kusumo pelangganmu akan datang sebentar lagi. Jadi, aku mohon segeralah persiapkan dirimu!" perintah Breta.

Lysia menggusar rambutnya kasar, lalu dia pun membuka pintu dan menghadap Breta yang masih berkacak pinggang.

"Apa-apaan ini? Kau begitu kusut dan matamu bengkak. Sebentar lagi Pak Kusumo datang, masa iya kamu akan menemuinya dengan penampilan seperti ini?" kesal Breta.

'apakah aku harus menyerah dan memilih menikah dengan Ivander?' dalam batin Lysia tidak mau menemui pelanggan yang dikatakan oleh Breta. Namun, ini baru beberapa jam saja, jadi masih wajar kalau belum menemukan celah untuk kabur.

Hufth ….

"Lysia apa kau dengar aku?" tanya Breta.

Lysia tersadar dari lamunannya dan menatap Breta.

"Ini foto Pak Kusumo, segera rapikan makeup mu dan sisir rambutmu supaya rapih. Jangan terlihat seperti orang sakit seperti ini, pakai parfum yang wangi agar dia senang. Semua alat make-up ada di bawah laci sana."

Lysia menatap tangan Breta yang menunjuk ke arah laci. Namun, netranya menangkap pria tua berkumis, mempunyai perut buncit tengah memasuki kamarnya.

"Hallo … Mami Breta!!!"

Degh

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status