Share

Aku Suamimu, Seren

Bab 4

Ketiganya terkejut saat mendapati Aldi dan Benu sudah berdiri di pintu yang memang tidak di tutup.

Jantung Serena memompa lebih cepat, khawatir kalau Aldi mendengar pembahasan tentang Ranu.

"Aldi, ayo masuk!" ajak Arman. Dia dan Aldi hampir sebaya, namun Arman belum di karuniai anak hingga dua puluh tahun pernikahannya.

Aldi dan Benu melepas sepatunya lalu masuk dan duduk di sofa sederhana milik Arman.

"Yun, buat minum sana!" perintah Arman. Istrinya itu langsung berdiri lalu beranjak ke dapur.

"Langsung saja ke permasalahan saat ini, saya datang mau mengunjungi Serena," kata Aldi, "mungkin Serena sudah cerita tentang keinginannya."

Aldi yang masih tampak pucat itu tampak menghela nafasnya sebelum melanjutkan, "Saya nggak bersedia menceraikannya," ucap Aldi dengan yakin.

"Nggak bisa gitu dong, kamu kan udah janji sama aku," protes Serena seraya berdiri.

Arman memegang tangan keponakannya agar tidak terbawa emosi, "apa alasan kamu menolak cerai, sedangkan kalian cuma sehari bersama?"

Arman yang lebih dewasa dan bijaksana ingin penjelasan yang tenang tanpa ada keributan.

"Aku nggak tahu apa salahku dan apa masalah Serena sampai menghilang selama tujuh tahun," jawab Aldi jujur.

"Salah kamu, udah bohong sama aku." Serena kembali bersuara. Arman lagi-lagi menahannya sedangkan Aldi mengeryit mendengar ucapan wanita yang masih berstatus istrinya tersebut.

"Kamu bilang, apa kebohonganku, aku akan memperbaikinya," sahut Aldi cepat.

Mata Serena menerawang ke masa lalu, kejadian dulu kembali ia ingat, "Kamu nggak akan bisa ngembaliin rasa sakit hatiku tujuh tahun yang lalu," ucap Serena. Biasanya ia akan menangis mengingat hal ini, tapi sekarang Serena sudah kuat, "saat istrimu datang menghinaku, menyeretku, mempermalukan aku di hotel. Di mana kamu saat itu?"

Bukan hanya Aldi, Benu pun terkejut mendengarnya.

Kilas balik tujuh tahun yang lalu, di mana Aldi terpaksa pulang ke rumah saat dini hari.

"Kamu nggak bisa jawab kan? Kamu sengaja ninggalin aku, pasti karena tahu istri kamu mau datang kan?" Serena mencecarnya meski tetap menahan suaranya agar tidak meninggi, namun siapapun bisa tahu lukanya saat kejadian itu.

"Serena, aku nggak punya istri selain kamu, cuma kamu istriku sampai saat ini, Ser!" ucap Aldi meyakinkan.

"Oh, jadi kamu nggak mengakui Bu Lydia sebagai istri?"

Benu dan Aldi saling menoleh lagi, tadi mereka belum tahu siapa yang di maksud Serena wanita yang megaku sebagai istrinya.

"Jadi Lydia penyebab kamu lari dariku?" Aldi menatap Serena dalam. Wanita itu mengangguk. Aldi menghela nafasnya sebelum melanjutkan kalimatnya, "aku dan Lydia udah cerai delapan tahun yang lalu, jadi saat itu dia bukan istriku lagi, Ser."

Kini Serena dan pamannya lah yang saling menoleh. Bukan hanya itu Lydia juga kerap mengirim foto kebersamaannya dengan Aldi, pantas Serena percaya.

"Dengan kata lain, Bu Lydia nggak suka kalian menikah," tutur Arman menyimpulkan, "Lydia cemburu dan tidak terima, atau bisa jadi dia masih sangat mencintai Aldi? Kenapa jadi begini ya?" Arman bingung sendiri, "kalau begitu kalian perlu bicara berdua, selesaikan kesalah pahaman ini dengan baik."

Arman dan Yuni mengusulkan untuk Serena dan Aldi bicara berdua saja dengan kepala dingin agar semua kesalah pahaman dan sakit hati yang Serena rasakan terurai dengan baik. Meski bukan dirinya, Aldi jauh lebih tersiksa selama tujuh tahun mendamba tanpa tahu keberadaan istri kecilnya.

Aldi membawa Serena ke rumah pribadi miliknya, di kawasan perumahan mewah yang terdiri hanya dua puluh unit, hanya orang-orang tajir pemiliknya dan salah satunya adalah Aldi.

"Kalau mau cerita nggak perlu ke tempat seperti ini. Di rumah paman juga bisa cerita." Serena protes saat mobil sudah memasuki halaman.

"Turunlah, di sini kita bahas semua masalah kamu," kata Aldi tak mengindahkan. Dia ingin tak ada orang lain yang mendengar mereka bicara.

Pada akhirnya Serena turun meski setengah hati. Seseorang datang membukakan pintu.

"Mbok, saya dan istri saya akan ke atas, siapapun yang datang mencari, katakan saya tidak bisa di ganggu!" titah Aldi.

Wanita yang di sapa mbok itu mengangguk seraya berkata, "Nggeh, Pak!"

Aldi mengajak Serena naik ke lantai dua, di mana kamar utama terletak di sana, kamar yang di tempati Aldi bila tak berada di rumah orang tuanya.

"Sekarang kamu sudah tahu, kalau aku dan Lydia udah cerai delapan tahun yang lalu," ucap Aldi begitu mereka menginjak lantai atas, "apa kamu akan tetap minta cerai dari aku?"

Aldi mempersilahkan Serena masuk. Serena terpaku menatap kamar yang di perkirakan berukuran setengah luas lantai dua ini.

Aldi menunggu sampai Serena melangkah lebih dalam. Serena sadar dia tidak boleh terbuai oleh kemewahan Aldi sampai akhirnya kakinya melangkah maju dan foto besar di dinding kembali membuatnya terpaku.

Foto saat mereka melangsungkan ijab kabul, meski siri, ternyata Aldi mengabadikannya bahkan menempelkannya di dinding kamar.

"Nggak ada alasanku untuk menceraikanmu, Seren."

Tubuh Serena menegang begitu suara Aldi mengalun di telinganya, bahkan pria itu memeluknya dari belakang, tubuhnya yang hanya sebahu Aldi begitu mudah direngkuh, terasa hangat terpaan nafas Aldi di kepala Serena.

Serena terbuai dengan pelukan itu, bohong kalau dia sudah melupakan Aldi dari hatinya, namun dia ingat, masih ada kesalahan Aldi lainnya.

"Aldi, lepas, kita nggak boleh seperti ini!" Serena membuka tautan tangan Aldi yang melingkari perutnya.

"Aku merindukanmu Seren!" Kembali Aldi mengungkapkan isi hatinya dengan bisikan sensual. Selain bahagia bertemu Serena dia juga menginginkan tubuh yang masih terlihat menggoda itu.

"Ini salah, aku calon istri orang, Aldi," peringat Serena berharap Aldi mundur.

Memang benar Aldi mundur, namun pindah ke hadapannya, "Aku suamimu, Seren," tegasnya. Tentu artinya dia lebih berhak atas diri, tubuh dan hati Serena.

"Itu dulu, kita akan bercerai."

"Tidak akan."

"Aldi, kamu sudah janji."

"Aku nggak bisa tepati, aku masih mencintaimu, Serena!" Suara Aldi terdengar serius dan menuntut.

Serena berpaling, ia berjalan menuju pintu penghubung ke balkon, Aldi mengikutinya, "Harusnya kamu jelaskan semua tujuh tahun yang lalu."

Aldi terdiam

"Aku dipermalukan di hotel dan di hina di hadapan orang-orang, teman-teman se-profesi waktu itu. Nggak ada yang membela aku, semua mencemooh dan menyematkan kata pelakor.

Setelah itu aku pulang, tapi kamu nggak pernah menghubungiku sekedar memberi penjelasan, setiap hari aku di teror dan di kirim foto mesramu dan wanita itu. Aku sakit, Di!" Serena meremas dadanya seakan luka itu kembali berdenyut di dalam.

Aldi hanya diam terpaku menunggu Serena menyelesaikan kalimatnya.

"Saat itu aku marah pada diriku sendiri, aku bodoh, mau saja di tipu olehmu dan Benu." Air mata Serena mengalir, ia tidak melanjutkan lagi ceritanya.

Aldi mendekat, di angkatnya dagu Serena, lalu Aldi memberikan tatapan lembut sebelum akhirnya merengkuh tubuh wanita yang tidak pernah beranjak dari hatinya setelah dia benar-benar lepas dari Lydia.

Bahu Serena masih berguncang, Aldi membiarkannya. Meski sudah ingin bertanya, tapi Aldi menahan diri. Menenangkan Serena adalah prioritasnya saat ini.

Serena melepaskan diri, dia mengambil tisu dari tasnya lalu menyeka wajah juga hidungnya.

"Ada lagi yang kau sembunyikan?" tanya Aldi. Dia ingin Serena mengungkap semua yang ia rasakan dulu.

"Aku marah padamu, aku benci. Aku datang ke rumahmu dan di usir oleh satpam. Sejak saat itu teror yang datang semakin mengerikan, aku di ancam kalau berani menghubungi atau menemuimu maka paman dan bibi akan terkena imbasnya."

Aldi sampai mengeryit mendengarnya, semengerikan itu ancaman dari Lydia terhadap Serena. Kini ia mengerti, patutlah wanita yang berdiri di hadapannya ini pergi dan sekarang ingin cerai darinya.

"Serena, bukankah saat itu aku menulis pesan di kertas padamu?" Aldi ingat benda tipis berwarna putih itu. Ia letakkan di sisi Serena saat akan pergi ke rumah orang tuanya.

"Aku tidak menemukan apapun," kata Serena mengeryit.

"Aku tidak mungkin lupa, aku menuliskan kalau ayahku jatuh di kamar mandi saat dini hari, jadi adikku menelpon dan menyuruh pulang. Aku tidak tega membangunkanmu." Aldi masih ingat dengan jelas isi dari suratnya.

Dia tahu wanitanya pasti lelah dan kesakitan setelah malam pertama mereka.

Serena mengingati lagi pagi saat wanita bernama Lydia itu datang dan di tangannya ada secarik kertas putih.

"Mungkinkah?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status