Malam ini Tangguh memutuskan menginap di rumah sakit, menemani Linda dan juga anak-anaknya, walau wanita itu masih belum mengakui bahwa si Kembar adalah darah dagingnya, tetapi Tangguh begitu yakin kedua putra kecil yang ada di dekatnya ini adalah putranya.
Tarung tertawa, begitu juga Thoriq saat Tangguh menghibur mereka dengan menjadi kuda. Thoriq naik di atas punggung Tangguh, berjalan keliling ruangan dengan penuh semangat. Linda tidak berkomentar apapun, jauh di lubuk hatinya sangat senang akhirnya anak-anaknya terhibur dengan sosok lelaki yang bisa membuat mereka tertawa.
Tarung lebih bersemangat dan segar setelah makan nasi dengan baso halus yang dibeli oleh Tangguh secara online.
"Om siapa?" tanya Tarung pada Tangguh yang baru saja mendudukkan Thoriq di brangkar Tarung.
"Om Tangguh. Nama kita mirip ya? Nama kamu Tarung, nama Om, Tangguh. Pasti Ibu yang berikan nama bagus ini," kata Tangguh dengan senyuman lebar.
Tarun
"A' gak papa, anak-anak butuh A' Tangguh. Kita masih bicara besok." Dian mengusap pundak Tangguh dengan lembut, lalu menoleh pada Linda yang tengah membuang pandangannya."Tarung, Thoriq, Tante pulang dulu ya, besok kembali lagi ke sini bawa banyak mainan," kata Dian dengan senyuman yang lebar. Ia pun melambaikan tangan pada kedua anak Linda, sebelum keluar dari ruangan."Dian baik sekali, pantas saja kamu nyaman dengannya, Guh. Jangan sungkan denganku, jika kamu ingin menikahinya, maka lanjutkan. Aku mendukungmu," kata Linda sambil membesarkan hatinya yang sedang tidak baik-baik saja. Tangguh tahu hal itu, sehingga ia tidak mau menyahuti. Ia hanya tersenyum, lalu kembali bergabung bersama kedua putranya.Keesokan harinya, kondisi Tarung sudah lebih baik. Dokter pun sudah membolehkan lelaki kecil itu melepas infus di tangannya. Tentu saja Tarung senang, karena akhirnya ia bisa berlarian di dalam ruangan ruang sakit yang menurutnya sangat bagus.
"Pi, Bu Linda sudah ditemukan," kata Rucita pada suaminya. Siang ini, adalah jadwal kunjungan yang biasa ia lakukan ke penjara suaminya."Apa? Di mana? Bagaimana kabarnya?" tanya Steve dengan penasaran."Ditemukan sendiri oleh Kang Tangguh saat Bu Linda pingsan di jalan bersama salah satu dari anak kembarnya," jawab Rucita sambil memperhatikan reaksi suaminya yang nampak kaget."Apa? Linda punya anak kembar?" mulut Steve setengah terbuka mendengar kejutan yang disampaikan istrinya siang ini. Apa anaknya? Jantung pria dewasa itu semakin berdetak cepat."Iya, dan keduanya laki-laki. Usianya sama dengan Alicia, 3 tahun. Sepertinya bukan anak Papi, tapi anak Kang Tangguh, karena keduanya sangat kirim Kang Tangguh. Sayang saya gak punya fotonya, karena salah satu dari mereka dirawat.""Sakit apa?""Katanya lambung, Pi. Mungkin karena sehari-hari jadi pemulung jadinya ....""Apa? Linda dan anak-anaknya menjadi
Tangguh membuka pintu ruang perawatan istrinya. Linda dan Bu Yayu menoleh dengan kaget, terutama melihat penampilan si Kembar yang sangat berubah."Bude!" Seru Tarung dan Thoriq sambil berlari senang menghampiri Bu Yayu yang biasa mereka panggil bude."Ya ampun, tampan sekali anak Bude. Sampai Budenya gak kenal. Gantengnya!" Puji Bu Yayu tulus sambil berjongkok untuk menyentuh pipi si Kembar. Linda ikut tersenyum senang dengan penampilan kedua putranya yang sangat tampan mengenakan baju bagus dan juga terlihat mahal. Rambut yang sudah dicukur dan juga tubuh yang nampak bersih membuat Linda begitu terharu."Halo, Mas, saya Bu Yayu, teman satu rumah Mbak Nuri," kata Bu Yayu memperkenalkan diri dengan senyuman."Halo, Bu, saya Tangguh," balas Tangguh dengan mengulurkan tangannya untuk berjabat.."Eh, jangan, Mas! Saya kotor tangannya. Namanya juga pemulung, he he he ....""Gak papa, Bu. Justru saya mau mengucapkan terima
Perjalanan menuju rumah Tangguh diliputi keheningan. Sejak Tangguh mencium cepat bibir Linda, wanita itu bungkam. Ia hanya bicara sesekali pada si Kembar, itu pun tidak cerewet seperti biasanya.Tangguh tidak ingin merusak suasana hati Linda yang tengah kesal. Lelaki itu pun diam saja sampai akhirnya mereka sampai di depan pagar rumah besar.Tin!Tin!"Ini lumah siapa, Om?" tanya Thoriq saat Tangguh baru saja membunyikan klakson mobilnya."Ini rumah Thoriq dan Tarung mulai hari ini," jawab Tangguh sambil tersenyum. Pagar besar itu dibuka oleh seorang pria paruh baya, ia mengangguk menyapa Tangguh.Mobil berhenti tepat di sebuah garasi berukuran sedang. Tangguh membukakan pintu untuk si Kembar dan juga Linda. Dengan enggan Linda turun, berbeda dengan Tarung dan Thoriq yang begitu bersemangat. Keduanya langsung berlari menuju mainan outdoor yang ada di halaman.Tangguh memang sudah mempersiapkannya untuk kedua putranya .
"Kamu sangat pemaksa!" Ketus Linda dengan wajah cemberut. Mau tidak mau, ikhlas tidak ikhlas ia membuka mulut saat Tangguh menyuapinya dengan bubur ayam hangat yang rasanya sangat enak. Berbeda dengan bubur di rumah sakit yang rasanya hambar.Tangguh tersenyum melihat Linda makan dengan lahap dan begitu patuh tanpa suara. Si kembar memperhatikan dua orang dewasa di dekat mereka dengan seringai yang begitu lebar."Om sama Ibu pacalan," bisik Thoriq sok tahu."Pacaran itu apa?" tanya Tarung dengan wajah tidak paham."Olang dewasa yang dekat, telus ciuman, telus nanti tidulan baleng(orang dewasa yang dekat, terus ciuman, terus nanti tiduran bareng), hi hi hi ....""Gak boleh tiduran bareng kalau belum jadi pengantin. Kata Bude Yayu seperti itu," jawab Tarung dengan wajah serius."Pengantin itu apa?" gantian Thoriq yang bertanya pada abangnya. Maklum saja lidah Thoriq belum bisa menyebut huruf R dengan jelas, sehingga Tar
Tangguh sudah berada di restoran. Sore ini, ia ada janji bertemu dengan Dian untuk membicarakan masalah mereka ke depannya. Bagaimanapun, lamaran sudah dilakukan dan dia harus memiliki adab saat memutuskan untuk tidak meneruskan sampai ke pelaminan.Cappucino hangat lolos ke dalam tenggorokannya. Menikmati rintik hujan yang tidak terlalu lebat, tetapi mampu menciptakan aroma tanah basah yang sangat nyaman masuk ke dalam indera penciumannya.Sebuah mobil sedan pintu dua masuk ke area restoran. Tangguh berdiri untuk menyambut wanita yang saat ini masih berstatus sebagai tunangannya."Mas, maaf, saya boleh pinjam payung? Mau jemput wanita yang baru tiba di sana!" Tunjuk Tangguh pada mobil Dian yang baru saja berhenti dengan begitu halus di parkiran."Boleh, ini, Mas." Pelayan lelaki itu memberikan payung cukup besar pada Tangguh."Terima kasih, Mas." Tangguh berlari menghampiri Dian yang baru saja keluar dari mobilnya. Lelaki i
"Linda, kamu mau'kan?" Tangguh sekali lagi bertanya pada wanitanya. Linda menghapus air matanya dengan punggung tangan. Bik Mirna tidak mau ketinggalan momen dengan merekam adegan manis di depan pintu rumah majikannya."Kalau aku menolah juga pasti kamu paksa!" Kata Linda ambigu. Tangguh tertawa, tetapi ia masih belum ingin berdiri dari simpuhannya."Terima ya, Teh," suara dari balik punggung Tangguh terdengar bergetar. Ia adalah Rucita yang kebetulan ingin mengantarkan durian ke rumah Tangguh dan sangat senang melihat momen Tangguh yang tengah melamar Linda. Tangguh tersenyum penuh haru saat menoleh ke belakang. Linda pun tidak bisa berkata-kata lagi.Rucita dan Tangguh sama-sama menunggu jawaban darinya. Apakah akhirnya ia harus menyerah dengan takdir? Apakah dengan menerima Tangguh maka luka lamanya akan sembuh?"Kita akan mulai semuanya dari awal. Aku janji akan sayang sama kamu dan anak-anak. Aku akan menjaga kalian. Aku mencintai k
Pagi hari, keadaan rumah menjadi begitu semarak sejak hadirnya Tarung dan Thoriq. Alicia; anak dari Rucita pun sangat senang dengan dua saudara lelakinya yang berwajah sama. Sering sekali Alicia atau yang biasanya dipanggil Via, tertukar saat bermain dengan si Kembar."Abang Talung dan Abang Tolik kenapa mukanya sama sih, Mom?" tanya Cia pada Rucita yang ia panggil 'mommy'"Karena mereka kembar, Sayang. Lahirnya bersamaan keluar dari perut Uak Linda," jawab Rucita bijak. Ia tengah duduk di teras rumah Tangguh dan sedang mengepang rambut panjang putrinya."Jadi meleka antli pas mau kelual ya, Mom?" (Jadi mereka antre pas mau keluar ya, Mom) Rucita tergelak mendengar celotehan Cia."Iya, harus antre. Biar perut Uak Linda gak sakit," jawab Rucita membenarkan. Cia hanya manggut-manggut paham."Sudah rapi, Cia, sekarang Cia boleh main sama Abang kembar," kata Rucita pada putrinya. Gadis kecil itu pun bergabung dengan kakak sepupunya di depan kolam