Share

Pertemuan Pertama

Ke esokan harinya. Aku membantu Ibu di dapur. Di rumah hanya ada kami berdua. Karena semua Kakak-ku sudah mempunyai rumah sendiri.

Apabila aku di pondok, Ibu terkadang menginap di rumah Kakak. Terkadang juga sendirian di rumah.

Semenjak pembicaraan kemarin, tak ada pesan lagi dari Kang Aldi untuk memberi kepastian tentang hubungannya. 'Mungkin lagi sibuk' batinku.

Sempat merasa kecewa padanya, tapi aku tidak bisa apa-apa.

"Gimana dengan Aldi? Apa dia akan kesini?" pertanyaan Ibu yang membuatku tambah merasa bersalah.

"Enggak tahu Bu. Lagi sibuk mengajar di pesantren yang lain Kang Aldinya, Ibu jangan ngarep-ngarep dia ya, Do'akan aku ya Bu, semoga secepatnya bisa menikah." jawabku dengan senyum sumringah yang di buat-buat.

"Ibu pasti do'ain kamu. Kamu jangan sedih! Enggak apa-apa kalo enggak jodoh sama Aldi juga. Pasti Allah memberi gantinya dengan yang lebih baik." Beliau mencoba menenangkanku. Padahal yang aku tahu, beliau sangat berharap kepada Aldi. Tapi mungkin beliau tahu, bahwa cinta itu tidak bisa dipaksakan.

"Ya udah, Ibu jangan banyak pikiran ya. Biar cepat sembuh, nanti aku bilang sama Ibu kalo seandainya Kang Aldi ngasih kabar." Bu Rosi tersenyum lalu beliau berlalu ke luar rumah.

**

Malam kian beranjak, namun Kang Aldi belum juga memberi kabar. Malam ini Ibu menginginkan tidur bersamaku. Beliau sudah terlelap. Namun aku belum juga bisa memejamkan mataku. Aku tatap wajah yang sudah 20 tahun menemaniku. Wajah itu yang selalu aku rindukan ketika mondok, wajah keriput itu yang selalu membuatku merasa nyaman serta aman di mana pun juga, teringat dengan perlakuan Kang Aldi yang tidak mengenakan, membuat hatiku semakin sakit.

Kalo seandainya Ibu masih muda dan sehat, aku tidak akan mengemis untuk segera dihalalkan. Aku kecewa dengan Kang Aldi yang malah menyuruhku untuk meminta Kang Aldi kepada orang tuanya. Entah kenapa dengan Kang Aldi, dimana-mana juga laki-laki yang harus meminta kepada orang tua perempuan. Kok ini malah terbalik, di mana harga diri para wanita kalo seandainya aku melakukan apa yang Kang Aldi suruh. Bisa dikutuk aku sama semua saudaraku.

Ting.

Suara pesan masuk, Aku bergegas melihat siapa yang sudah mengirim pesan. Aku berharap itu dari Kang Aldi. Namun sayang, ternyata pesan dari yang kemarin ngajak ta'arufan. Sebenarnya aku kesal, tapi masih aku jawab pesannya.

Halim Maulana : Teh bisa minta foto Teteh tidak?

Fachrisa : Buat apa ya Bang?

Halim Maulana : Pengen lihat saja, kan Teteh enggak mau diajak ketemuan.

Aku mencoba mencari foto-fotoku yang ada di galeri. Aku mencari foto yang paling jelek dan buram. Ternyata ada, itu foto sudah tiga tahun yang lalu, difoto ketika waktu malam, jadi tidak jelas dilihat.

Fachrisa : Ini Bang, [foto] maaf enggak ada lagi fotonya. (Aku ketawa dalam hati, kali-kali ngerjain orang)

Halim Maulana : Beneran enggak ada Teh? Yang jelasan dikit lah Teh, ini enggak kelihatan wajahnya. [Emot sedih]

Fachrisa : Kalo mau yang asli, bisa datang langsung ke rumah. Biar jelas dan menentukan kedepannya.

Aku melakukan itu bukan karena apa-apa, melainkan aku sedang menguji laki-laki mana yang benar-benar serius menginginkan dan menerima keadaanku apa adanya. Karena sudah beberapa orang datang ke rumah, hanya silaturahim saja, enggak ada ke jelasan kedepannya. Aku sering kecewa dengan laki-laki yang hanya melihat dari keadaanya saja. Jadi untuk saat ini, aku tidak akan lagi berharap dengan orang yang baru saja aku kenal.

Halim Maulana : insya Allah ya Teh, saya tanyain dulu sama Bapak saya. Karena saya belum pernah datang ke rumah perempuan.

Fachrisa : Yaa sudah silahkan Bang.

Halim Maulana : Teh boleh minta Nomor ponselnya?

Fachrisa : Boleh, ini. +6282xxxxx

Halim Maulana : Terimakasih Teh...

Fachrisa : Sama-sama.

Ku lihat jam di atas kepalaku. Jam sudah menunjukan pukul 11 malam. Aku berusaha untuk bisa tidur dengan hati yang tenang.

Karena ngantuk tak kunjung datang juga, Aku teringat dengan kisah Nabi Yunus yang berada di perut Ikan selama 40 hari. Nabi Yunus terus berdzikir Laa ilaaha illa angta, subhanaka inni kungtu minadzolimin. Hingga Allah mengeluarkannya dari perut ikan. Aku mencoba mengucap dzikir itu hingga diriku terlelap. Berharap segala kerisauan di dalam hidupku hilang seiring dengan mataku terpejam. Dan berharap kebahagian menghampiri ketika mataku terbuka kembali.

**

Sudah satu minggu Kang Aldi tidak ada menghubungiku. Katanya ponselnya dipinjam oleh adiknya. Entah itu benar atau tidak, aku tidak mau memikirkannya. Toh, aku sudah terbiasa diperlakukan seperti itu oleh Kang Aldi. Namun yang membuat aku tidak peduli lagi dengan Kang Aldi, karena ada seorang perempuan yang bernama Dinar ngechatt padaku. entah dia siapanya Kang Aldi, Yang pasti perempuan itu bilang dia sering chattingan dengan Kang Aldi hingga pukul dua dini hari. Aku kaget dengan penuturannya. Kecewa dengan Kang Aldi. Sedangkan denganku saja Kang Aldi belum pernah seperti itu. Kini aku tahu, bahwa Kang Aldi berubah memang ada wanita lain, sebagaimana yang sering diucapkan oleh teman-temanku. bahwa pendiamnya seorang lelaki itu, tanda bahwa ia menyembunyikan sesuatu.

Aku tidak mengatakan bahwa diriku sudah dekat dengan Kang Aldi sekitar tiga tahun, aku ingin tahu sejauh mana perempuan yang bernama Dinar dekat dengan Kang Aldi. Agar aku tahu, keputusan mana yang akan aku Ambil kedepannya.

Katanya, dia chatt aku karena ingin bertanya, apakah Kang Aldi sudah memiliki kekasih apa belum? Karena Kang Aldi menyuruh menanyakan itu kepadaku, karena aku tahu jawabannya.

Aku kaget, maksud Kang Aldi apa? kenapa dia menyuruh melakukan itu.

"Kenapa malah nanya saya tentang Kang Aldi? Kenapa enggak nanya ke Akang Aldi langsung aja." Aku bertanya balik pada Dinar.

"Justru itu! Teh, saya bingung, karena pas saya bertanya soal itu sama Kang Aldi, Kang Aldi malah nyuruh saya tanyai Teteh. Katanya Teteh tahu tentang itu."

"Yang saya tahu Kang Aldi sudaah punya kekasih, tapi memangnya Dinar siapanya Kang Aldi ?"

"Awalnya saya suka dengan Kang Aldi Teh, karena keuletannya dalam bekerja, serta dalam mengajar ia begitu kalem. Dia rajin serta ramah. Saya cuma suka aja, tapi ada teman saya yang laporin itu ke Ustadz saya. Jadinya Kang Aldi di jodohkan dengan saya. Saya takut Kang Aldi sudah punya, gitu teh, makanya saya nanya sama Teteh." Sungguh, aku mendengar penjelasan itu bagai disambar petir di siang bolong. aku merasa terluka dengan pengakuannya. Memang sangat benar, Kang Aldi orangnya friendly apabila berhadapan dengan orang tua dan dan sesama jenis. Namun begitu berhadapan dengan lawan jenis, dia begitu cuek.

"Oohh gitu, yaa udah kamu optimis saja. Nanti juga kamu tahu jawabannya apa." Aku mencoba berbicara setenang mungkin.

"Iyah Teh, salam kenal yaa dari aku. Maaf sudah mengganggu."

"Iyah enggak apa-apa, salam kenal kembali." Aku mencoba tersenyum. Padahal dalam hati aku merasa geram bukan main. Serasa ingin menelan Kang Aldi hidup-hidup.

**

ketika Kang Aldi tidak memberi kabar sedikitpun, ini sudah satu minggu Bang Halim sering menghubungiku, Katanya dirinya akan datang ke rumah bersama sepupunya yang kebetulan adalah temanku di pondok. Aku merasa biasa saja. Karena aku tidak ingin kecewa untuk kesekian kalinya.

Mungkin dengan merelakan Kang Aldi untuk Dinar. Aku akan menemukan jodohnku yang sebenarnya.

Aku terus berdo'a dan berdzikir 'Laa ilaaha illa angta subhaanaka inni kungtu minaddzolimin. Semoga dengan istiqomah berdo'a, Alloh memberikan jalan yang terbaik untuk masa depanku.

*

Hari ini, adalah hari pertemuanku dengan Bang Halim. Aku tidak banyak berharap dari pertemuan ini, Kang Aldi tidak mengetahui dengan apa yang aku lakukan. Karena saat ini juga, aku masih menunggu Kang Aldi untuk menjelaskan segalanya.

Aku merasakan kegugupan ketika melihat Bang Halim datang dengan motor kecilnya. Bukan! bukan motor yang menarik perhatianku. Tetapi wajah Mas Halim yang rupawan membuat nyaliku menciut. sepertinya akan gagal lagi secepatnya dapat suami. huh.

"Gimana Teh? Apakah lamaran Bang Halim diterima?" Aku tersenyum ketika temanku bertanya. Entahlah, Bang halim dari tadi diam saja, membuatku bingung. Takutnya Bang Halim enggak mau sama aku yang mungil nan menggemaskan ini.

"Enggak tahu." kataku sembari menggelengkan kepala.

"Kenapa enggak tahu? jawab aja, biar jelas kedepannya gimana." Katanya lagi. Ibu yang berada disampingku terkekeh, dan mencoba membantu menjawab.

"Risa ini Anak yatim, ujang pasti sudah melihat keadaan keluarganya seperti apa, nah, jawabannya ada di ujang sendiri. Kalo memang Ujang serius, boleh kesini lagi bersama orang tua. Yaa... Coba dipikir-pikir lagi, Ibu takut Ujang menyesal kalo serba mendadak." jawab Ibu yang membuat Bang Halim mengangguk tersenyum.

setelah tiga jam mengobrol ngalor ngidul Antara sepupu Bang Halim dan Keluargaku, akhirnya Bang Halim dan sepupunya pun pamit pulang.

"Bang! ini kunci motornya ketinggalan...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status