Yuk kasih semangat buat author, biar update rajin! 🙏🙏🙏
"K-ke mana aku akan pergi?" tanya Lisa dalam hati dengan rasa cemas yang besar."Kalau papa tahu, dia pasti akan menendangku. Semua orang...semua orang mau menendangku. Aku...aku harus pergi.... Aku harus pergi...," gumamnya tak jelas.Tok! Tok! Tok! Suara ketukan pintu lagi-lagi mengganggu pikiran Lisa. Lisa memutuskan keluar sambil membawa kopernya.Ben langsung menyambut Lisa. Ben memang sedari tadi tidak beranjak dari depan pintu kamar Lisa. "Lisa, mungkin kau agak bingung sama apa yang kukatakan karena terlalu mendadak begini. Tapi percayalah padaku, tidak ada yang perlu kau khawatirkan jika bersamaku. Aku akan membawamu. Aku akan menebus kesalahanku dan membahagiakanmu. Ayo kita pergi bersama!" ucap Ben dengan wajah serius. Sementara Renata matanya tampak melotot pada Ben dengan wajah merah padam. Dia tidak habis pikir Ben bisa mengucapkan kata-kata seperti itu pada seorang wanita setelah sekian lama menduda. Apa jangan-jangan Ben terkena pelet dari Lisa? Apa mungkin seperti itu?
"Sejak kapan kau di situ, Win?" ucap Ben terkejut melihat Revin berdiri di sana."Apa itu penting sekarang?" Dengan langkah panjang, Revin langsung menghampiri Ben dan kedua orang tuanya yang sedang berdiri tak jauh darinya. Dia lalu menatap Ben. "Apa maksudmu mengatakan Lisa pernah mengandung anakmu?" tanyanya dengan tangan mengepal menahan emosi."Ben, katakan bahwa itu tidak benar? Kau pasti sedang melantur!" timpal Renata cemas. Alex hanya diam menatap Ben dengan raut tak percaya.Kening Ben tampak mengerut dalam. Keadaan sudah kacau, sekarang malah tambah kacau karena kehadiran Revin yang begitu tiba-tiba. Revin memang kembali lantaran teleponnya tidak ada satupun yang mengangkatnya. Dia sedikit cemas dan memutuskan untuk kembali bersama Liliana. Liliana sendiri hanya berdiri di tempat, di dekat tangga. Dia juga terkejut mendengar ucapan Ben bahwa Lisa pernah mengandung anaknya.Melihat Ben diam, Revin semakin emosi. "Jawab pertanyaanku! Jangan sampai emosiku meledak hingga akhirn
Ben mengejar Revin keluar. Dia mencegahnya. "Erwin! Tolong jangan pergi dengan emosi begitu.""Memangnya kenapa? Kalian berdualah yang sudah membuatku marah! Kalau bukan karena mama, aku pasti sudah menghajarmu! Berani-beraninya kau berencana untuk menikahi Lisa di saat dia masih berstatus istriku!""Lisa itu sedang hamil. Dan keadaannya tampak tidak baik. Aku mohon jangan berbuat kasar padanya," ucap Ben dengan wajah serius.Revin terkekeh jengkel. "Siapa kau! Dia itu istriku! Terserahku mau berbuat apa!"Ben menyipitkan mata. "Kalau kau berbuat kasar, maka kau akan tahu akibatnya!" ancam Ben tiba-tiba, membuat kening Revin seketika mengerut dalam. Walaupun dia tahu Ben menyukai Lisa tapi dia tidak menyangka Ben sampai mengancamnya seperti itu demi Lisa. Revin pun semakin yakin bahwa perasaan Ben terhadap Lisa adalah sungguh-sungguh. Kedua tangan Revin mengepal dan wajahnya merah padam."Kau pikir aku takut!" serunya dengan nada membentak."Kau harus takut karena aku tidak main-main.
Cherrine baru saja duduk bersama dengan seorang pria tidak jauh dari meja Revin. Sepertinya pria itu tidak asing. Dia pun langsung segera menandai pria itu. Dari beberapa foto yang lengket di otaknya, dia yakin pria itu adalah Nick Angkasa.Dan ya memang benar pria itu adalah Nick. Beberapa waktu lalu, Cherrine mencoba mendekatinya. Awalnya dia hanya ingin mengorek siapa Nick sebenarnya karena tampaknya Revin lebih berminat ingin tahu tentang Nick daripada Damian saat Cherrine mengirimkan foto Damian bersama Nick dan Lisa waktu itu. Mana tahu saja dia bisa mendapat info yang bisa menghancurkan hubungan Lisa dan Revin. Tapi setelah mendekatinya, Cherrine jadi tertarik padanya karena mendapati fakta bahwa Nick adalah anak tunggal dari salah satu pengusaha kaya di ibukota! Selain itu Nick juga cukup tampan menurutnya. Jika dia sulit mendapatkan Revin, Nick juga boleh! Malah Nick terlihat lebih oke karena belum pernah menikah alias lajang.Melihat Nick, rasa ingin tahu Revin muncul begitu
Suasana kafe cukup kacau, Aisyah sudah mencoba menghubungi Lisa berkali-kali tetapi hasilnya nihil. Lisa tidak mengangkatnya. Para karyawan dan pelanggan sedari tadi tampak cemas, tapi syukurlah sepertinya perkelahian sudah selesai."Dasar brengsek!" umpat Revin pada Nick yang sudah terkapar lemas di lantai."Ampun, Bang," lirih Nick takut-takut menatap Revin yang masih berdiri menjulang di dekatnya. Nick merasakan kepalanya semakin berkunang-kunang. Dia sungguh takut Revin akan menendang dan terus menyerangnya. Bisa-bisa dia mati. Lebih baik dia merendahkan dirinya demi keselamatan."Awas saja kalau kau tidak menjaga mulutmu itu berbicara tentang istriku! Aku bisa membuatmu lebih dari ini," ucap Revin sambil mengusap darah di sudut mulutnya yang pecah akibat balasan serangan Nick sebelumnya.Mata Nick melebar mendengar ucapan Revin. Ia mengangguk dan segera dibantu untuk duduk oleh dua karyawan kafe."Jauhi istriku. Jangan pernah kau mencoba kemari lagi!"Kening Nick tampak mengerut
Alis Evans menaik mendengarnya. "Kenapa dadamu bisa sakit? Bukankah kau jago berkelahi? Dengan siapa kau berkelahi?"Revin tidak menjawab, dia malah kembali memejamkan matanya."Revin!" panggil Evans. Melihat tidak ada respon, Evans sedikit khawatir. Dia membungkuk dan membuka kancing kemeja Revin. Dia ingin memeriksa dadanya. Apakah ada luka atau memar di sana. Evans sudah pernah mengalami koma karena berkelahi, waktu itu berkelahi dengan Danish, kakak laki-lakinya Erika karena kesalahpahaman. Jadi wajar jika Evans langsung memeriksa Revin."Tidak ada apa-apa di sini," gumam Evans."Kak Revin kenapa, Kak?" tanya Erika ingin tahu."Tidak apa-apa. Dia sepertinya tertidur. Lebih baik dia kuantar pulang saja.""Ya sudah kalau begitu, Kak," ucap Erika.Di waktu yang sama, Lisa masih berada di area kuburan. "Kenapa sudah malam?" gumamnya bingung. Dia pun memutuskan pergi ke kafe miliknya untuk makan malam. Keadaan kafe tampak baik-baik saja ketika dia datang."Mbak Lisa!" sambut beberapa ka
Melihat Revin, Aisyah sedikit bergidik, pasalnya kemarin itu Revin cukup menakutkan saat berkelahi. Dia pun segera pamit undur diri pada mereka."Ada apa?" tanya Lisa setenang mungkin tanpa menatap Revin yang sudah berdiri tegak di hadapannya.Kening Revin mengerut melihat sikap Lisa yang tampak santai saja, sementara dia tadi malam sudah seperti orang gila, sampai akhirnya berkelahi dan mabuk. Benar-benar bodoh! Di mata Revin, Lisa benar-benar sombong saat ini, mentang-mentang sudah ada Ben di sisinya. "Kau bertanya ada apa? Apa kau pikir kita tidak perlu berbicara sama sekali? Kita masih berstatus suami istri.""Kau sudah tahu semua kebusukanku. Apa lagi yang mau dibicarakan? Aku juga tidak berniat membela diri.""Oh begitu ya? Kau benar-benar wanita ular penipu yang luar biasa. Biar kau tahu saja, aku juga tidak sudi berlama-lama denganmu. Kedatanganku ke sini hanya ingin memberi tahumu secara langsung bahwa aku akan segera mengurus surat perceraian kita. Kuharap kau tidak bersembun
Hendra memucat saat Perusahaan Abimana tiba-tiba memutus kerja sama mereka secara sepihak. Dia pun segera menemui besannya itu di kantor utama Abimana secara langsung.Cukup lama Hendra menunggu hingga akhirnya dia diperbolehkan masuk untuk menemui Alex. Di ruang itu, selain Alex, ada Revin juga yang sedang duduk dengan tangan bersedekap sambil menatap remeh pada Hendra."Alex, apa yang terjadi? Kenapa kalian tiba-tiba memutus kerja sama kita secara sepihak begini? Apa saya ada berbuat kesalahan?" tanya Hendra menahan rasa kesal di dalam dada. Dia merasa tidak membuat kesalahan. Dia menjalankan peranannya dengan baik dalam kerja sama ini. Dan kerja sama ini cukup berhasil mendatangkan keuntungan bagi kedua belah pihak. Jadi masalahnya ada di mana?"Kau pasti sudah tahu sendiri apa kesalahan kalian? Jangan berpura-pura bodoh!" sahut Revin.Hendra berpikir dengan kening mengerut. "Apa ini ada kaitannya dengan Lisa?" tanyanya menebak.Alex membuka suara. "Iya. Revin akan menceraikan Lisa