Sejak membaca pesan obrolan Kak Revin dengan Kak Evans, aku benar-benar patah hati. Di mata Kak Revin, ternyata aku hanyalah seorang jalang, perempuan murahan. Ternyata penilaian Kak Revin tidak ada bedanya dengan penilaian keluargaku yang selalu mengataiku sebagai perempuan jalang dan murahan. Papakulah yang paling suka mencaciku seperti itu.
Padahal sejak kecil hingga aku SMA, aku selalu menjadi anak yang baik. Tiap papaku berangkat ke kantor, aku pasti akan membuatkan kopi yang nikmat kesukaan papaku. Aku juga suka memasak makanan yang enak-enak untuk papaku. Tetapi ternyata apa yang kulakukan selama itu, tidak cukup untuk membuat papa sayang padaku.
Hingga suatu hari, ketika aku masih kelas XII atau kelas tiga SMA, kejadian nahas itu terjadi.
Waktu itu papaku sedang berada di luar kota. Mama tiriku mengajakku pergi berja
Aku harus puas dengan hanya mengetahui fakta itu saja. Fakta bahwa kejadian malam nahas itu adalah ulah dari mama tiriku. Aku kemudian tanpa ragu memberitahukan segala sesuatunya pada papaku. Tetapi papaku sama sekali tidak percaya padaku karena tidak ada bukti. Papaku malah memaki-makiku karena telah berani memfitnah mama tiriku, juga mengatakan bahwa depresiku sedang kumat makanya berbicara sembarangan.Aku benar-benar sudah tidak tahan. Maka itu, aku memutuskan untuk menuntut harta ibu kandungku, lalu pergi dari rumah itu. Aku sadar bahwa aku telah ditipu habis-habisan, karena aku hanya mendapat sedikit dari harta ibuku. Tetapi tidak apa-apa, yang penting aku lepas dari tempat kejam itu. Dengan harta dari ibuku, aku bisa membeli sebuah apartemen mewah di tengah kota, juga bangunan berlantai dua yang kujadikan sebagai kafe kecil, dan satu unit mobil dengan harga yang cukup lumayan.&n
Hari sudah petang, Revin merenggangkan tubuhnya di kamar. Dia tutup laptopnya lalu berbaring di ranjang. Capek sekali rasanya karena beberapa tugas kantor sudah mulai diembankan padanya. Syukurnya sebentar lagi skripsinya akan selesai. Tetapi dia butuh hiburan malam ini.Lisa! Itulah yang terlintas dalam pikirannya. Segera dia raih ponselnya dari atas nakas, dan melihat pesan obrolannya dengan Lisa. Kalau dipikir-pikir rasanya seminggu ini Lisa tak pernah menghubunginya duluan. Keningnya mengerut saat menyadari bahwa seminggu ini hanya dirinyalah yang selalu menghubungi Lisa melalui pesan chat. Revin pun duduk, lalu memeriksa panggilan telepon guna memastikan. Dan ternyata memang sama saja. Tidak ada panggilan dari Lisa. Hanya panggilan dari dirinya saja yang tertera di riwayat panggilan. Padahal selama ini Lisalah yang selalu menghubunginya dan mengajaknya bertemu.Ada apa dengan Lisa?Revin menggeleng. Tampaknya dia ti
Lisa mengangguk."Yah, tidak seru! Aku mau mengajakmu ke klub. Mau ya?" bujuk Revin.Lisa menggeleng. Revin pun menghela nafas sedikit kecewa, tetapi dia memperhatikan Lisa sudah memakai gaun tidur berwarna kuning. Berarti Lisa tidak berbohong. Pastilah tadi Lisa memang siap-siap ingin tidur. Gaun tidur itu sangat cocok untuk Lisa. Tidak seksi tapi membuat Lisa tampak sangat imut saat ini di mata Revin. Revin memandang wajah Lisa yang tampak berbeda, muda sekali seperti anak remaja baru gede umur 16, 17 tahun. Padahal usia Lisa sekarang adalah jalan 21 tahun."Kau tidak pakai make-up ya?" tanya Revin memastikan."Iya, kan siap-siap tidur jadi make up-nya dihapus," jawab Lisa apa adanya.Mata Revin lekat menatap Lisa. Kalau tanpa make up, waja
Beberapa waktu ini Revin mendengar gosip bahwa Anna semasa SMA pernah tidur dengan murid tertampan di sekolahnya. Tentu saja gosip itu berasal dari mahasiswi-mahasiswi yang tidak menyukai Anna. Maka dari itu, Revin semakin gencar menjajaki Anna.Sayangnya Revin terlalu terburu-buru hingga membuat Anna takut. Revin berkata jika Anna tidak mau tidur dengannya, dia tidak akan memaksanya, tetapi masalahnya, Revin malah mencoba memeriksa keperawanan Anna dengan jarinya. Tentu saja Anna sangat terkejut, marah dan menamparnya. Revin merasa Anna sangat aneh, padahal menurut Anna, Revinlah yang aneh. Bukan cuma aneh tetapi juga jahat.Kejadian itu membuat Revin kesal setengah mati. Biasanya perempuan suka sekali disentuh olehnya, tetapi Anna malah menamparnya. Apa ini yang dinamakan jual mahal kelas tinggi?"Seandainya saja orang tuaku tidak menjodohkanku dengan Anna, aku juga tidak akan sudi mencoba menyentuhnya. Walaupun dia ca
Lisa sedang menelepon Aisyah, salah satu pegawai kepercayaannya di kafe. "Aisyah, kalau besok pagi petugas panti asuhan datang, kasih saja dua juta ya. Soalnya besok pagi saya ada kuliah," ucap Lisa memberi tahu. Sejak Lisa membuka kafe dan pendapatannya lumayan, Lisa memang memutuskan untuk menjadi salah satu donatur tetap di sebuah panti asuhan khusus untuk anak-anak penyandang cacat, panti asuhan 'Pelangi Anak'. Alasannya, ya, dia ingin saja melakukannya. Tidak ada alasan khusus. Waktu itu, petugas panti asuhan datang ke kafenya untuk mencari donatur. Dan setelah ia berkunjung langsung ke panti asuhan tersebut, melihat langsung keadaan di sana, Lisa pun memutuskan untuk menjadi donatur tetap panti asuhan tersebut. Walaupun sumbangannya mungkin tidak sebesar donatur-donatur kaya lainnya, tetapi Lisa ikhlas melakukannya. "Iya, Mbak. Beres! Ngomong-ngomong, nasi goreng sapi lada hitamnya, makin banyak yang minat lh
Dua minggu lebih telah berlalu sejak kejadian Revin yang datang tiba-tiba ke apartemen Lisa pada tengah malam, lalu melakukan hal itu pada Lisa.Lisa sudah membeli alat tes kehamilan. Dan pagi ini, sewaktu bangun tidur, dia menggunakan alat tes itu. Jantung Lisa berdebar-debar. Sungguh, dia takut sekali hamil. Dia sudah menghitung waktu, dan sudah waktunya dia melihat hasil tesnya.Deg!Garis dua. Dia hamil! Seketika tubuh Lisa menjadi lemas seperti jelly. Dia bersandar di dinding dan kemudian merosot duduk di lantai. Lisa menghela napas berat."Bagaimana ini? Apa aku harus memberi tahu hal ini pada Kak Revin? Bagaimana kalau Kak Revin marah dan kecewa padaku? Bagaimana kalau Kak Revin tidak mau bertanggung jawab? Kak Revin menginginkan istri yang baik, istri yang sempurna. Sementara diriku?"Di mata Revin dia hanyalah jalang, perempuan murahan, yang hanya digunakan Revin untuk m
Dua minggu lebih Revin tidak pulang ke rumah. Renata, mamanya Revin, selalu menghubunginya agar kembali pulang. Setelah merenungkan apa yang terjadi, Revin pada akhirnya memutuskan untuk pulang. Lebih baik dia mengalah saja, walaupun sebenarnya dia cukup keberatan jika disalahkan atas apa yang dia lakukan pada Anna. Menurut Revin, dia tidak punya salah pada Anna. Saat dia meraba bokong Anna perlahan dan kemudian Anna melarang, dia mau menurut untuk tidak melakukannya lagi. Saat dia meminta cium bibir, dan Anna tidak mau, Revin juga tidak marah. Saat Revin mengajak untuk berhubungan intim dan Anna menolak keras, dia juga bisa terima. Begitu pula saat dia ingin memeriksa keperawanan Anna di mobil waktu itu, Revin sama sekali tidak memaksa Anna. Dia hanya membujuk! Kalau dia memang memaksa, pasti dia sudah berhasil memeriksa Anna dengan jarinya. Revin hanya menyentuh roknya, tetapi Anna sudah keburu naik pitam dan menamparnya hingga dua kali.
"Apa yang terjadi sebenarnya?" ucap Revin saat Lisa menutup kembali pintu apartemennya. Lisa langsung melangkah dan duduk di sofa, di hadapan Revin. "Seperti yang tadi kuberitahu di pesan tadi, aku...hamil, Kak," ucap Lisa gugup. "Jangan bercanda. Apa maksudmu hamil? Bukankah kau selama ini minum pil kontrasepsi?" tanya Revin serius. Suaranya menyimpan emosi yang masih tertahan. Lisa menelan ludahnya. Dia bingung cara menjelaskannya. "Aku berhenti meminumnya sebulan lebih ini." BRAKKK! Revin menggebrak meja dengan keras, membuat Lisa terkesiap seketika karena sangat terkejut. Rahang Revin mengeras dan giginya merapat. "Kau menjebakku Lisa," ucapnya dengan suara dingin, penuh emosi. "Aku tidak menjebak Kakak. Ini di luar dugaan," jelas Lisa cepat. "Apa alasanmu berhenti minum itu dan kenapa kau tidak me