Revin melajukan mobilnya dengan kencang. Sebenarnya sedari tadi ia sudah berusaha menekan emosinya ketika berbicara dengan Lisa. Syukurnya dia tidak dalam keadaan mabuk, jadi segala sesuatunya dapat terkendali olehnya. Tetapi seraya mobilnya terus melaju, kemarahannya pun semakin menjadi-jadi. Dia marah, bahkan sangat marah! Lisa tidak benar-benar berada di kafe tadi malam. Untuk apa istrinya itu berbohong kalau bukan karena telah berselingkuh! Revin membayangkan Lisa bersenang-senang dengan teman prianya, dan itu membuatnya benci setengah mati!
Sepanjang malam, sepulang dari kafe Lisa, Revin terus berupaya untuk bersikap masa bodoh akan apa pun yang Lisa lakukan seperti yang dikatakan Alex, ayahnya, karena pada akhirnya, dia juga akan membuang Lisa. Tetapi tetap saja ia uring-uringan, Revin malah tidak bisa tidur sepanjang malam karena rasa kesal. Revin terus meyakinkan dirinya, bahwa sebagai seorang suami, sudah seharusnya dia marah dan keberatan karena harga
Tampak Lisa memakai celemek, topi koki dan masker. Ia juga memakai sarung tangan. Lisa tidak pernah selengkap itu ketika memasak. Biasanya ia hanya memakai celemek saja. Revin sedikit memutar arah dan melangkah ke meja makan. Dia menatap makanan di atas meja. Beberapa menu yang sangat menggoda lidah, sungguh menggugah selera. "Untuk apa kau memasak seperti ini? Kau pikir aku akan senang?" Revin berucap dengan nada dingin. Lisa mendadak linglung mendengar ucapan Revin, seolah ia ditarik paksa untuk kembali ke dunia nyata. Sedari tadi Lisa berada di dunianya sendiri, dan ia begitu menikmati apapun yang ia lakukan. Bunyi 'Ting' terdengar cukup nyaring, Lisa langsung kembali ke dapur tanpa menanggapi Revin. Aroma kopi nikmat menyeruak. Kening Revin semakin mengerut. Itu adalah espresso! Lisa membuat kopi espresso? Sebagai penikmat kopi, Revin terkadang cukup tahu hanya dengan mencium aromanya. Tak bisa menahan diri, Revin melangkah menuju da
Seusai mandi, Revin langsung turun ke bawah untuk makan malam."Lisa! Siapkan makan malamku!" titahnya dengan suara sedikit berteriak. Lisa yang masih berada di dapur seketika lamunannya pecah. Ia melangkah pelan menghampiri Revin yang ternyata sudah duduk di depan meja makan."Dasar lambat! Cepat, aku sudah lapar," bentak Revin. Tanpa berucap apa-apa, Lisa meladeni Revin makan. Ia juga menaruh segelas mojito espresso yang ia buat di dekat Revin. Lisa kemudian mengambil makanannya sendiri.Sesaat setelah itu, mulut Revin terbuka saat melihat Lisa malah melangkah membawa makanannya sendiri ke dapur. Kening Revin mengerut bingung. Tetapi ia segera teringat kejadian kemarin pagi saat ia mengatakan agar Lisa tidak makan di hadapannya jika masih berdandan menor seperti itu."Ternyata dia lebih memilih makan di dapur daripada memperbaiki dandanannya!" Revin mendengkus melihat Lisa yang cukup keras kepala.
Pada saat sarapan, lagi-lagi Revin melihat dandanan yang sama di wajah Lisa. Dan itu membuatnya geram. Saat Lisa mulai meladeninya makan, Revin membanting sendok dan menghembuskan napas kasar, membuat Lisa berjingkat terkejut. Lisa menatap Revin dengan wajah putus asa dan itu membuat Revin merasa tidak nyaman. "Aku ingin berkata jujur padamu. Wajahmu saat ini sudah seperti kotoran, dan itu membuatku mual. Apa kau bisa memakai topeng saat meladeniku makan?" Revin berucap dengan gigi yang merapat seolah-olah ia benar-benar sedang melihat kotoran. Sakit.. Hati Lisa sakit mendengarnya.. Istri mana yang hatinya tidak sakit saat suaminya sendiri mengatakan bahwa wajahnya seperti kotoran? Lisa hanya diam membisu.. "Mana pembantu yang kau pesan itu?" tanya Revin tiba-tiba. "Aku tidak jadi memakai ART," jawab Lisa dengan suara rendah. "Aku mulai bosan memakan masakanmu. Semakin
Pagi ini Lisa pergi ke rumah sakit lain untuk melakukan pemeriksaan secara mendetail. Walaupun Dokter Inggrid adalah dokter yang sudah terkenal hebat dan berpengalaman, tetapi Lisa masih ingin mencari secercah harapan. Mana tahu saja Dokter Inggrid keliru. Tetapi setelah melakukan serangkaian pemeriksaan, hasilnya tetap sama. Malah dokter lain itu menduga bahwa di rahimnya, tepatnya di bagian bekas luka parut, terdapat tumor. Dokter itu memintanya untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut, dan hal ini membuat Lisa menjadi ketakutan. Sia-sia saja ia mencari dokter lain. Tubuhnya semakin lelah dibuatnya. Lisa benar-benar merasa putus asa. Disaat ia akan kembali, seseorang mencegatnya. "Lisa!" Lisa menoleh dan keningnya mengerut melihat sosok tinggi di hadapannya. "Kau bolos lagi?" Lisa tak bisa menahan mulutnya untuk tidak menghakimi. Sosok laki-laki yang ada di hada
"Baiklah kalau begitu. Tolong siapkan makan siang untukku, Cherrine," ucap Lisa. Dia memang belum makan siang. Tadinya ia akan memesan makanan secara online."Maaf, Nyonya Lisa. Saya tidak sempat untuk memasak lagi. Saya harus mengantarkan makan siang ini untuk Tuan Revin sekarang juga. Dia sudah menanti." Ada nada sombong yang halus dari suara ART baru itu. Lisa menurunkan pandangannya dan melihat bungkusan kotak bekal makan siang di tangan Cherrine.Kening Lisa mengerut. "Apa suamiku yang menyuruhmu untuk membawakan itu?""Iya, Nyonya Lisa. Kalau begitu saya permisi." Tanpa menunggu tanggapan, Cherrine melengos pergi meninggalkan Lisa.Wajah Lisa muram. Entah apa yang direncanakan suaminya itu. Benarkah Cherrine seorang pelayan? Apa jangan-jangan perempuan itu selingkuhannya? Lisa menggeleng, menolak pemikirannya. Tetapi jelas sekali kemarin Revin mengatakan akan membalasnya.J
Sepuluh menit kemudian, Cherrine sudah menghidangkan makan malam di atas meja. Dia melirik Lisa masih duduk di sana, tetapi ia tidak berkata apa-apa. Dia naik ke atas untuk memanggil Revin. Beberapa saat kemudian Revin turun beriringan bersama Cherrine, mereka tampak akrab bahkan Revin dengan sengaja merangkulkan tangannya di bahu Cherrine sambil melirik Lisa sekilas. Lisa sama sekali tidak memperhatikan. Pikirannya sedang kosong seolah dia sedang berada di tempat lain. Revin sudah duduk di meja makan menunggu Cherrine meladeninya. Tetapi Cherrine malah melangkah ke arah Lisa. "Mbak Lisa, makan malam sudah siap." Barulah Lisa tersadar dari lamunan kosongnya. "Apa?" "Makan malam sudah siap, Mbak." Cherrine mengulangi dengan sabar dan lembut. Revin mengawasi dua wanita itu dari meja makan. "Oh, saya belum lapar. Nanti saja." Lisa enggan makan karena
Lisa sudah tidak tahan melihat Revin yang menaruh perhatian penuh pada Cherrine. Ia memilih menunduk, tidak menatap mereka lagi. Bahkan dulu, saat hubungannya dengan Revin masih baik-baik saja, Revin tidak pernah sekalipun menaruh nasi dan lauk ke piringnya saat makan bersama. Lisalah yang selalu meladeninya makan. Tetapi dengan perempuan itu, sedari tadi Revin bahkan terus menawarkan dan menaruh lauk ke piring perempuan itu.Lisa tersenyum kecut. Dia mulai yakin jika Cherrine memang bukan pelayan. Itu mungkin hanyalah kedok supaya mereka berdua bisa memiliki lebih banyak waktu untuk bersama. Mungkin inilah yang dimaksud Revin ketika kemarin dia mengatakan padanya bahwa ia akan berselingkuh secara terang-terangan.Lisa berupaya keras menekan perasaannya yang sakit dan cemburu. Dia terus mengulang-ulang di dalam hati bahwa Revin bukanlah untuknya. Tetapi tiap kali kata itu diulang, rasa sakit menderanya. Perasaan cintalah yang membuatnya mera
Mendengar itu, Cherrine tiba-tiba memberikan tatapan dingin pada Lisa. Sikapnya berubah setelah Revin tidak ada. Ia bersedekap seperti seorang bos. "Mas Revin yang memberikan kamar atas kepada saya. Memangnya kau mau protes apa?" ketusnya. Lisa terdiam karena terkejut. Apa ini tiba-tiba? Cherrine berani bersikap seperti itu karena ia sudah melihat sendiri bagaimana Revin memperlakukan Lisa. Revin jelas jijik pada Lisa, dan itu sesuai dengan penjelasan Renata, calon ibu mertuanya. Dia yakin walaupun di belakang Revin, ia bersikap kasar pada Lisa, semuanya pasti akan tetap aman. Bahkan jika Lisa mencoba melapor pada Revin, Revin tentu lebih percaya padanya daripada perempuan kuyu ini, bukan? Melihat Lisa membisu, Cherrine melenggang menuju lantai atas. "Perempuan bodoh," gumam Cherrine terkekeh pelan tetapi masih bisa didengar oleh Lisa. Setelah menyesuaikan diri dengan keterkejutannya yang sin