Share

Episode 05

"Mas Devan, ngapain ada di depan kamar ku?"

Laura terkejut dengan menampakkan suatu ada di depan pintu kamarnya.

Setelah dipikirkan lagi, dia ternyata sudah gila karena kepikiran ingin pasrah saja. Jadi, ia berniat ingin kabur dari rumah itu diam-diam, tapi Devan sudah lebih dulu menghadang jalannya.

"Mau ke mana lagi?" tanya Devan memasukkan kedua tangannya ke saku celana tidurnya.

Laura gugup untuk menjawab pertanyaan dari suaminya, ia pun memberanikan diri melihat ke arah suami yang sedang menatapnya.

"Mau minum, aku haus." jawab Laura beralasan seperti itu, ia tak mungkin mengatakan jujur tentang niatnya untuk kabur dari rumah ini.

Tanpa minta persetujuan dari istrinya Devan menarik tangan Laura, lagi-lagi Laura dibuat seenaknya oleh suaminya terus saja memaksa.

"Mau ke mana?" tanya Laura sedikit meronta ingin di lepaskan. Ia tak ingin bersama suaminya.

"Katanya mau minum." tanya Devan sudah sampai di ruang dapur.

Laura lega, ia pikir jika dirinya akan di bawa entah kemana membuat hatinya was-was tidak karuan.

"Duduk," titah Devan mengambil satu gelas air putih untuk istri kecilnya.

"Ini, minum lah." titah Devan menyodorkan minuman itu kehadapan Laura.

Tak langsung mengambil, Laura malah menatap suaminya itu dengan tatapan aneh.

"Kenapa? Mau ku minum kan juga?" goda Devan suka dengan raut wajah Laura mulai panik.

"Gak usah," tolak Laura mengambil minuman itu di tangan Devan, ia meminumnya hanya setengah dari air itu.

Keduanya terdiam sesaat dalam keheningan di malam semakin larut, seharusnya sepasang baru halal itu merasakan indahnya hubungan yang begitu indah. Berbeda dengan pernikahan yang di alami Laura saat ini.

"Kenapa terus menatap ku?" tanya Laura tak suka melihat tatapan suaminya itu.

"Memang kenapa? Wajar kan aku menatap istriku,"

"Aku bukan istri mu. Pergi sana dengan istri mu itu." usir Laura.

Devan tersenyum simpul, lalu bangun dari duduknya mendekat ke arah Laura. Sontak, Laura panik. "Mau ngapain?" tanya Laura panik.

"Terserah ku, kamu juga istri ku kan. Atau kamu ingin mengajak ku untuk--,"

"Stop, jangan di lanjutkan. Aku jijik padamu." sentak Laura bangun dari duduknya, ia pergi sedikit berlari kearah lantai dua di mana kamar berada.

Brakkk....

Laura membanting pintu kamar dengan kencang lalu menguncinya agar suaminya tak bisa masuk kedalam kamarnya. Rasa sakit yang di alami semalam masih membekas di tubuh dan hatinya. Perlakuannya sungguh membuat ia kecewa.

"Dasar pria mesum!" gumam Laura kesal, ia pun berbaring sambil menyelimuti seluruh tubuhnya dengan selimutnya.

.

.

.

"Ke mana gadis itu?" tanya Mama Linda tak suka jika salah satu dari mantunya itu belum juga menghampiri untuk makan siang.

"Biarkan saja nanti juga makan kalau lapar." jawab Devan dengan santainya suapi makanan setelah di siapkan oleh istri pertamanya.

"Jangan di biarkan seenaknya, Van. Dia harus tahu tujuannya untuk dinikahi untuk apa." sentak Mama Linda ingin segera menimang cucu dari putra semata wayangnya.

"Iya, Mas. Semakin cepat gadis itu melahirkan semakin cepat dia harus pergi dari kehidupan kita." sahut Nasya rasanya sakit juga melihat istri siri dari suaminya harus tinggal satu atap bersamanya.

"Aku sudah selesai," Devan tak menjawab pertanyaan dari Mama dan istrinya. Ia bangun untuk berangkat ke kantor.

Nasya pun bangun dengan rasa jengkelnya, ia harus menjadi istri yang baik di depan suaminya.

"Mas mau kemana?." tanya Nasya mengejar suaminya itu hendak pergi.

"Keluar sebentar ada urusan," jawab Devan akan masuk kedalam mobilnya

"Aku pergi dulu," pamit byDevan melirik ke atas balkon di mana ada istri keduanya sedang menatapnya juga.

Di atas balkon Laura ketahuan oleh suaminya sedang melihatnya. ia pun buru-buru masuk kedalam kamarnya.

Di rasa semua sudah pergi Laura pun turun mencari makanan. perutnya sedari tadi terus saja berbunyi karena lapar.

Ketika menuruni anak tangga Laura mendengar perdebatan antara Nasya istri pertama suaminya dengan ibu mertuanya.

Rasanya malas sekali melihat perdebatan mereka, Laura pun mengurungkan niatnya untuk mengambil makanan. Tapi keberadaannya di ketahui oleh ibu mertuanya sedang melihatnya.

"Mau sampai kapan mengurung diri terus, hah. Kamu tuh harus tahu tinggal di sini untuk apa?" sentak Mama Linda kesal, ia menarik tangan Laura untuk turun dari lantai dua.

"Turun." titahnya lagi.

Laura pun turun sesuai perintah dari ibu mertuanya, perutnya sedari tadi ingin di isi karena rasa lapar.

Ketika sampai di ruang dapur dirinya di tarik dengan cara paksa. Laura sedikit memberontak tak suka cara ibu mertuanya memperlakukan seperti ini.

Laura menghentikan langkahnya lalu menarik tangan dari cekalan ibu mertuanya, ia tak menyangka jika keluarga ini terus saja memaksakan kehendaknya sendiri tanpa berbicara lebih dulu padanya.

"Nyonya, aku juga istrinya berhak menentukan keinginan ku juga. Jika aku tak mau apa yang kalian lakukan pada ku?" tanya Laura menantang keluarga Mahesa.

"Apa kamu bilang, hah. Jika kamu tak mau apa kamu sanggup untuk mengembalikan uang yang sudah di berikan pada Paman mu itu, apa kamu sanggup?"

Laura terdiam, jika soal uang ia memang menyerah tak mampu untuk mengumpulkan sebanyak itu sampai ia tak tahu berapa jumlah uang yang di terima oleh Pamannya itu.

"Tak sanggup kan, jadi kamu harus mengikuti apa yang saya perintahkan."

"Saya akan melakukannya, Nyonya. Dengan satu syarat."

Mama Linda mengernyitkan keningnya, ia menatap gadis itu tak ada takut-takut nya padanya.

"Apa syaratnya?" tanya Mama Linda.

"Berikan aku 5 M, aku akan melakukan apa yang Nyonya inginkan."

"Kamu mau memeras ku, iya. Dasar wanita murahan." hina Mama Linda kesal, ingin sekali mengusir menantunya tak tahu diri ini.

"Terserah apa yang di katakan oleh, Nyonya. Aku di sini tak ingin di rugikan oleh kalian." ujar Laura pergi dari hadapan Mama Linda sedang kesal dan marah.

Tak berselang Nasya datang melihat ibu mertuanya sedang kesal.

"Mama kenapa?" tanya Nasya.

"Ini semua gara-gara kamu, jika saja kamu tak becus menjaga cucu ku mungkin keadaan seperti tak mungkin terjadi." omel Mama Linda pada Nasya, meluapkan kekesalannya pada Laura.

"Kok Mama marah-marah sih, itu juga ulah Mama jika saja Mama tak ceroboh mungkin anak ku sudah lahir." balas Nasya kesal, ia tak terima di tuduh sepenuhnya oleh ibu mertuanya.

"Seharusnya kamu hati-hati, mungkin sekarang aku sudah menimang cucu." ucapnya lagi pergi masuk kedalam kamarnya.

laura mengernyitkan dahinya melihat pertengkaran antara menantu dan mertua. ada masalah apa hingga keduanya bertengkar hebat seperti itu.

Mamanya Devan melihat Nasya hendak pergi dengan wajah kesalnya sudah menuduhnya yang tidak-tidak. Sedang kan kematian bayinya ulah mertuanya.

Sampai akhirnya Laura mendengar suara pintu di banting dengan suara teriakan dari ibu mertuanya.

.

.

.

.

.

.

"Nasya, mau kemana kamu?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status