"Mengapa bisa seperti itu? Selama ini Aku merasa aman-aman saja tinggal di sini," kata Milla tidak dapat menyembunyikan rasa anehnya ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Eddy. Sebelum mereka menjadi sepasang kekasih, Milla telah tinggal di pondok ini seorang diri dan itu baik-baik saja, mengapa sekarang setelah dirinya menjadi kekasih Eddy pondok ini jadi berubah tidak aman dalam pandangan kekasihnya tersebut? Milla merasa benar-benar tidak mengerti pada apa yang sedang dipikirkan oleh Eddy saat ini tentang pondok yang dia tinggali sekarang. Dia telah tinggal di pondok ini sejak kecil bahkan terkadang dirinya hanya tinggal seorang diri dan itu aman-aman saja walaupun saat itu ayahnya sedang bertugas ke luar kota untuk mengantar papanya Eddy bekerja. "Kamu mungkin nyaman tapi Aku merasa sangat tidak nyaman ketika membiarkan Kamu tinggal di sini seorang diri," sahut Eddy serius. Sebenarnya bukan sekarang saja Eddy merasa tidak nyaman membiarkan Milla tinggal di pondok kecil ini
"Kamu tidak tahu saja kalau Aku juga kemarin sangat khawatir membiarkan Kamu di sini di pondok ini seorang diri namun, saat itu Aku belum mempunyai kapasitas untuk menunjukan kekhawatiranku padamu, Aku takut Kamu akan merasa tidak nyaman kalau diatur-atur oleh orang asing sepertiku," Jawab Eddy pada akhirnya mengakui apa yang selaman ini dia rasakan. "Jadi kapan tepatnya kekasihku ini merasa khawatir?" tanya Milla ingin tahu. "Tidak mungkin dari pertama kita bertemu bukan? Karena Aku ingat dengan jelas bagaimana Kamu ingin mengusirku dari sini," kata Milla lagi sambil tersenyum menggoda. Eddy mengerutkan keningnya berusaha mengingat-ingat kapan tepatnya dia mulai merasa khawatir dengan Milla. Namun, sudah bolak balik dia mencoba untuk mengingatnya tapi dirinya masih tidak juga dapat mengingat kapan persisnya dia mulai memikirkan hal tersebut. "Apakah itu penting?" tanya Eddy sambil menatap Milla serius. "Tentu saja, itu sangat penting karena dari sana Aku akan tahu dengan jelas ka
Eddy tidak dapat berkata-kata ketika mendengar apa yang diucapkan oleh kekasihnya. Milla benar, bahkan dirinya sendiri juga pasti akan menolak untuk memakai barang-barang mending adiknya. "Baiklah, Aku mengerti, tapi karena Kamu akan pindah besok maka Aku akan tetap di sini untuk menjagamu malam ini," kata Eddy tegas tidak ingin di bantah. Milla mengerutkan keningnya. "Kamu mau menginap di sini?" tanya Milla bingung. "Yup." "Tapi di mana Kamu akan tidur? Kasur yang biasa dipakai ayahku telah rusak, sementara sofa juga terlalu kecil untuk Kamu pakai tidur." "Kita bisa tidur di kasur yang sama, Aku janji tidak akan macam-macam, kecuali Kamu yang meminta." " ... " Mengapa Milla mendapati kekasihnya ini menjadi semakin tidak tahu malu? Dimana sikapnya yang dingin dan acuh tak acuh dulu? Apakah ini sifat aslinya atau dia hanya bersikap seperti ini jika bersamanya? "Kalau begitu Aku akan tidur di sofa dan Kamu tidur di kasurku," kata Milla pada akhirnya. "Kamu mau tidur di sofa?
Keesokan harinya Milla bangun dengan wajah segar sementara Eddy tampak kusut dan kurang tidur. Gara-gara mandi air dingin semalam, Eddy jadi merasa segar dan akhirnya malah tidak bisa tidur sampai pagi. Dia tidak lagi berani mendekati Milla karena takut nafsunya akan bangkit lagi dan akhirnya harus ke kamar mandi dan mandi air dingin lagi untuk yang kedua kalinya. "Sayang, ada apa dengan matamu?" tanya Milla kepada Eddy yang tampak lemas dan kurang tidur sedang duduk melorot di sofa ruang tamu. Eddy melihat Milla sudah mandi dan harum, kekasihnya itu terlihat lebih cantik dan bersinar dengan wajah yang berseri-seri lebih dari kemarin "Tidak apa-apa," sahut Eddy singkat. Milla ingat kejadian tadi malam dan mandi malamnya Eddy. Diam-diam dia merasa bersalah dan bertanya-tanya apakah dia sangat buruk ketika sedang tidur hingga bantal-bantal yang dipasangnya sebagai pembatas pun jatuh semua ke lantai dan akhirnya dia malah membuat Eddy tidak bisa tidur dan merasa terganggu. Eddy mel
"Berikan padaku!" kata Eddy sambil mengulurkan tangannya kepada Milla. Bukannya memberikan remot gadis itu malah tersenyum lebar dan mengangkat alisnya menggoda Eddy. "Jangan harap!" kata Milla tegas sambil terus tersenyum seolah menantang kesabaran Eddy. Eddy terdiam. Dia menatap gadis di hadapannya serba salah, dia takut kalau bersentuhan dengan Milla api di dalam tubuhnya bangkit dan akhirnya dia harus mandi lagi. "Kamu telah mengganggu konsentrasiku," kata Milla lagi. "Aku hanya bosan dan sedang mencari acara yang menarik." "Masa?" goda Milla dengan senyum nakalnya membuat Eddy merasa gemas. "Apakah Kamu menggodaku? Apakah Kamu ingin Aku menyentuhmu?" tanya Eddy sambil balas tersenyum dengan mata nakalnya mengarah ke kaki Milla yang terlipat. " ... " "Kamu pikir kalau Kamu taruh di situ Aku tidak akan berani mengambilnya? Mari kita lihat apakah Aku berani mengambil dan sekalian menyentuhnya juga atau tidak!" tanya Eddy sambil nyengir bandel. "Jangan coba-coba!" ingat M
Eddy terkejut melihat gadis dalam pelukannya tampak berkaca-kaca matanya dan terlihat takut. Eddy mengerutkan kening bertanya-tanya di dalam hati apakah dia memang semenakutkan itu hingga membuat kekasihnya ketakutan dan hampir menangis? "Jangan menangis oke? Aku minta maaf," kata Edi sambil mengecup kening Milla dan melepaskan kekasihnya itu lalu kembali duduk di sofa. Mila mengikuti Eddy duduk di sofa yang ada di sampingnya. Sebenarnya kekasihnya itu tidak sepenuhnya salah karena dia juga yang awalnya merebut remote dari tangan Eddy. Padahal dia bisa saja pindah dari ruangan itu, misalnya ke meja kopi di dapur atau meja makan, bahkan dia juga bisa pindah ke kamar jika memang tidak ingin diganggu oleh Eddy. "Aku juga minta maaf, harusnya Aku mengerjakan semua ini di ruangan lain kalau tidak ingin terganggu." "Lalu Aku akan sendirian di sini? Kamu ingin melihatku mati kebosanan?" tanya Eddy cemberut. Milla bingung mendengar Eddy yang mengaku bosan jika tidak ditemani. Bukankah
'krucuuk!' Tiba-tiba perut Eddy berbunyi nyaring. Eddy merasa malu sendiri mendengar suara yang dikeluarkan oleh perutnya. Dia menggerutu di dalam hati mengapa setelah ada Milla dia jadi gampang sekali lapar? Padahal sebelumnya dia bukan orang yang hobi makan dan malah sering malas makan. Milla terkekeh geli ketika mendengarnya. "Apakah Kamu lapar?" tanya Milla dengan senyum menggoda. Eddy hanya mengangguk dengan tatapan antara malu dan memelas. Perut ini benar-benar telah merusak image yang ingin dimiliknya di hadapan gadis yang dia kasihi. Dia benar-benar merasa tidak berdaya menghadapi perutnya sendiri yang terus menerus lapar sejak Milla tinggal bersamanya. Masakan Milla benar-benar membuat Eddy ketagihan. Dia baru tahu kalau kekasihnya ini sangat pandai memasak. Masakannya benar-benar tidak kalah dengan rumah makan Sunda, sambel bikinan Milla pun benar-benar mantap hingga Eddy sulit untuk berpaling. Eddy jadi sering menambah makan. Dia merasa sepertinya perutnya mu
Eddy tersenyum saat mendengar apa yang Milla katakan, dia baru menyadari kalau kekasihnya itu ternyata sangat pemalu. "Jangan malu, bukankah itu adalah hal yang wajar? Ada banyak gadis yang menyinggung soal permasalahan anak dengan kekasih mereka dan itu bukan suatu hal yang memalukan untuk dibahas," hibur Eddy. " ... " Milla mengingat ingat apakah dia pernah membicarakan soal anak kepada temannya? Seingat Milla dia sama sekali tidak pernah membahas persoalan seperti itu bahkan dengan sahabatnya sendiri. "Baiklah, lupakan saja pembicaraan soal anak, mari kita makan, Aku lapar," kata Eddy sambil menarik kursi dari meja dan duduk. Mereka makan dalam hening. Eddy benar-benar menikmati masakan Milla yang luar biasa lezat. Diam-diam dia mengintip Milla yang sedang makan sambil berpikir, alangkah beruntungnya dia jika Milla benar-benar telah menjadi istrinya. Eddy mulai membayangkan dirinya sendiri dan anak-anaknya sedang duduk manis di meja makan menunggu Milla yang sedang memasak