“Mengapa aku terus mengalami hal gila seperti ini!?” teriak Olivia frustasi. Seolah berhubungan satu malam dengan pria dewasa yang tak dikenalnya belum cukup, kini dia menyaksikan hal paling menjijikkan dalam seumur hidupnya.
Olivia yang sudah tidak tahu harus kemana akhirnya memutuskan untuk pulang.
Dengan langkah kaki gontai Olivia membuka pagar besar rumahnya tersebut. Namun saat ia akan menyentuh terali pagar tersebut, Olivia dikejutkan oleh sebuah plang yang bertuliskan disita.
Olivia pun langsung berlari masuk ke rumahnya dengan wajah pucat pasi. Otaknya semakin tidak bisa berpikir jernih. Terlalu banyak hal yang membuat di shock mulai tadi pagi.
Mulai dari fakta dia menghabiskan sebuah malam yang gila dengan seorang pria dewasa yang tidak dia kenal hingga fakta bahwa pacarnya adalah seorang gay. Lalu sekali lagi dia dikejutkan kembali dengan plang kecil di pagar rumahnya yang bertuliskan disita.
“Apa-apaan ini? Apa Tuhan sedang kurang kerjaan? Atau memang jadwal april mop sudah berubah!” ujarnya saat masuk ke dalam rumah dan mendapati ada banyak petugas yang wara wiri di dalam rumahnya.
“Apa yang sebenarnya terjadi?” gumam Olivia tidak percaya saat melihat rumahnya yang biasanya bersih dan rapi kini berantakan dan penuh dengan orang-orang asing.
Olivia melihat ada banyak sekali petugas yang membawa kardus-kardus, tas-tas, dan barang-barang lainnya keluar dari rumahnya. Dia juga melihat ada beberapa petugas yang melebeli perabotan rumahnya dengan tulisan “disita”. Olivia benar- benar tidak mengerti situasi yang saat ini sedang terjadi di rumah.
“Ma? Pa??” Panggil Olivia begitu dimasuk ke dalam rumah, mencoba tidak menghiraukan semua petugas yang sedang sibuk dengan pekerjaan mereka.
“Maaa?? Paaa!!” panggil Olivia sekali lagi sambil mencari- cari ke setiap ruangan di rumah itu namun lagi- lagi tidak ada balasan sahutan dari mama atau pun papanya Olivia.
“Mama dan Papa ini kemana sih? Kok orang -orang ini dibiarin aja!!” Ujarnya kesal memandang ke semua petugas.
“Hey! Jangan sentuh piano saya!!” teriak Olivia saat salah satu petugas hendak menempel lebel disita di piano kesayangan Olivia.
“Maaf, nona. Kami hanya menjalankan tugas kami.” Respon si petugas dengan simpelnya.
“Apa- apaan sih! Kalian semua ini sedang apa? Apa yang kalian lakukan? Ini rumah tuan James Turner! Kalian pasti salah masuk rumah!! Sudah! Jangan sentuh barang-barang di rumah ini!” Olivia berteriak sambil menarik tangan salah satu petugas.
“Anda pasti putri tuan James Turner?” tanya salah satu petugas yang lainnya sambil berjalan ke arah Olivia.
“Ya, saya Olivia Turner. Anda pimpinan petugas- petugas ini? Kalau iya, tolong anda bawa semua anak buah anda ini keluar dari rumah orang tua saya. Kalian pasti sudah salah masuk rumah. Rumah ini tidak mungkin disita! Papa dan mama saya itu orang kaya!!” jelas Olivia dengan nada marah dan kesal.
“Nona Olivia, mohon dengarkan dulu penjelasan yang akan saya berikan.” Si petugas berusaha menenangkan Olivia sebelum memberikan penjelasan mengapa rumah ini disita oleh bank.
“Ih! Sudah saya bilang kalian pasti salah paham, mau jelasin apa lagi sih!” ndumelnya kesal.
Si petugas pun mengeluarkan secarik kertas dan memberikan kertas itu pada Olivia. “Nona, rumah ini sudah disita oleh bank karena orang tua Anda gagal membayar hutang mereka.” Petugas itu menjelaskan dengan sabar disaat Olivia membaca surat tersebut.
“Apa? Hutang? Orang tua saya nggak mungkin punya hutang! Ini pasti salah paham! Mana orang tua saya? Aku mau bicara sama mereka!” Olivia tidak mau percaya dengan penjelasan petugas itu. Dia juga merobek surat penyitaan yang diberikan oleh petugas tadi padanya.
“Nona Olivia, bukankah saya tadi meminta anda untuk tenang. Jadi tolong tenangkan diri anda dulu.” Ujar si petugas sekali lagi.
“Gimana mau tenang! Kalian semua sedang menyita rumah orang tua saya dan melebeli semua perabotan yang ada di rumah ini, lalu kalian ingin saya tenang? Yang benar aja! Sudah cepat katakan dimana orang tua saya? Saya ingin bertemu dengan mereka.” Ujar Olivia yang tetap ngotot ingin bertemu dengan papa dan mamanya.
“Saya menyesal sekali harus mengatakan ini pada anda nona Olivia, tapi orang tua Anda sudah meninggal, nona. Mereka bunuh diri dengan menerjun mobil mereka ke jurang. Mayat mereka saat ini ada di rumah duka. Pihak kepolisian sudah berusaha menghubungi nona sejak tadi pagi tapi nomor hape nona tidak aktif. Apa nona mengganti nomor hape atau bagaimana?”tanya si petugas pada Olivia.
Olivia langsung teringat kalau satu bulan ini dia memang mengganti nomor telepon genggamnya. Olivia sungguh tidak menyangka kalau hal sepele itu malah menyebabkannya tidak mendapatkan informasi tentang kematian orang tuanya.
Kaki Olivia terasa lemas, dan tidak lama kemudian seluruh pandangannya terasa gelap. Dan dalam kegelapan yang mulai perlahan menutupi pandangannya, Olivia masih bisa mendengar petugas tadi memanggil- manggil namanya.
“Nona Olivia??”
“Nona Olivia??”
“Nona Olivia??”
Setelah itu Olivia sudah tidak mendengar apapun lagi, tubuhnya roboh begitu saja, hanya suara dengung yang menyakitkan telinga saja yang saat ini dia dengar.
Olivia berjalan dengan langkah pasti menuju pintu keluar bandara. Tas ranselnya yang berisi pakaian dan barang-barang penting lainnya terasa berat di pundaknya, tapi dia tidak peduli. Yang ada di dalam pikirannya kini hanya satu, yakni bagaimana caranya dia bisa bertahan hidup, lalu menjadi sukses dan akhirnya bisa membalaskan dendamnya pada om dan tante.Olivia tidak pernah menyangka bahwa hidupnya akan berubah drastis dalam waktu singkat. Dia yang dulu hidup bahagia bersama ayah dan ibu nya di Sydney, kini harus merelakan mereka pergi selamanya karena sebuah tragedi yang tidak termaafkan.Ayah dan ibu Olivia adalah pengusaha sukses yang memiliki perusahaan properti besar di Australia. Mereka selalu memberikan yang terbaik untuk Olivia, anak semata wayang mereka. Mereka mengajarkan Olivia tentang nilai-nilai kejujuran, kerja keras, dan kasih sayang.Tapi semua itu hancur berkeping-keping ketika perusahaan mereka bangkrut karena ditipu oleh saudara kandung ayah nya sendiri, yaitu om d
“Papa senang kau pulang, Sam.” Ucap Kenzo Alberto, melirik putranya dari yang saat ini sedang sibuk dengan beberapa dokumen, di sebelahnya. “Mana mungkin aku berani untuk tidak pulang begitu yang mulia Kenzo Alberto menurunkan titahnya.” Balas Sam, tersenyum kecil sambil meneruskan memeriksa semua berkas yang dibawanya dari perusahaannya di Sydney. Bagaimanapun, kepulangannya yang begitu mendadak ke Jakarta, tentu saja berdampak bagi perusahaan. Jadi wajar jika ada banyak berkas yang tidak rela berpipsah begitu saja dari dirinya. “Papa sangat bangga melihat mu tumbuh menjadi seorang CEO yang sangat bertanggung jawab seperti ini. Dengan begini papa tidak ragu untuk meminta mu menjaga Oliv.” Seru Kenzo yang kali ini memandang serius kearah Samuel. Samuel sangat tahu kalau ujung dari basa basi sang papa pasti akan ke bocah yang akan di titipkan kepadanya itu. “Untuk bocah itu papa jangan khawatir. Walaupun Sam belum berpengalaman sebagai ayah, tapi Sam rasa Sam bisa untuk menjadi seora
"Apa benar kau adalah anak dari anak angkat papa ku?" tanya Samuel penuh selidik saat dirinya dan Olivia di tinggal berduaan di ruang makan oleh Kenzo, yang tiba-tiba harus pergi ke ruang tamu sebab ada koleganya yang datang. Olivia yang merasa saat ini dia tidak perlu menyembunyikan dirinya yang sebenarnya di depan Samuel, dengan ketus menjawab pertanyaan yang Samue berikan. "Kau ini sungguh lucu sekali, om Sam! Bukannya orang suruhan mu yang mencari ku, kenapa kau malah mempertanyakan hal ini padaku? Kalau kau ragu, maka tanyakan langsung pada orang mu! Jangan ke aku!" Balas Olivia ttajam. "Akhirnya kau menunjukkan warna asli mu!" ucap Samuel dengan seringai liciknya. "Tapi asal kau tahu, aku tidak akan membiarkan cewek gampangan sepertimu untuk menjadi anggota keluarga Alberto. Jangan kau kira karena papa ku terlihat sayang padamu maka kau bisa menjadi bagian dari kami. Aku tidak ingin kau bermimpi terlalu jauh!" Dengan angkuh, kata-kata itu meluncur dari mulut Samuel. "Tuan Sam
"Brengsek! Aku harus berhati-hati dengan pria tua mesum itu! kalau perlu aku harus tidur dengan mata terbuka." Seru Olivia dalam hati, memandangi Samuel yang pergi menjauh. "Ha?! Aku ada ide!" Olivia mengambil handphonenya, lalu dengan cepat jari-jarinya mencari salah satu online shope yang sudah membumi melangit di negara ini. Seringai licik pun penuh kepuasan pun tersungging di wajah cantik dan imutnya. Sepertinya apa yang dipikirkan oleh otak liciknya, ada di platform yang sewarna dengan baju para tersangka kejahatan di TV-TV. "Aku pesan ini, dan ini!" serunya, masih dengan senyum bak rubah kecil nan licik. "Malam ini aku hanya perlu mencari cara agar om-om mesum itu tidak menerobos masuk ke dalam kamar ku." gumamnya, sambil melihat Samuel yang kini berjalan menuju ke arahnya bersama sang kakek. "Hmm, sepertinya aku ada ide." serunya dalam hati, lalu berlahan tersenyum ramah ke arah sang kakek yang semakin mendekat. "Aku sangat ingin menemani mu lebih lama, Oliv. Tapi apa b
“Turun!!” Seru Samuel dengan tatapan dinginnya ke Olivia. “Disini? Yang benar aja!” balas Olivia tidak percaya kalau Samuel akan menurunkannya di tepi sebuah jalan yang sepi. Mana sudah jam 10 malam! “Aku bilang turun ya turun!” Ulang Samuel, yang sama sekali tidak peduli jika dia tengah menurunkan seorang gadis di tempat yang gila seperti ini. Olivia yang masih punya harga diri pun akhirnya turun dari mobilnya Samuel. “Dasar brengsek!” Seru Olivia sambil menghempaskan pintu mobil Samuel. Samuel menurunkan kaca mobilnya dan menatap Olivia dengan tatapan seorang bajingan yang benar-benar membuat Olivia ingin sekali melemparkan sepatunya ke wajah Samuel. “Alamat rumah ku sudah aku share ke wa mu! Dan satu lagi! Jangan berpikir untuk melaporkan hal ini pada papa ku. Atau kau akan menerima hukuman dari ku! Aku tunggu kau di rumah pukul 11 malam. Kalau kau telat, maka kau tidur di luar.” Seru nya lalu tersenyum bak seorang iblis dan meninggalkan Olivia begitu saja di tepi jalan itu. “
“Hei bro!! Kenapa nggak bilang kalau kau pulang?” seru Bagas sambil menepuk pelan pundak Samuel yang baru saja tiba di diskotik itu. “Mendadak. Maklum bokap.” Balas Samuel Ya, malam itu Samuel tidak pulang ke rumahnya. Dia sengaja mengerjai Olivia untuk lari terbiri-birit ke rumah, sedangkan dirinya malah langsung putar arah ke diskotik yang dikelolah oleh sahabatnya yang bernama Bagas. Diskotik itu sebenarnya satu kesatuan dengan hotel milik keluarga Samuel dan kepulangan Samuel ke Jakarta kali ini salah satunya adalah untuk mengurusi hotel dan diskotik itu. “Bos nggak bilang apa-apa memangnya?” tanya Samuel ke Bryan, tentang kakak tirinya. “Dario, maksud mu?CK! kau ini seperti tidak tahu kelakuan kakak tiri mu itu! Kalau pun dia datang ke hotel atau pun ke bar, kerjanya ya kalau tidak judi, ya paling main wanita sampai pagi.” Jawab Bagas yang terdengar muak membicarakan kakak tiri Samuel. “Kalau begitu aku tidak perlu khawatir. Paling tidak dia masih Dario yang sama.” Sahut Sa
"Sialan!!" Samuel memukul-mukul stir mobilnya berkali-kali saking besarnya rasa kesal yang saat ini di ujung ubun-ubun kepalanya. "Awas saja dia!" serunya masih dengan nada kesal, kemudian melajukan mobilnya untuk pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Samuel langsung melihat tajam ke arah kamar Olivia. "Bagus kalau kau sudah tidur!" ucapnya dengan kilatan mata yang menyimpan sebuah niat nan sangat jahat. Tab.. Tab.. Tab.. Langkah kaki Semuel terdengar sangat jelas di malam nan sunyi dan sepi itu. "Apa dia pikir setelah dia mengadu pada papa, aku tidak mengantarkannya dia sampai rumah malam ini maka malam nya akan berakhir tenang? Bukankah sudah aku katakan jangan mengadu, tapi cewek murahan ini sepertinya sedang menguji ku!! Dikiranya aku main-main dengan ucapanku?" Ndumel Samuel sambil berjalan menuju kamar Olivia. "Kklek.. kleekk!!" Samuel berkali-kali mencoba membuka pintu kamar Olivia tapi sepertinya pintu itu terkunci dari dalam. "Ah, sialan!" umpatnya marah. Tapi kalau
"Ah, Shiiiiit!!" Makinya kesal saat melihat bukannya Olivia yang berada di balik selimut yang ia tarik tadi, melainkan bantal guling yang di susun sedemikian rupa agar menyerupai orang yang sedang tidur. “Dasar cewek sialan!”Makinya lagi dan lagi sambil mengenakan kembali celana yang telah dia buka meski hanya bagian atasnya saja. Masih dengan mode mendumel, Samuel mencari kontak lampu untuk melihat dengan jelas seisi kamar. DIMANA CEWEK SIALAN YANG MURAHAN ITU BERADA! Kira-kita itu yang ada di dalam benak Samuel saat ini. “Tek!” Cahaya sinaran dua lampu yang berada di dalam kamar Olivia langsung memperlihatkan pemandanganya yang menjengkelkan untuk Samuel. Dimana ia melihat ada banyak sekali kertas yang di tempel di berbagai tempat di kamar itu. “Kau mencari ku?” Tulis Olivia di sebuah kertas yang di sertai emoticon mengejek. Kertas ini Samuel dapatkan di meja hias di kamar itu. Samuel langsung meremas kertas itu saking kesalnya. Mata nya kini melirik ke arah kertas yang di temp