Share

Aku yang Salah

Wanita dengan balutan gamis dan kerudung bertali itu masih menatap tajam pada sosok wanita yang terbaring lemah di atas ranjang pasien. Menunggu penjelasan dari wanita itu.

"Bisakah kalian tinggalkan kami berdua dulu? Kami perlu bicara, Mas," ucap wanita itu.

Meski agak heran Tiara membiarkan saja suami dan sahabatnya keluar. Jika Damar tidak mau menjelaskan semuanya dia berharap wanita ini yang menggantikannya. Melihat kondisinya yang sudah sangat lemah Tiara yakin wanita ini tidak akan mampu untuk berbohong.

"Kamu yakin?" tanya Damar khawatir.

Tentu saja pria itu takut kalau terjadi perdebatan antara dua wanita itu. Mengingat saat ini Tiara sedang dikuasai oleh emosi. Sedangkan sosok satunya tidak bisa berbuat apa-apa dalam kondisi yang sangat lemah. Dia takut Tiara akan berbuat nekat yang bisa membuat wanita lainnya semakin ngedrop.

"Apa kamu juga tidak percaya sama aku, Mas?" tanya wanita tersebut.

Dengan berat hati Damar keluar diikuti oleh Dina di belakangnya. Sebelum pintu benar-benar tertutup Damar menatap kedua wanita yang sama-sama ia sayangi itu dengan tatapan yang sulit diterjemahkan.

Kini tinggal dua wanita itu yang ada di dalam kamar rawat. Mendadak suasana menjadi hening. Hanya suara hembusan nafas masing-masing yang terdengar di telinga ditambah detak jantung keduanya yang saling berpacu. Namun tampaknya wanita yang terbaring itu jauh lebih tenang dibanding Tiara yang seperti Tengah menaiki wahana roller coaster.

Wanita itu tersenyum menatap Tiara yang masih berdiri kaku di sampingnya.

"Duduklah, Ra!" ucap wanita itu lembut.

Seperti terhipnotis mendengar perintah dari wanita itu, Tiara langsung duduk di kursi plastik yang ada di samping ranjang. Tatapannya masih belum teralihkan dari senyum tulus wanita yang terbaring itu.

"Sebelumnya terima kasih atas kedatanganmu, Ra. Meski pertemuan kita dengan cara seperti ini aku senang sekali akhirnya kita bisa bertemu. Mas Damar selalu menolak setiap kali aku meminta untuk dipertemukan denganmu."

Alunan suara lembut itu membuat Tiara yang tadinya emosi mendadak tak memiliki nyali. Sikap tenang dan santun dari wanita ini membuat Tiara segan untuk marah-marah padanya. Terlebih melihat wajahnya yang pucat itu.

Wanita itu kembali tersenyum menatap Tiara yang tiba-tiba berubah menjadi pendiam. Padahal tadi saat bersama dengan Damar Tiara sudah seperti banteng yang tengah mengamuk.

"Oh iya kamu pasti belum tahu siapa aku, kan? Kenalkan namaku Lela Nurlela. Kamu bisa memanggilku Mbak Lela atau Kak Lela mungkin?" Lela berusaha untuk mencairkan suasana dengan mengajak Tiara bercanda.

Hingga detik ini Tiara masih belum buka suara. Dia memilih untuk diam dan mendengarkan setiap untaian kata yang keluar dari bibir wanita bernama Lela itu.

Dalam hati Tiara kesal karena wanita ini seperti mengulur-ulur waktu dan tidak segera mengatakan siapa jati dirinya yang sebenarnya.

"Apa hubunganmu dengan Mas Damar?" Akhirnya setelah sekian menit bungkam pertanyaan itu yang meluncur dari bibir Tiara.

Bukannya menjawab Lela justru kembali melempar pertanyaan. "Kalau aku mengatakan apa hubunganku dengan Mas Damar apa kamu akan pergi meninggalkannya?"

Tiara melotot. Kenapa Lela terkesan seperti ingin membuatnya pergi dari suaminya, ya?

"Apa maksudmu? Apa kamu mau menguasai Mas Damar sendirian sehingga menyuruhku untuk pergi dari hidupnya? Oh atau kamu seorang pelakor yang selama ini menghabiskan uang suamiku? Jadi struk belanja yang kutemukan itu semuanya untuk membelanjakanmu?" Tiara melontarkan pertanyaan bertubi-tubi. Ketika diberi kesempatan untuk bicara maka dia tak ingin menyia-nyiakannya.

"Tiara, kamu salah paham." Lela berusaha untuk mendudukkan dirinya.

Meskipun melihat Lela kesusahan tapi tak ada niat sedikitpun bagi Tiara untuk membantunya. Dia ingin melihat seberapa kuat wanita ini sampai-sampai membuat suaminya berani membohongi dirinya.

"Bagaimana kabar Putri kecil kalian? Apa dia sudah bisa berjalan?"

Lagi-lagi Tiara melotot. Dia tak menyangka wanita ini mengetahui semuanya tentang rumah tangganya. Bahkan tentang Putri kecilnya.

"Pasti dia sangat lucu dan cantik seperti kamu," puji Lela tulus.

Namun pujian itu justru membuat hati Tiara semakin panas.

"Mbak tolong, ya nggak usah berbelit-belit. Katakan, apa hubunganmu dengan Mas Damar?"

Lela tampak menghela nafas panjang. Dia mencoba untuk meraih tangan Tiara, menggenggamnya erat-erat.

"Sama sepertimu. Aku juga istri Mas Damar," ucap Lela seperti petir menyambar Tiara.

Mendadak tubuh Tiara kaku. Jantungnya berdetak kencang dengan bibir bergetar. Matanya sudah berembun dan siap untuk tumpah jika dia berkedip.

"Tidak. Ini tidak mungkin!" Meski sudah menduga, tapi Tiara tetap nggak sanggup mendengar pengakuan Lela.

Tiara langsung bangun dan berlari keluar mengabaikan ucapan Lela selanjutnya. Ketika pintu terbuka Damar dan Dina yang menunggu dengan was-was langsung berdiri.

"Dek! Kamu mau kemana? Dek! Tunggu!" teriak Damar berlari menyusul istrinya. Namun saat teringat Lela, lelaki itu berhenti dan memilih untuk kembali ke dalam ruangan.

"Din, tolong ikuti istriku!" mohon Damar pada Dina.

"Kenapa harus aku bukannya kamu suaminya? Apa kamu lebih berat wanita yang ada di dalam sana daripada Tiara istrimu?" Dina menatap tajam pada Damar yang terlihat kebingungan.

"Please, Din. Sekarang Bukan saatnya untuk mendebatku. Tolong ikut istriku aku takut dia kenapa-napa di jalan."

Sebenarnya Dina ingin menumpahkan sumpah serapahnya pada Damar tapi dia harus menahan diri karena mengikuti Tiara jauh lebih penting untuk saat ini.

"Kenapa kamu malah kembali ke sini, Mas? Kejar Tiara, jangan biarkan dia pergi!" ucap Lela dengan tatapan sendu.

"Tidak, La. Aku tidak bisa meninggalkanmu dalam keadaan seperti ini," bantah Damar.

"Tapi Tiara lebih butuh kamu sekarang. Hatinya pasti terluka mengetahui fakta ini." Meski dalam hatinya juga merasakan sakit yang teramat dalam tapi Lela menyadari bahwa kini suaminya bukan miliknya sendiri. Ada wanita lain yang memiliki status dan posisi sama dengan dirinya di hati suaminya.

"Apa kamu sudah mengatakannya?" tanya Damar harap-harap cemas.

"Ya, aku sudah mengatakannya. Kupikir lebih baik dia tahu sekarang daripada nanti akan membuatnya lebih sakit."

"Semuanya?" tanya Damar.

Lela menggeleng. "Belum. Dia sudah terlanjur pergi sebelum aku menceritakan semuanya."

Damar menyugar rambutnya kasar. Selama ini dia tidak pernah ketahuan. Rahasianya tetap aman selama 2 tahun ini hingga Putri yang diharapkannya lahir ke dunia. Tentu saja dia belum menyiapkan jawaban untuk Tiara ketika dia tahu segalanya.

"Kamu nggak marah sama aku kan, Mas?" Lela menatap suaminya dengan tatapan takut.

Damar menggelengkan kepala. Semuanya sudah terjadi tidak ada yang perlu disalahkan karena memang faktanya seperti itu. Kalau ada orang yang harus disalahkan di sini adalah dirinya yang sudah membuat dua wanita harus merasakan sakit karena dirinya.

"Pergilah Mas. Susul Tiara dan jelaskan semuanya," pinta Lela.

"Tapi bagaimana denganmu?"

"Aku baik-baik saja. Ada dokter dan banyak perawat di sini. Kenapa harus takut?" Ucapan itu seolah menggambarkan kalau Lela baik-baik saja. Nyatanya jauh dalam lubuk hatinya, Lela merasakan luka menganga yang entah bisa sembuh atau tidak. Karena sebenarnya dia adalah wanita yang paling terluka di sini.

"Maaf," ucap Damar sembari mencium kening Lela lalu pergi meninggalkannya.

"Mengapa sesakit ini melihat dia pergi untuk wanita lain?" Lela memejamkan mata. Berharap besok dia tidak akan pernah bangun lagi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status