Share

Thomas dan Teman-Teman

Hantu itu menghilang tepat ketika istrinya bangun dan menanyakan apa yang sedang terjadi. Aryo tak langsung menjawab. Ia mengatur dulu napasnya sekaligus mengembalikan ketenangannya. Setelah ia tenang, barulah ia menjawab pertanyaan dari istrinya.

"Nggak apa-apa. Cuma mimpi buruk," jawabnya berbohong.

"Ya ampun. Emang mimpi apaan sampai teriak kayak gitu?" tanya istrinya sambil tertawa kecil.

"Mimpi buruk pokoknya. Udah, kamu tidur sana. Jangan sampai anak kita terbangun mendengar pembicaraan kita," ucap Aryo. Wanita itu mengangguk paham.

Malam ini Aryo benar-benar ketakutan. Ia mencoba tidur dengan membenamkan wajahnya ke bantal. Sekujur tubuhnya dibalut dengan selimut. Setidaknya dengan cara yang seperti itu, ia bisa sedikit meredam ketakutannya akibat kejadian barusan.

***

Keesokan harinya, ramai diperbincangkan tentang penampakan hantu perempuan yang sangat menyeramkan. Ternyata bukan hanya Aryo saja yang melihat, tetapi juga hampir seluruh penduduk desa.

"Tadi malam suami saya ngelihat hantu."

"Tunggu! Hantunya perempuan? Pakai daster putih? Rambutnya panjang? Wajahnya hancur mengerikan?" tebak yang lain.

"Kok Bu Ani bisa tahu?"

"Saya juga semalem ngelihat," katanya.

"Yang bener, Bu? Gimana ceritanya?"

"Waktu saya mau nutup gorden, dari jendela saya melihat hantu itu berjalan di sekitar rumah. Saya nggak terlalu memperhatikannya, karena saya takut jika hantu itu malah masuk ke rumah saya," ucap Bu Ani.

"Lah, masih mending, Bu. Tadi malam suami saya malah melihat hantu itu di kamar mandi. Parah banget, kan?"

Semua yang ada di sana bergidik ngeri. Namun sekali lagi, sebuah rasa penasaran selalu bisa mengalahkan rasa takut. Sehingga mereka tetap ingin mendengar kelanjutan ceritanya walaupun ketakutan.

"Apa? Di kamar mandi?"

Bu Endang, si wanita bertubuh gemuk itu bertanya. Ia sangat penasaran dengan cerita seram dari temannya itu.

"Iya, Bu. Kejadiannya sekitar jam sebelas malam. Saat itu suami saya mau kencing. Eh habis kencing tiba-tiba dia lari. Saat saya tanya katanya dia habis ngelihat hantu di kamar mandi."

"Terus gimana?"

"Ya saya takut lah."

"Nggak diperiksa kamar mandinya?"

"Enggak. Kalau beneran ada, bisa pingsan saya."

Pembicaraan mereka didengar oleh seorang anak remaja yang sedang berangkat ke sekolah. Dia lah Thomas, seorang lelaki yang bisa dibilang adalah tokoh utama dalam cerita ini. Ia yang sangat tertarik dengan gosip itu pun memutuskan untuk ikut walau cuma sebentar.

"Eh, Thomas. Mau berangkat sekolah?" tanya Bu Ani.

"Iya, Bu. Hehehe," jawabnya.

"Saya denger tadi Bu Ani habis ngelihat hantu, ya?" tanyanya setelahnya.

"Iya, di sekitar rumah saya," jawab Bu Ani.

"Kok bisa ya, tiba-tiba desa kita jadi angker?" ucap Thomas.

"Memangnya kamu juga ngelihat hantu itu, Thomas?"

"Enggak, Bu. Tapi semalem waktu aku begadang main game, aku kayak denger suara orang nangis. Tapi gak tahu siapa. Nggak aku pedulikan," kata Thomas.

"Positif. Pasti hantu itu," kata Bu Endang.

"Emm ... Gak tahu juga sih, Bu. Ya sudah kalau begitu aku mau berangkat sekolah dulu. Takut telat. Hehehe," kata Thomas.

Mereka mengangguk tanda menyetujui. Setelahnya, percakapan tentang hantu itupun kembali berlanjut. Namun tak ada yang menceritakan tentang sosok Marni yang masuk ke dalam rumah Aryo. Entah mereka belum mendengar berita itu ataupun karena mereka memang tidak ingin menceritakannya. Tidak ada yang tahu soal itu selain mereka saja.

***

Cahaya jingga dari sang senja sudah mulai muncul. Indah sekali. Namun sayangnya, keindahan itu cuma bertahan sebentar sebelum akhirnya warna hitam menguasai semesta. Ya, warna hitam yang menandakan bahwa hari sudah berganti menjadi malam yang menakutkan.

Di depan rumah yang besar itu seorang lelaki sedang duduk. Dia adalah Thomas. Matanya yang tajam ia pergunakan untuk memandang langit yang semakin lama semakin menghitam tanda akan hadirnya sang malam. Di wajahnya, tersimpan sebuah gambaran atas kekhawatirannya pada datangnya malam. Sebuah ketakutan akan banyaknya rumor yang beredar tentang hantu yang gentayangan di desanya.

"Sebenarnya apa yang terjadi pada desa ini? Kenapa tiba-tiba jadi angker?" tanyanya pada diri sendiri sambil menghembuskan napas pelan.

"Ah, sial! Ada kerja kelompok pula nanti," lanjutnya.

Itulah yang menjadi ketakutan tersendiri buatnya. Mengingat keadaan desanya yang sedang diteror oleh hantu gentayangan, harusnya ia tidak boleh keluar pada malam hari. Namun sebuah keharusan memaksanya untuk keluar.

Alhasil, malam harinya ia pun pergi ke rumah temannya yang kebetulan juga masih satu desa dengannya. Bersama Rio, temannya, ia berangkat berboncengan dengan naik motor. Tak jauh memang tempatnya, tapi untuk menuju ke sana harus melewati kebun pisang yang sangat gelap. Ya, karena di area itu tidak ada penerangan apapun selain lampu motor dan juga cahaya bulan.

"Thomas, cepatlah! Gelap banget, nih. Serem," kata Rio.

"Sabar lah. Jalannya jelek," kata Thomas.

Suasana sekitar yang gelap dan sepi membuat kedua manusia itu sedikit merasa takut. Di samping kanan dan kiri jalan terjejer pepohonan pisang yang jumlahnya tak dapat dihitung dengan jari. Berbagai cerita juga sudah banyak mereka dengar tentang kebun tersebut. Katanya, ada sosok hantu berbalut kain kafan di sana. Namun yang sekarang mereka takuti bukan hanya itu, melainkan juga hantu perempuan yang sedang bergentayangan.

Hanya keheningan yang menghiasi perjalanan mereka. Tak ada sedikitpun pembicaraan yang tercipta. Jalanan yang buruk membuat laju motor mereka menjadi sangat pelan. Thomas mencoba untuk tenang. Sampai pada akhirnya, ia pun berhasil melewati area kebun pisang tersebut tanpa ada gangguan sedikitpun dari alam lain.

"Lama sekali kalian," ucap seorang perempuan yang sudah berada di sebuah teras rumah. Sebut saja namanya Miya.

"Huff ... Iya, maaf. Semuanya sudah datang, ya?" tanya Thomas.

"Iya. Ayolah masuk! Sebaiknya kita cepat-cepat selesaiin nih tugas. Jangan sampai kemalaman," kata Sendy, sang pemilik rumah.

Mereka mengangguk menyetujui. Selanjutnya, lima manusia itupun berkumpul di dalam rumah. Di depannya sudah ada berbagai alat untuk membuat sebuah prakarya. Tugas itu wajib untuk diselesaikan malam ini karena besok sudah harus dikumpulkan.

Lumayan lama mereka mengerjakan, akhirnya tugas untuk membuat sebuah kotak pensil dari pelepah pisang itupun berhasil mereka selesaikan. Napas lega pun turut menghiasi suasana.

"Akhirnya selesai juga," kata Nana, gadis cantik berambut poni.

"Ngomong-ngomong, dari mana kamu dapat pelepah pisang sebanyak ini, Sen?" tanya Thomas.

"Oh ini? Ini dari kebun pisang Pak Mamat," jawab Sendy.

Thomas langsung membuka matanya lebar-lebar. Kebun pisang yang dimaksud itu bukankah kebun pisang yang tadi ia lalui? Teringat kembali cerita tentang penampakan pocong yang seringkali terjadi di area itu. Tak tahu mengapa, ia malah menjadi takut jika harus pulang melewati area sana lagi.

"Apa? Jangan bilang kalau kau mencurinya dari sana," ucap Thomas.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status