Satu jam di atas pesawat terasa lama bagi Rahma, rombongan Fauzan hanya memberinya waktu tiga jam untuk menunggu kedatangannya, jika dalam waktu yang sudah ditentukan Rahma tak kunjung tiba, maka Fauzan akan segera membawa Alif.
Sesampainya Bandara segera Rahma menaiki taksi menuju ke sekolahan Alif. Perasaannya berkecamuk, tidak menyangka ancaman orang tua Fauzan secepat ini di laksanakan. Dia benar-benar tidak rela kehilangan anak yang sudah diasuh layaknya anaknya sendiri itu begitu saja. Akan menjadi seperti apa Alif di bawah asuhan orang tua Fauzan yang kelihatan sombong dan egois itu.
Rahma berkali-kali menghela napas, dadanya terasa sesak, dia membayangkan bagaimana putranya itu terluka mendengar kenyataan bahwa dia bukan ibu kandungnya, pasti orang-orang di sana sudah memberitahukan Alif. Tak bisa dia bayangkan bagaimana reaksi Alif, apakah anak itu membencinya karena dia tidak berterus terang mengenai asal usulnya?
'Ah, Alif ... Bunda benar-benar minta maRahma berlari menyusul Alif yang sudah berada di halaman sekolah, mereka menyewa taksi online menuju Bandara. Nampak Alif akan memasuki sebuah mobil bersama Santi dan Fauzan, Rahma segera berlari menuju ke arah mereka."Tunggu ... tunggu!! biarkan aku memeluk Alif sebentar saja," kata Rahma menyongsong mereka.Mereka hanya menoleh sekilas, namun Alif segera menyongsong Rahma dan menyambut pelukan Bundanya itu."Alif ...." Reaksi Fauzan sangat terkejut ketika Alif berbalik dan berlari menyongsong Rahma.Rahma memeluk putranya itu dengan erat, begitu juga dengan Alif, anak itu benar-benar berat meninggalkan bundanya."Alif ... Alif ... ingat ya, Nak ... ada Bunda di sini yang selalu menyayangi Alif," kata Rahma sambil terisak-isak.Alif semakin mengencangkan pelukannya, tangisnya terdengar begitu pilu, teman-teman dan gurunya yang menyaksikan tanpa terasa ikut keluar air mata."Alif ... sudah! Nanti kita ketinggalan pe
Rahma dan Fitri memasuki rumah dengan langka gontai, hari sudah jam empat sore. Rahma hendak bersiap-siap mandi ketika Fitri datang dengan wajah cemas."Mbak, aku pinjam motor sebentar ya? Bapakku di rumah ngamuk, Mbak. Dia tidak mau makan yang di masak adikku, katanya nggak enak. Jadi dia maunya makan masakanku, nanti habis magrib aku ke sini lagi," kata Fitri"Ya Allah, Fit ... Mbak malah ngerepotin kamu terus, maafkan Mbak ya?" kata Rahma jadi tidak enak meminta Fitri menginap di rumahnya."Nggak apa-apa, Mbak. Biasanya Fitri masak banyak, tapi tadi siang sudah habis, jadi tadi Reni masak lagi, Bapak nggak mau makan, katanya masakan Reni gak enak. Jadi aku sekalian mau masak banyak untuk besok juga, masukin kulkas biar besok Reni tinggal manasin," kata Fitri langsung mengeluarkan motor Rahma dan pergi menuju rumahnya.Sehabis mandi dan salat Ashar, Rahma rebahan di ruang tengah, rasanya badannya pegal semua hari ini sepulang dari perjalanan jauh dia be
"Lah itu anak lahir diluar nikah?" tanya Pak Sagala terkejut."Maksudmu Rahma punya anak tapi belum pernah nikah, Bas?" tanya Bunda Asti lagiBastian menghembuskan napasnya dengan kuat, dia masih bingung menceritakan tentang Rahma dimulai dari mana."Kalian pasti terkejut jika tahu kenyataan tentang Rahma," katanya akan memulai cerita."Kami sudah terkejut mendengar kalau perempuan itu memiliki seorang anak tanpa menikah," kata Pak Sagala mendengus kesal."Awalnya aku beranggapan demikian juga, Pap. Walau gitu aku menyukainya, aku mengesampingkan semua hal itu, aku beranggapan mungkin dia korban perkosaan atau apa, karena sikapnya benar-benar tidak mencirikan wanita murahan. Hingga suatu hari, aku terkejut mendengar kenyataan yang diceritakan oleh Romi," kata Bastian sambil menghirup kopi susu yang masih panas."Memangnya Romi cerita apa?" Bunda Asti benar-benar tidak sabaran mendengar cerita Bastian."Suatu hari Mama Virda dan Santi
Bastian masuk kantor didampingi Papanya, Pak Sagala masih sangsi melihat kondisi kesehatan putranya itu, sehingga dia ingin mendampinginya, walaupun ada beberapa pengawal yang terus menjaga Bastian. Sebenarnya Bunda Asti sudah melarang keras, karena suaminya itu juga belum pulih benar pasca operasi. Akan tetapi Pak Sagala lebih mengkuatirkan kondisi putranya daripada kondisinya sendiri. Bastian sendiri tidak keberatan Papanya ikut ke kantor, dia bisa semakin dekat dengan lelaki yang paling dihormatinya itu. Sekarang Bastian sudah memiliki sekretaris pribadi, seorang lelaki muda yang baru lulus perguruan tinggi jurusan Administrasi Kantor. Dia lelaki yang cerdas, cepat belajar dan tanggap dengan tugas-tugasnya. "Jadwal Bapak hari ini ada meeting dengan bagian accounting, Pak," kata Adam Affandi sang sekretaris. "Mereka langsung suruh ke mari. Rapat di ruanganku saja," kata Bastian. "Baik, Pak." "Adam, sekalian panggil Pak Andre dan Pak Ru
Rahma berjalan dengan langkah ringan mengitari rumah Bastian yang cukup luas, tangan kirinya menjinjing ember dan tangan kanannya memegang tangkai pengepel. Mulai hari ini dia tidak lagi ke sekolah, kepala sekolah sudah membebaskannya datang ke sekolah."Sekolah juga minggu depan tengah menghadapi ujian semester, jadi Bu Rahma bisa mengambil cuti, Fokus untuk menyiapkan pernikahan," kata Bapak Kepsek kala itu.Hari pernikahan tinggal tiga hari lagi, hari ini Rahma fokus membersihkan seluruh ruangan, di luar sudah dipasang tenda dan tengah didekorasi. Tidak ada pelaminan, acara hanya akad nikah dan ramah tamah saja. Tenda dipasang takut tidak cukup jika tamu duduk di dalam rumah.Catering sudah di pesan untuk tiga ratus undangan saja. Dodit bagian pemesanan catering, tenda dan dekorasi. Fitri bagian mengurusi baju pengantin dan MUA. Untuk undangan, Dodit bagian mengundang semua karyawan di perusahaannya, Fitri bagian mengundang teman-teman pengajiannya seda
Bastian bentar-bentar mondar-mandir di kamar, hari baru jam lima sore, dia mau ngapain sambil menunggu besok pagi. Ah, jenuh banget ... rasanya sudah kangen berat sama Rahma, temuin sebentar gak apa-apa kali ya? batinnya, dia segera keluar kamar dan bersiul dengan riang."Hm ... mau ke mana?" tanya Bunda Asti nyaring di belakangnya membuat Bastian berhenti melangkah, Aish ... bakalan gaswat ini ..."Keluar sebentar, Bunda," jawabnya dengan wajah memelas, tapi Bunda Asti malah semakin memasang wajah galak."Pasti mau menemui Rahma, kan? Kamu tu lagi dipingit, Bas. Jangan keluyuran ke mana-mana. Pamali calon pengantin keluyuran," Kata Bunda Asti membuat Bastian jadi lemes."Besok juga kamu bakal ketemu dia, bahkan sudah sah jadi istrimu, mau kamu apa-apakan juga gak bakal ada yang ngelarang, malah dianjurkan," kata Pak Sagala menghampiri mereka berdua."Dengar ya, Bas ... kalau ada acara pingitan itu, nanti ketika ketemu sama calon pengantin kita itu
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga, Bastian bangun lebih pagi dari biasanya segera dia mandi dan memakai baju pengantin. Romi banyak meledeknya, bahkan keduanya bersenda gurau tentang penampilan Bastian yang gagah memakai baju teluk belango adat sumatera.Fitri menginap di rumah Bastian, dia selalu setia mendampingi Rahma. Dia akan memastikan pernikahan sahabatnya itu berjalan dengan lancar.“Mbak, kamu cantik banget ...,” puji Fitri ketika Rahma telah selesai dirias memakai baju kebaya warna putih, dengan hiasan untaian melati di atas jilbabnya.“Benar, Mbak. Nanti Pak Bastian pasti terpukau dan terpesona,” sela Dodit.“Ah, bisa saja kamu, Dit.” Rahma tersenyum malu.“Mbak gak pernah pakai make up, sekali pakai cantiknya luar biasa,” kata Fitri memeluk Rahma dari belakang.Rahma segera meraih foto di atas nakas, dipandanginya foto itu denga
"Bawa kemari mempelai wanitanya," kata PenghuluRahma dengan gugup berjalan ke ruang tamu, didampingi Bunda Asti. Bastian nampak terperangah melihat kecantikan perempuan yang kini sudah menjadi istrinya itu. Seulas senyum menghiasi wajah cantiknya yang dipoles make up,'Ah ... kok bisa cantik banget gini?' batin Bastian tak lepas memandang wanita yang kini duduk di sampingnya.Rahma segera mengulurkan tangan dan mencium punggung tangan lelaki yang telah sah menjadi suaminya, ada kehangatan yang mengalir ke peredaran darah Bastian melihat wanita itu mencium tangannya dengan takzim, terasa ada yang membasahi tangannya,' Ah ... wanitaku menangis, mungkinkah ini tangisan bahagia?'Tak tahan melihat butiran bening mengalir di sudut mata wanitanya, Bastian segera mengusap mata dan pipi Rahma, secara perlahan kening wanita itu dikecupnya, rasanya masih sama ketika pertama kali mendaratkan ciuman di kening wanita itu, ada deburan