BAB 17 Saat akan berganti pakaian di dalam kamar, ia pun teringat akan kamera CCTV yang ada di dalam kamarnya. Ia melirik kamera itu lalu mengambil pakaian dari dalam almari. Setelah itu ia masuk ke dalam kamar mandi lagi untuk berganti pakaian. Ia tidak mau Dokter Ardian melihat tubuhnya yang telanjang melalui kamera CCTV yang ada di dalam kamarnya. Setelah berganti pakaian, Citra keluar dari dalam kamarnya dan turun menuju meja makan. Sedangkan Nizam, sudah ia titipkan pada Bik Yati sebelum mandi. Di meja makan, Dokter Ardian sudah menunggu Citra untuk sarapan bersama seperti biasanya. Namun, kali ini ada rasa canggung di antara mereka karena sudah berstatus suami istri. Citra bingung harus bersikap bagaimana. Mau menyiapkan makanan, tapi sudah disiapkan Bik Yati semua. Begitu juga dengan Dokter Ardian, ia tidak tahu apa yang akan ia lakukan pada Citra yang kini sudah menjadi istrinya. “Mm ….” Dokter Ardian dan Citra hendak membuka pembicaraan hampir bersamaan setelah menghabis
BAB 19 Seusai kepergian Dokter Ardian, Nizam mulai mengantuk dan merengek. Ia menarik-narik kancing bagian atas baju Citra. Citra pun membuka kancing bajunya dan memberikan buah dadanya pada Nizam seperti biasanya. Sejak bayi, Nizam sudah terbiasa mengempeng buah dada Citra. Citra pun sudah terbiasa melakukannya. Hingga akhirnya mereka berdua tertidur bersama dengan pintu yang masih terbuka lebar. *** Siang hari, Dokter Ardian kembali pulang ke rumah. Ia naik ke lantai dua menuju kamarnya. Saat melewati pintu kamar Citra yang terbuka, ia pun masuk karena melihat Citra berbaring miring membelakangi pintu seperti tadi. Ia mengira Citra sedang menggoda Nizam yang berbaring di sampingnya. “Nizam … Papa datang, Sayang …,” ucap Dokter Ardian seraya berjalan mengendap-endap menghampiri Nizam karena ingin membuatnya terkejut. Namun, saat Dokter Ardian sudah sampai di tepi ranjang Citra, betapa terkejutnya ia saat melihat buah dada Citra yang terbuka dan sudah terlepas dari mulut Nizam.
BAB 21 “Bagaimana ini? Masa Dokter Ardian beneran mau tidur di sini?” gumam Citra dengan khawatir. Ia pun kembali menutup pintu kamar mandi dan menunggu Dokter Ardian pergi dari kamarnya. Tiga puluh menit berlalu Citra tak kunjung keluar dari dalam kamar mandi, Dokter Ardian pun turun dari tempat tidur dan mengetuk pintu kamar mandi. “Kamu gosok gigi apa tidur? Lama sekali di dalam kamar mandi?” tanya Dokter Ardian di depan pintu kamar mandi. Citra pun terperanjat kaget ketika mendengar suara Dokter Ardian. Ia bingung harus bagaimana. Akhirnya ia diam dan berpikir untuk mencari alasan. Karena tidak ada sahutan dari Citra, Dokter Ardian pun membuka pintu kamar mandi yang memang tidak dikunci oleh Citra. Ia mengira Citra pingsan di dalam kamar mandi. “Dokter!” seru Citra saat melihat pintu kamar mandi terbuka. “Kamu sedang apa di dalam kamar mandi? Lama sekali,” tanya Dokter Ardian saat melihat Citra berdiri di depan wastafel. Citra pun keluar dan melewati Dokter Ardian yang ber
BAB 23 Pagi hari Citra turun ke lantai bawah untuk sarapan bersama Dokter Ardian seperti biasanya. Namun, kali ini berbeda. Biasanya Dokter Ardian sudah duduk di meja makan sambil membaca koran, tapi pagi ini meja makan masih kosong. “Dokter Ardian mana, Bik?” tanya Citra pada Bik Yati. “Belum turun, Mbak,” jawab Bik Yati lalu mengambil alih Nizam dari gendongan Citra seperti biasa. “Tumben,” gumam Citra seraya mengerutkan keningnya. Citra pun kembali naik ke lantai dua untuk melihat Dokter Ardian. Hari ini Dokter Ardian harus bekerja. Citra tidak ingin Dokter Ardian terlambat. Di rumah sakit pasti sudah banyak pasien yang menunggunya. Sesampainya di depan pintu kamar Dokter Ardian, Citra mengetuk pintunya. “Dok …,” panggil Citra. “Eh salah, Mas …,” ralat Citra dengan jantung berdebar. Memanggil Dokter Ardian dengan panggilan “Mas” membuat Citra merasa kikuk. Sudah beberapa kali Citra mengetuk dan memanggil Dokter Ardian, tapi tidak ada sahutan dari dalam kamar. Karena merasa
BAB 25 “AKU LELAH!” Tulis Citra pada status di sebuah aplikasi berwarna hijau. Sudah lama ia tidak membuat status pada aplikasi tersebut karena terlalu sibuk mengurus Nizam. Siang hari Dokter Ardian sedang beristirahat di ruang poli kandungan. Ia menyantap makan siangnya sambil mengecek ponselnya yang sedari tadi tidak ia pegang selama memeriksa pasien. Saat membuka aplikasi hijau, ia pun mengerutkan keningnya saat melihat status Citra. Ini pertama kalinya Dokter Ardian melihat status Citra di aplikasi hijau tersebut. Dokter Ardian pun paham apa yang dirasakan Citra. Selama ini memang Citra belum pernah meminta izin libur atau pun jalan-jalan. Citra tidak pernah mengeluh meskipun terkadang Nizam rewel. Ia merasa tidak salah memilih Citra menjadi pengasuh Nizam. Namun, sekarang ia menjadi merasa tidak enak karena tidak pernah memberikan Citra waktu libur. Sore hari Citra menunggu Dokter Ardian pulang di teras rumah. Ia sudah tidak sabar untuk meminta cerai pada Dokter Ardian. Namun
BAB 27 “Kenapa kamu menutup mata?” tanya Dokter Ardian seraya menyalakan mesin mobil setelah memasang sabuk pengaman pada tubuhnya. Citra pun membuka matanya dan mendengkus dengan kasar. “Nggak kenapa-kenapa,” jawab Citra dengan jantung berdegup kencang. Setelah itu Dokter Ardian pun melajukan mobilnya keluar rumah. *** Tiga puluh menit kemudian Kini sampailah mobil Dokter Ardian di parkiran Mal Galaxy. Mal itu sangat besar dan megah. Ini pertama kalinya Citra datang ke mal tersebut. Biasanya ia hanya lewat saja dan berbelanja di mal atau toko lain karena barang di mal ini terkenal sangat mahal. “Ayo turun!” ujar Dokter Ardian tiba-tiba seraya melepaskan pengait sabuk pengaman miliknya lalu melepaskan yang dipakai Citra. “Kenapa kita ke sini, Mas?” tanya Citra setelah mengetahui mobil itu berhenti di Mal Galaxy. Meskipun agak aneh, tapi ia akan mulai membiasakan diri memanggil Dokter Ardian dengan sebutan “Mas”. “Nanti kamu juga akan tahu,” balas Dokter Ardian seraya membuka
BAB 29 “Mm … tolong jangan salah paham dulu, Kak. Aku akan jelaskan semuanya,” ucap Citra dengan memelas dan menggapai tangan Zidan. Zidan pun melihat cincin kawin yang tersemat di jari Citra. Ia tersenyum masam. “Nggak perlu! Semuanya sudah jelas. Terima kasih atas PHP-nya selama ini,” tolak Zidan lalu mengibaskan tangan Citra dengan kasar. Setelah itu ia pergi meninggalkan meja Dokter Ardian dan Citra dengan marah. Citra melihat kepergian Zidan dengan menggigit bagian dalam bibir bawahnya. Ia merasa sangat bersalah pada Zidan. Ia hendak mengejar Zidan, tapi tiba-tiba tangan Dokter Ardian meraih tangan Citra untuk menahannya. “Mau ke mana?” tanya Dokter Ardian. Citra menatap Dokter Ardian lalu menatap punggung Zidan yang pergi semakin menjauh. “Saya harus menjelaskan pada Kak Zidan kalau … kalau ….” Citra tidak mau melanjutkan kalimatnya. “Kalau apa?” tanya Dokter Ardian lagi, menuntut jawaban dari Citra. “Pernikahan kita tidak seperti yang dia bayangkan!” jawab Citra dengan
BAB 31 “Cit, buka pintunya!” seru Dokter Ardian dari luar dan menggedor pintu itu. Citra bangkit dan berdiri, tapi tidak untuk membuka pintu, melainkan berjalan ke arah tempat tidur lalu berbaring dan memeluk Nizam. Tadinya ia akan pergi sebentar untuk menjelaskan semuanya pada Zidan dan menitipkan Nizam yang tertidur pada Bik Yati, tapi Dokter Ardian malah melakukan itu padanya. Nizam yang mendengar kegaduhan karena ulah Dokter Ardian segera membuka matanya. Ia pun tersenyum saat melihat Citra sedang memeluknya. Sejak bayi, Nizam sudah menganggap Citra sebagai ibunya karena Citra-lah yang merawatnya sejak bayi. *** Kos Zidan Zidan memukul bantalnya berkali-kali dengan marah. Ia merasa dipermainkan Citra selama ini. Ia masih ingat betul ketika ia mengutarakan perasaannya pada Citra. Citra mengatakan kalau ia tidak mau menjalin hubungan serius dengan siapapun untuk saat ini. Ia ingin fokus kuliah lalu bekerja dan membahagiakan ibunya. Namun, kenapa hari ini Citra sudah bersuami da