BAB 197Sesampainya Dokter Herlina di hadapan kedua mempelai pengantin, Dokter Ardian, Dokter Herlina, dan Citra sempat tertegun.Dokter Ardian tidak menyangka kalau Dokter Herlina akan datang di pesta pernikahannya. Ia mengira kalau Dokter Herlina tidak akan datang karena sudah terlanjur sakit hati.Citra menatap Dokter Herlina dengan dada meradang. Sejak dulu ia selalu merasa cemburu dengan Dokter Herlina.Dokter Herlina merasa canggung. Ia merasa malu pada Dokter Ardian karena mengejar suami orang. Dengan segera ia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Dokter Ardian.“Selamat ya, Dok, atas pernikahan keduanya,” ucap Dokter Herlina dengan tersenyum yang dipaksakan.“Terima kasih,” balas Dokter Ardian dengan tersenyum.Setelah itu Dokter Herlina juga berjabat tangan dengan Citra dan mengucapkan selamat.Usai turun dari pelaminan, Dokter Herlina segera keluar dari aula hotel menuju mobilnya yang ada di area parkir. Ia menangis tersedu-sedu di dalam mobilnya.“Kenapa sesak
BAB 198Citra pun memajukan bibirnya. Tiba-tiba ia manyun lalu melipat kedua tangan di depan dada dan memalingkan muka dari Dokter Ardian.Dokter Ardian sudah bisa menebak kalau Citra bakal mengambek seperti itu. Ia pun tersenyum lalu menarik lengan Citra agar menghadap ke arahnya.“Ciye … ngambek,” goda Dokter Ardian.Citra tetap kekeh pada posisinya. Ia tidak mau menghadap dan menatap Dokter Ardian.“Aku bercanda, Cit. Ya ampun … masa baru jadi pengantin baru udah marah-marah sih?” bujuk Dokter Ardian.“Aku sayang dan cinta kok sama kamu. Kalau nggak cinta, mana mungkin aku nikahi kamu. Apalagi dengan pesta yang sangat mewah kayak gini. Pesta kayak gini habis uang banyak loh. Dan itu aku lakukan buat bahagiain kamu. Masa kamu kasih ragu sama aku,” ucap Dokter Ardian di samping pipi Citra. Sesekali ia juga menciumi pipi serta leher Citra yang sontak membuat Citra merasa geli.Citra mengerutkan keningnya. Tiba-tiba ia merasa mual dan ingin muntah. Dengan segera ia turun dari tempat ti
BAB 199Keesokan harinya, Dokter Ardian mengajak Citra berangkat ke rumah sakit bersama. Sedangkan Nizam dijaga Ayu dan Bik Yati di rumah. Bu Ratna sudah pulang ke kampung karena ia merasa tidak nyaman tidur di rumah besar.Dokter Ardian dan Citra sudah sepakat untuk menjadikan Ayu pengasuh Nizam. Jadi, Citra tidak akan cemburu pada Ayu karena masih saudara dengannya.Sesampainya di parkiran Rumah Sakit Husada, Dokter Ardian dan Citra segera turun dari mobil. Mereka berjalan beriringan menuju ruang poli kandungan. Di tengah perjalanan, Dokter Ardian menggandeng tangan Citra.“Nggak usah gini lah, Mas. Malu dilihat orang,” ucap Citra seraya berusaha melepas tangannya yang dipegang Dokter Ardian.“Nggak apa-apa lah. Kan gandengan sama istri sendiri,” balas Dokter Ardian dengan tersenyum.Dokter Ardian sengaja melakukan itu karena iya yakin saat ini Dokter Herlina sedang melihatnya.Dugaan Dokter Ardian benar. Dokter Herlina memang baru saja sampai di area parkir rumah sakit dan melihat
BAB 200Sesampainya di apotek rumah sakit, Yeni menyodorkan kertas resep pada staf pegawai apotek.“Kwitansinya mana?” tanya Wulan, staf pegawai apotek. Karena di Rumah Sakit Husada, untuk menebus resep obat harus disertai kwitansi alias harus bayar dulu.“Itu disuruh Dokter Ardian. Katanya akan dibayar nanti. Biar obatnya dibawa pulang dulu sama istrinya,” jawab Yeni malas.“Istrinya? Si Citra? Ini kan vitamin ibu hamil. Dia sudah hamil? Berapa minggu? Padahal baru kemarin kan nikah?” sahut Wulan terkejut setelah melihat isi resep obat itu.“He.em, siapa lagi istri baru Dokter Ardian kalau bukan si Citra? Tadi saat periksa sih, katanya udah sebelas minggu. Hampir tiga bukan kan? Gila si Citra, mau aja hamil duluan sebelum dinikahi,” tukas Yeni agak sewot.“Biarin lah. Itu urusan dia. Aku siapin dulu ya obatnya,” pungkas Wulan lalu bergegas pergi menyiapkan obat sesuai resep yang ditulis Dokter Ardian.Sementara itu di ruang poli kandungan, Citra duduk di kursi pasien yang ada di hada
BAB 201Dokter Ardian baru saja sampai di rumah. Sedari tadi ia sudah sangat tidak sabar untuk segera pulang. Ia sangat bahagia karena akan segera punya anak lagi. Beberapa kali ia juga mengirim pesan pada Citra agar segera meminum vitamin, jangan lupa makan, banyak-banyak istirahat, dan masih banyak yang lainnya. Ia tidak mau abai seperti pada Nadia dulu, hingga akhirnya penyesalan pun ia rasakan karena tidak sempat memberikan perhatian lebih pada Nadia.Setelah turun dari mobil, Dokter Ardian berjalan memasuki rumah dengan tidak sabar. Ia naik ke lantai dua di mana kamarnya dan Citra berada. Ketika melewati kamar Nizam dan Ayu, ia melihat Ayu yang memakai pakaian Citra tengah mengganti pakaian Nizam. Karena Ayu posisinya membelakangi pintu, Dokter Ardian mengira itu adalah Citra. Dengan segera ia masuk ke dalam kamar itu lalu memeluk tubuh Ayu dari belakang.Ayu yang tiba-tiba dipeluk dari belakang pun terkejut dan merasa geli. Ia pun segera menjerit dan menginjak kaki Dokter Ardian
BAB 202“Kok jadi nyalahin aku sih, Mas?” sungut Citra dengan cemberut. Ia melipat kedua tangannya di depan dada sambil memalingkan muka dari Dokter Ardian.“Ya … kan akunya jadi salah peluk,” gerundel Dokter Ardian.Citra tidak menggubris ucapan Dokter Ardian.“Bagaimana kalau hari Minggu kita ajak Ayu belanja pakaian? Sekalian kamu juga beli baju hamil. Bentar lagi kan perut kamu bakal makin besar, Cit,” cetus Dokter Ardian seraya mengelus perut Citra.“Ya,” balas Citra setuju meskipun masih jutek.*Malam hariDokter Ardian dan Citra turun ke lantai bawah bersama-sama. Sesampainya di meja makan, Ayu sudah menunggu mereka berdua di sana. Ada rasa canggung antara Ayu dan Dokter Ardian karena kejadian tadi sore.Dokter Ardian menarik kursi ke belakang untuk Citra. Setelah Citra duduk, ia pun melakukan hal yang sama di samping kursi Citra. Sesaat kemudian, ia menatap Ayu yang menundukkan pandangannya karena merasa tidak enak.“Ayu, maaf ya untuk yang tadi sore. Saya tidak sengaja. Saya
BAB 203 “Tunggu di kamar. Kalau sudah siap, nanti aku panggil,” pesan Dokter Ardian pada Citra. Citra pun segera naik ke atas untuk beristirahat usai jalan-jalan di mal. Sudah tiga puluh menit Dokter Ardian memasak di dapur. Citra merasa bosan di dalam kamarnya. Ia pun turun dari tempat tidur dan menyusul Dokter Ardian di dapur. Ketika melangkahkan kakinya menuruni anak tangga, Citra melihat Dokter Ardian memasak dengan Ayu di sampingnya. Ia pun menghentikan langkah kakinya di tengah tangga. Ia merasa enggan untuk turun. Rasa cemburunya kembali membuncah setelah sekian lama ia kubur. Citra melihat Ayu berdiri berdekatan dengan Dokter Ardian yang tengah memasak. Tiba-tiba dadanya terasa berdenyut nyeri. Bibirnya pun tiba-tiba cemberut. Dengan segera ia putar balik kembali ke atas dan masuk ke dalam kamarnya. Lima menit kemudian, Dokter Ardian membuka pintu kamar. Ia melihat Citra berbaring miring di atas tempat tidur membelakangi pintu. Ia pun melangkahkan kakinya mendekat dan dudu
BAB 204‘Huh! Sok romantis!’ gerutu Ayu dalam hati. Meskipun kesal, ia tetap menampakkan senyum di hadapan Citra.“Maaf ya, Yu, udah nunggu lama,” ucap Citra lalu duduk pada kursi yang ditarik mundur Dokter Ardian.“Nggak apa-apa, Mbak,” balas Ayu dengan tetap terus menyunggingkan senyum terpaksanya.Dokter Ardian duduk di samping Citra lalu mengambilkan makanan yang ada di atas meja untuk Citra. Ketika Dokter Ardian akan memegang sendok sayur untuk mengambil sayur sop, tiba-tiba tangan Ayu juga ada di sana. Dokter Ardian pun memegang tangan Ayu tanpa sengaja. Kini mereka saling pandang.“Oh, maaf. Kamu saja yang ambil duluan,” ucap Dokter Ardian mempersilakan Ayu mengambil sayur sop terlebih dahulu. Kemudian ia menatap Citra karena khawatir Citra akan kesal.“Ah, Mas Ardian aja yang duluan,” sahut Ayu dengan kikuk.Dengan segera Dokter Ardian mengambil sendok sayur itu lalu menciduk sayur sop untuk Citra. Setelah mengambil sayur dan lauk pauk, ia menaruh piring berisi makanan itu di