Acara makan malam dibatalkan sebab Fila merasa kurang enak badan untuk masak banyak. Sebagai gantinya, Danang akan datang besok jika ibunya membaik.
Diaz juga baru sampai rumah pukul 9 lewat 15 menit. Tidak acara makan di rumah, para direktur dari berbagai cabang mendadak mengajaknya bergabung. Mau tak mau, Diaz ikut hingga lupa memberi kabar satu rumah. Sialnya lagi, daya baterai ponsel habis.
Diaz ingin istirahat sekali, kakinya malas-malasan naik tangga menuju kamar untuk mengisi daya ponsel. Saat masuk, lampu kamar mati alias tidak ada Mila di dalam. Sangat hening dan mungkin hanya suara jam dinding dan AC yang terdengar.
Setelah mengisi daya, Diaz masih berdiri sambil menyalakan ponsel. Tadinya dia ingin mengirim pesan ke Mila, tidak lama setelah beranda terbuka, Mila menghubungi nomornya.
"Mila, kamu-" Sebelum dia bicara, Mila menyerobot bicara sangat cepat memberitahu bahwa Vio pergi dengan Farel ke sebuah Bar di Tangerang dan Farel bicara tentang
Diaz menengadahkan wajah dan bertatapan dengan Vio tidak lama. "Kamu gapapa?" "Kakak lo sering ke sini?" tanya Farel. Vio mengelak. "Mana mungkin." Dia melanjutkan pembicaraan dengan Diaz. "lo ngapain di sini? Udah gila? Inilah akibatnya menyimpulkan seseorang terlalu cepat dan secara kebetulan informasi yang disampaikan Mila tidak tepat. Diaz memilah jawaban yang tepat agar tidak membuat Vio semakin mengatakan dia gila jika menjawab Farel akan menjebaknya. Ini buktinya, jebakan obat tidur yang Farel bicarakan di telepon untuk orang lain. "Kita bahas nanti, sekarang ikut pulang. Kamu bisa kena masalah di sini." Diaz mencekal tangan Vio. Farel menahan tangan Vio yang satunya. "Dia pulang sama gue. Berangkat bareng, pulangnya juga bareng." Diaz melihat tindakan Farel yang cukup dramatis. "Kalau kamu masih mau senang-senang di sini, silakan. Tapi Vio, adik saya harus pulang sekarang. Saya belum percaya sama kamu." Fa
"Lho, Diaz? Kok malah parkir di belakang rumah?" Kalau punya rencana harusnya Diaz katakan pada mereka."Kita harus lewat belakang paviliun biar bisa naik lantai atas. Mau Mama curiga kenapa kita pulang malam-malam? Lagian, solarnya mau habis."Vio mengejek Diaz. "Hah, ternyata bukan duit gue doang yang menipis."Mereka keluar bersamaan, Vio melihat beranda ponselnya yang menunjukkan jam setengah 12 malam. Mila yang tidak sengaja lihat langsung mengusap kedua lengannya, berbeda dengan Diaz yang biasa saja karena awam lihat suasana hendak pergantian tanggal jika lembur kerja."Liat nih, bulu kuduk gue pada berdiri." Mila menunjukkan lengan tangannya sebab merinding keluar tengah malam, ini pengalaman pertama yang baru dan menegangkan bagi Mila."Jangan sembarangan lo, kita ngelewatin kebon abis ini."Vio mengingatkan Mila agar menjaga ucapannya di tempat sepi begini. Hidup di zaman modern dan canggih, tidak sedikit yang percaya de
"Haduh ... Diaz, sekarang bangun gak lo! Udah jam berapa ini, lo niat kerja gak sih?" Mila terbangun karena alarm ponsel Diaz berbunyi tawa kuntilanak tepat jam 7 pagi.Selesai melipat selimutnya sendiri, Mila menarik kasar selimut milik Diaz supaya terganggu."Ya ampun, punya suami nguji kesabaran banget." Mila bolak-balik menyiapkan perlengkapan Diaz, mulai dari pakaian, sepatu, jam tangan, hingga tas yang akan dibawa ke kantor."Diazzz!" Mila berteriak hingga suaranya merendah karena belum minum. "Ekhem!" Ia membersihkan tenggorokannya.Mila menyalakan komputernya lalu merangkak naik kasur. "Woi!" Ia menepuk wajah Diaz namun malah membalikkan badan dan lanjut tidur."Mila ... Diaz kok belum sarapan?" Suara Meida terdengar sampai kamar mereka."Gak mau- "Diaz segera bangkit setelah dengar teriakan Meida. Mila menggeleng lalu melempar bantal mengenai kaki Diaz yang hendak masuk kamar mandi.Diaz memungut kembali dan mel
Diaz terkesiap beberapa saat hingga Mila heran. Dia menyuruhnya mengatakan satu kalimat menggunakan aku dan kamu, sekarang sudah terpenuhi. Tetapi mengapa Diaz tidak bereaksi? Apa Diaz mengira Mila benar-benar mencintainya?Diaz akhirnya bergerak memakai sepatu. "Ah iya, tadi saya yang minta kamu buat satu kalimat." Lalu melewati Mila sambil mengusap wajahnya. "saya gak bisa ditipu lagi," tawanya.Mila merengut, ternyata dia menyadari. Tidak bisa diabaikan. Ia segera berdiri mengejar Diaz yang sudah keluar kamar untuk mengerjainya, lagi."Aku beneran cinta kamu!"Diaz mempercepat langkah sebab Mila mengejarnya. "Saya nggak denger," jawabnya dengan suara rendah. Dia berusaha membodohinya, lagi.Mila semakin gencar meledek karena Diaz mesam-mesem. Setelah menggelayuti tangannya, ia berkata lagi, "Aku beneran cinta kamu."Diaz berhenti sebentar karena menuruni tangga. Dia menoleh heran lalu kepalanya menggeleng. Jelas Mila mengecohnya karena ny
Mila melamun saat Meida dan Vio sibuk mengupas kulit juga mengiris bawang putih. Kenapa Diaz tidak memberitahunya pekan depan akan pergi ke Bandung? Kalau tahu ia akan kebut bab cerita karena jika Diaz tidak ada yang membereskan kamar adalah dirinya. Walaupun pakai mesin penyedot debu, tetap saja Mila harus bersihkan yang di atap agar kinclong. Lihat sendiri bagaimana Diaz kalau kamar berantakan. Mirip sepertinya ibunya."Itu Mila ngapain bengong pegang bawang, bukannya dikupasin." Vio sejak tadi kesulitan mengupas, Mila malah bengong seperti orang bodoh. "Woi!"Mila terlonjak. "Hah, kenapa?""Kupasin bawangnya, lo ngelamunin Diaz?""Kok lo tau?" jawab Mila."Lo ngelamunin Diaz?" ulang Vio.Meida tertawa geli Vio menciduk Mila sedang memikirkan Diaz."Dia gak bilang gue mau ke Bandung. Emang ber- ber ... Berarti dia sibuk tiap hari kali ya." Mila hampir kelepasan mengatai Diaz berengs*k di belakang Meida."Kalau Diaz kasih tau
Jika Diaz mendatangi Kiara yang masih meninggalkan jejak kejahatan, dia bisa saja berbalik mengancam Diaz dengan mencari titik kelemahannya.Sekarang ... Apa kelemahan Diaz?Vio melirik ke atas tepat jam dinding berhenti berdetak seiring mendapat jawaban atas pertanyaannya.***Mila sedang ingin jalan kaki ke kantor Diaz melalui belakang paviliun sambil memikirkan tulisan bab selanjutnya.Earphone yang terpasang di telinga Mila memutar lagu misterius untuk mengisi hembusan angin jika melewati jalan sepi.Entah bagaimana bisa terjadi, awan gelap menutupi matahari hingga teduh. Angin juga berhembus semakin cepat hingga rambut sepunggung Mila yang bergelombang ikut tertiup.Mila terus melangkah supaya cepat sampai. Selagi ia senggang, Diaz bilang ingin memberikan sesuatu jika datang sekarang.Saat sampai kantor tempat Diaz bekerja lebih sepi dari yang Mila kira. Meida mengatakan ak
Diaz melihat proses syuting iklan di studio lantai 2 untuk menyapa kru dan aktor yang berperan penting mengerjakan proyek pekan ini."Mila jadi ke sini gak sih?"Sedari tadi pesan yang dikirim sama sekali tidak dibalas, hanya dilihat padahal status kontaknya online. Ini sih bukan keterlaluan lagi, tapi kebangetan."Pak," panggil seseorang berpakaian kasual sembari mendekati Diaz.Diaz menengadahkan kepala dan tersenyum menyapa kembali Wijaya Emilio, aktor internal yang sering berpartisipasi dalam syuting pembuatan iklan. Wajahnya sering terlihat di billboard kota dan website PFWorld. Wijaya juga terkadang diminta perusahaan eksternal untuk didapuk menjadi pemeran pendukung pemasaran mereka."Sudah selesai?" tanya Diaz lalu menyuruh Wijaya duduk di kursi sebelahnya.Wijaya menganggukkan kepala. "Diminta istirahat 10 menit, baru lanjut lagi."Kalau Diaz sepantaran dengan Wijaya dan bukan penerus pimpinan, dia tak kalah tampa
Saat makanan hampir habis, kru syuting juga mampir ke kantin untuk makan siang, tetapi tidak kelihatan Wijaya karena Mila memperhatikan mereka."Si Wijaya gak makan siang? Program diet?" celetuk Mila.Diaz yang ada di seberang kursinya menoleh ke belakang. "Mungkin ada kelas kuliah, dia di sini part-time, cuma kalau ada tawaran iklan.""Masih kuliah? Pantesan dari bentuk badannya atletis kayak... "Mila menggantungkan kalimat sebab Diaz menatap tidak suka sambil mengunyah makanan."Apa?" sahut Mila.Diaz belum menepis tatapannya. "Dari bentuk badannya ... Pernah liat aja nggak." Dia menyeruput es lemon.Mila mengangkat kedua bahunya. Memang benar ia tidak pernah liat bagaimana bentuk tubuh pria, tapi bukankah dari tinggi, cara jalan, wajah, dan lebar bahunya semua perempuan bisa menilai?"Kamu kebanyakan halu," tawa Diaz."Sungguh terlalu," ujar Mila bernada. "gue tadi liat iklan pencarian aktris di billboard depan