Effendy melakukan penerbangan mendadak dari Singapura setelah mendengar kabar bahwa Ashley akan melahirkan malam itu. Dia berjalan dengan tubuh tegap, namun wajahnya tak dapat menyembunyikan sebentuk perasaan aneh. Dia akan menjadi seorang ayah.Ketika dia dan dua bodyguard kepercayaannya tiba di depan ruangan bersalin VVIP rumah sakit Syailendra itu, tidak ada yang menunggu di depan ruangan.Pintu ruangan terbuka, lalu wajah Dewi muncul, wanita itu tersenyum ketika melihat Effendy, meski senyum itu tak sampai ke mata."Persalinannya lancar, masuklah."Effendy berjalan masuk, ada sekelumit rasa bersalah dihatinya karna tak menemani Ashley ketika berjuang melahirkan bayinya. Perjalanan bisnisnya di Singapura memang sangat krusial dan dia mengira Ashley bisa menunggu beberapa Minggu lagi.Saat dia masuk, dilihatnya Ashley berbaring setengah bersandar di headboard ranjang, ada sebuah box bayi disana. Yang ada di dalam ruangan itu hanya Dewi, Ashley, dan seorang suster yang langsung berp
"Bayinya kenapa?" Ashley yang bicara lebih dulu, rasa kantuk yang tadi masih bersarang di matanya lenyap seketika. Wajah Yanti tampak pucat dan gugup. Mereka mendengar Astakara menangis keras. Dengan gusar, Ashley menyenggol tubuh Yanti dan bergegas ke kamar bayi. Wajahnya lebih kepada marah daripada cemas. Kalau terjadi apa-apa dengan Astakara, dia tak tahu senjata apa yang dapat digunakannya lagi untuk mengikat Effendy.Ira menggendong sang bayi yang menangis rewel."Kenapa ?" Tanya Ashley, sedang Dewi langsung mengambil alih menggendong bayi itu. Tubuh Astakara penuh dengan ruam kemerahan."Kenapa ini?" Tanya Dewi."Kami juga tidak tau, Nyonya. Dia sering sekali pup sejak kemarin, cuma yang ini baru muncul ruam merahnya..." Jelas Ira, tampak gugup melihat Ashley yang sudah hendak menerkam orang."Kita bawa ke rumah sakit!" Seru Dewi pula.***Mendengar bahwa putranya di bawa ke rumah sakit, Effendy langsung meninggalkan kantor dan menyusul ke sana.Saat dia tiba di ruangan, tampak
Darmawati sedang memeriksa beberapa data anak di ruangannya, ketika Mila melongok dan berkata, "Bun, Ibu Dewi datang."Darmawati tahu bahwa bisa saja ia menyuruh agar Mila langsung memberitahukan kabar itu pada Ele, mengingat kunjungan Dewi pastilah untuk menjenguk putrinya. Namun mengingat keadaan Ele yang akhir-akhir ini lebih sering diam dan mengurung diri.Darma melepas kacamatanya, "Ajak saja di keruangan ini." Tuturnya pelan.Mila mengangguk, tak lama, Dewi Bimantara muncul. Wanita itu tersenyum pelan, "Sesuai janji saja, kiriman sumbangan akan datang dalam dua hari," ujarnya. Wanita itu berjanji akan menyuplai kebutuhan panti secara sukarela setiap sebulan sekali."Kami sangat berterimakasih untuk itu," ujar Darmawati dengan tulus, "Kebaikan orang-orang seperti Nyonya, kelak akan di balas oleh Tuhan.""Terimakasih." Dewi mengangguk, "Bisakah saya bertemu dengan Emily?""Dia berada di kamarnya,namun..." Wajah Darmawati sedikit tidak baik, "Situasinya tidak baik."Dewi kebingunga
Ele keluar dari Hadasa dengan langkah linglung dan tatapan kosong. Para pekerja dari berbagai divisi sempat melaporkan beberapa hal padanya tentang naskah yang dikirimkan ke email mereka.Ele memberikan beberapa masukan dan akhirnya keluar dari sana. Semenjak naskahnya Sorrow in The Rain di filmkan dan sukses, banyak naskah naskah sastra adiluhung maupun naskah fiksi penggemar yang masuk. Ele merasa sedikit pusing, karnanya dia bermaksud kembali ke apartemennya lebih awal. Ele sudah memutuskan untuk kembali ke apartemennya sendiri alih-alih terus merepotkan sang bunda di panti.Dia melirik ponselnya yang berbunyi, itu adalah telepon dari ibunya, Dewi Bimantara. Nama wanita itu tertampang jelas di layar ponsel Eleanor.Eleanor sudah duduk dibelakang kemudi, memasang seatbelt lalu menerima panggilan itu."Hallo?""Bagaimana Nak? Kamu sehat?""Sehat." Jawab Ele dengan pandangan menembus kaca mobilnya, menerobos ke jalanan di depan."Bagaimana? Apakah kamu bersedia mempertimbangkan saran
"Maksud Mama apa sebenarnya?" Ashley menahan rasa geramnya, menatap Dewi Bimantara yang berdiri tenang membalas pandangannya. Eleanor telah kembali ke kediamannya untuk kemudian mempersiapkan segala sesuatu demi kepindahannya ke kediaman Abimanyu, sedang Chislon sudah kembali ke kantornya satu jam lalu. "Mama memasukkan kembali harimau yang telah susah payah kutendang dari kandang ini!" "Mama hanya ingin membantu. Bayi itu membutuhkan ASI. Lagipula ini tidak akan lama,kalau dia sudah lepas dari ASI, Ele akan berhenti dari tugasnya.""Mama bisa mencari perempuan lain! Jangan wanita sialan itu!""Ashley!" Dewi kelepasan membentak, membuat Ashley sedikit terkejut. Perempuan berambut cokelat muda itu menatap ibunya dengan heran, "Mama membentakku hanya karna perempuan itu? Apa mama lupa kalau Eleanor sialan itulah yang telah merebut hati Chislon?!""Tenangkan dirimu," cetus Dewi dengan tajam. "Eleanor telah melalui banyak hal sulit, dia bahkan kehilangan bayinya, jangan bersikap terlalu
Eleanor tak memahami dan tidak bisa secara tepat memberi nama sebuah perasaan di hatinya tentang Astakara Abimanyu. Sebuah perasaan yang membuatnya tidak bisa menjauh berlama-lama dari bayi itu seperti putranya sendiri.Meskipun dirinya telah menyediakan stok asi di kulkas dan para nanny tinggal menghangatkannya saja, Eleanor tetap mendapati dirinya selalu kembali lebih awal dari Hadasa Publishing untuk menjenguk Astakara.Usaha penerbitan Ele berjalan dengan lancar, dia juga telah menunjuk seorang asisten sendiri yang membawahi para editor sampai divisi desain. Sekarang, dia dalam projek pembangunan toko buku dengan nama yang serupa dengan nama penerbitannya sendiri.Saat Eleanor masuk ke kamar bayi, dia melihat Yanti yang sedang menggendong dan menenangkan Astakara. Bayi itu tampaknya sedang merasa tidak nyaman. Ele meminta izin untuk mengambil alih dan menggendong Astakara dengan lembut, menepuk-nepuk punggungnya dan bersenandung kecil. Ajaib, sang bayi perlahan menjadi tenang dan
Malam hari, Ele terbangun dengan perasaan gelap. Depresinya kambuh. Dia meraih obat penenang yang di resepkan dokter. Ele memiliki gangguan tidur semenjak dia kehilangan bayinya. Berat badannya sedikit turun. Dia ingin membuat coklat panas untuk sedikit memperbaiki perasaannya.Wanita itu bergegas keluar dari kamarnya, turun ke lantai bawah. Dia menuju dapur, melintasi ruang televisi khusus para maid dan sopir.Di sana ada dua orang maid yang sedang menonton, Maritha dan Wulan."Nyo-Nona butuh apa?" Maritha dengan sigap berdiri saat melihat Ele melintas di belakang sofa yang mereka duduki."Hanya coklat panas, aku akan membuatnya ...""Tidak, nona duduklah, saya akan membuatkannya untuk Anda." Pinta Maritha dengan sopan, wanita itu terburu -buru ke dapur. Ele yang tidak dapat mencegah akhirnya memilih duduk di atas sofa, bersebelahan dengan Wulan yang memberi jarak dengan sopan."....Petinggi Politik Sultan Winata menolak kebijakan yang di keluarkan oleh para dewan MPR karna dianggap
Dewi datang ke kediaman Abimanyu di siang menjelang sore, mendapati Ele sedang berada di kamar bayi bersama Ira. Ele tidak sedang menyusu, dia hanya tengah duduk disana mengobrol ringan dengan Ira sembari memandangi wajah Astakara yang lelap.Berdasarkan pemberitahuan para maid, Ashley sedang berbelanja keperluan bayinya bersama Effendy.Dewi masuk dan mencium kedua pipi Eleanor, lalu mengajak Ele berbicara di luar. Di sinilah mereka sekarang, di taman kaca kediaman Abimanyu. Mungkin yang menjadi salah satu ciri khas setiap kediaman Abimanyu adalah adanya taman kaca di sana.Seorang maid menyajikan teh untuk Dewi, sedang Ele tidak ingin memesan minum."Mama dengar kamu pingsan beberapa hari lalu."Eleanor mengangguk. Tak berniat bicara banyak."Maafkan Mama yang sampai hari ini belum mengetahui dimana bayimu berada. Tapi sedikit banyak sudah ada beberapa usaha yang berhasil menuntun ke titik terang, ini juga berkat bantuan orang-orang Abimanyu.""Titik terang?" Ele mengangkat wajahnya