"Loh, Do, buku paket bahasa Inggrisku ketinggalan di mobil. Aku balik ke mobil dulu ya. Titip tas.""Heleh, modus mau liat Bella lagi pasti.""Beneran Do.""Yaudah deh, mana tas kamu. Sini aku bawain ke kelas.""Thanks Do. Kamu baik banget."Gara memberikan tasnya pada Edo kemudian berlari kembali ke parkiran. Setibanya di sana ia melihat Sabia menarik tangan Bella dengan buru-buru."Apa yang akan dilakukan Sabia pada Bella. Jangan-jangan gadis itu ingin menyelakai Bella. Gawat!" Batin Gara.Gara diam-diam menyusul Bella dan Sabia ke arah gudang. Ia tak perduli jika upacara segera dimulai. Yang terpenting bagi Gara sekarang adalah mengikuti kedua gadis itu dan mencegah sesuatu yang berbahaya terjadi diantara mereka.***Seseorang membekap mulut Bella dari belakang, menariknya cepat dalam persembunyian tepat sedetik sebelum pintu gudang terbuka. Bella melirik dengan ekor matanya untuk melihat siapa orang yang membawanya."Ga-gara?""Sttt... Jangan berisik. Kita bisa ketahuan."Bella me
"Ra, kamu kenapa nggak dateng nolongin aku? Lihat Ra, Bella ngelukai aku." Sabia langsung mengadu pada Gara begitu Gara masuk ke kelas. Ia berharap Gara akan bersimpati padanya lalu berbalik membenci Bella. Sungguh suatu rencana yang licik."Ngelukai gimana Bi?" Gara memutuskan untuk berpura-pura tidak tahu untuk melihat sejauh apa Sabia memainkan dramanya."Ya tadi pas di parkiran aku ditarik sama dia ke gudang. Dia ngancem aku bakal ngebunuh aku kalau nggak jauhin kamu. Aku takut banget Ra. Kamu tau sendiri kan dia brutal banget kayak preman.""Terus?" Gara masih sabar mendengarkan drama yang dimainkan Sabia."Terus aku bilang aku nggak bisa jauhin kamu karena aku benar-benar cinta sama kamu. Akhirnya Bella beneran nusuk aku. Untung aku bisa ngelak. Sehingga tusukannya nggak kena bagian vital." Sabia memasang wajah semelas mungkin seolah ia orang paling terzolimi di atas muka bumi ini.Gara yang dulu pasti akan langsung luluh jika melihat wajah Sabia yang seperti ini. Tapi sekarang
"Edo, aku mau ngomong sama kamu." Sabia menghadang Edo saat laki-laki itu berjalan sendirian hendak pulang."Bicara apa Bi?" Tanya Edo. "Kita bicara di sini saja."Sabia menggeleng."Aku tidak bisa bicara hal penting di tempat yang ramai. Kita ke mobilmu aja."Sabia berjalan lebih dahulu menuju mobil Edo. Sedangkan Edo baru menyusul beberapa saat kemudian. Dilihatnya mobil Gara sudah tidak ada. Laki-laki itu pasti telah pulang lebih dulu."Masuk Bi," kata Edo setelah membuka kunci pintu mobilnya.Keduanya lantas masuk. Mereka duduk di kursi depan. Terdiam cukup lama tanpa pembicaraan apapun."Edo, apakah kamu baik-baik saja saat melihat Gara menyukai orang yang kamu sukai?" Tanya Bella mengawali pembicaraan."Kenapa? Laki-laki memang harus bersaing terang-terangan Bi. Siapapun yang akhirnya mendapatkan Bella harus bisa menerima kenyataan. Siap menang siap kalah juga. Ini seperti kompetisi. Rival akan berlangsung selama kompetisi berjalan. Tapi setelah kompetisi menemukan pemenangnya y
Berhari-hari berikutnya Edo terlihat murung. Sepertinya ia tengah menimang suatu keputusan terberat di dalam hidupnya."Apakah tidak apa-apa jika aku mengorbankan Gara demi mendapatkan Bella?"Edo bertanya pada dirinya sendiri melalui pantulan cermin di dalam toilet sekolah yang sepi saat jam mata pelajaran tengah berlangsung."Tapi... Tapi Gara itu sahabatku. Aku akan benar-benar menjadi orang sejahat Sabia jika tutut andil di dalam rencananya."Edo menunduk. Di dalam benaknya terlintas lagi bagaimana ia melihat Gara pulang dan pergi bersama Bella dalam satu mobil, itu benar-benar membuatnya cemburu. Lalu Edo juga teringat bagaimana Gara menghabiskan malam minggu yang romantis dengan Bella disaat dia terluka untuk gadis itu. Rasanya hal itu tidak adil bagi Edo.Harusnya Edo mendapatkan perhatian Bella yang lebih daripada Gara. Mengapa Bella justru memilih pergi dengan Gara. Apakah semua hal yang Edo lakukan untuk Bella itu tidak berarti apa-apa? Edo bertanya dengan perasaan tak tentu
"Ra, kok tiba-tiba Sabia ngundang aku party ya. Mencurigakan nggak sih?" Tanya Bella saat Gara selesai berganti piaya. Mereka memang tengah bersiap untuk tidur."Curiga gimana sih Bel?"Gara menata posisi bantalnya agar lebih nyaman sebelum ia merebahkan diri."Ya, aneh aja gitu Ra. Kan kemarin dia baru aja membuat citraku buruk di depanmu. Dia melukai dirinya sendiri dengan tujuan menjebakku. Andai kamu waktu itu nggak ada di sana pasti kamu bakal percaya kalau aku ngelukai Sabia.""Terus setelah rencana itu gagal dia justru bikin party. Pake niat banget ngundang aku. Mana sekelas tuh yang diundang cuma aku tau. Vano sama Vanilla nggak diundang."Gara menarik tangan Bella agar merebahkan diri di sampingnya. Sepertinya sekarang mereka benar-benar sudah seperti suami-istri yang sesungguhnya. Gara mulai terbiasa dengan hadirnya Bella di sisinya."Jangan berpikir yang aneh-aneh. Kamu tau nggak negatif thinking bawa pengaruh buruk buat janin yang kamu kandung loh," kata Gara bercanda.Bel
Pesta Sabia di gelar dengan meriah di sebuah hotel bintang lima termahal di kota ini. Pestanya bertabur dekorasi mewah dari pintu masuk sampai ke ruang pesta."Nanti kalau kita mengadakan resepsi pernikahan buat yang lebih keren dari ini ya," bisik Gara di telinga Bella sambil menggandeng mesra lengan wanita itu."Memangnya masih perlu ya kita buat resepsi pernikahan?" Tanya Bella. Malam ini ia mengenakan gaun putih yang sangat elegan di tubuhnya. Sapuan make up tipis-tipis dipadukan pernik perhiasan secukupnya membuat tampilan Bella semakin menawan. Rambutnya juga di tata sedemikian rupa. Pertama kali Gara melihat Bella seakan tidak bisa bergerak. Ia benar-benar terpukau oleh kecantikan istrinya."Masih. Kamu ingin pesta yang seperti apa?" Tanya Gara. Laki-laki itu juga terlihat sangat keren dengan balutan stelan jas hitam dari brand pakaian ternama."Aku nggak kepengen pesta. Aku kepengennya bisa sama-sama kamu selamanya."Gara tersenyum."Aku bakal nemeni kamu sampai kapanpun. Tena
"Kau mau mencoba minum wine Ra? Umur kita udah legal kok untuk meminumnya." Tanya Edo."Aku tidak minum alkohol Do," tolak Gara tegas."Baik. Aku ambil jus dulu kalau begitu."Gara tidak memperhatikan Edo sama sekali, ia sibuk memandang ke arah toilet wanita. Pikirannya terlalu penuh pada Bella yang pergi digiring Sabia. Ia takut sesuatu terjadi pada istrinya mengingat terakhir kali Sabia berusaha menjebaknya.Apapun yang dilakukan Edo, Gara benar-benar tidak tahu. Termasuk saat laki-laki itu memasukkan sesuatu ke dalam gelas minuman Gara."Liatin apa sih Ra? Daritadi kelihatannya khawatir banget." Edo datang lagi dengan segelas jus jeruk untuk Gara."Aku khawatir sama Bella, Do. Dia itu nggak akur sama Sabia." Gara mengambil minuman di tangan Edo.Edo menepuk bahu Gara sambil meminum jus apel di tangannya."Udahlah Ra jangan takut berlebihan. Cewek-cewek kayak gitu memangnya bisa apa sih?""Bisa apa? Kamu tidak tahu saja Do kalau dua cewek itu sama-sama putri mafia. Mereka bisa salin
"Bel, kenapa kamu meminum minumanku? Kamu nggak tahu kan apa yang dicampurkan Edo ke dalam jus itu?" Tanya Gara saat mereka sudah ada di dalam mobil menuju arah pulang.Rupanya Gara mendengar semua hal yang diucapkan Edo di dalam toilet. Saat itu Gara berniat menyusul Edo karena bocah itu tak kunjung kembali ke kelas saat meminta ijin ke toilet. Siapa sangka di dalam toilet Gara mendengar Edo berbicara pada dirinya sendiri.Sebab itu setelah istirahat Gara memancing Edo dengan mengatakan bahwa Gara merasakan firasat tidak enak mengenai pesta Sabia. Tapi rupanya Edo memilih untuk tidak jujur pada sahabatnya sendiri."Aku cuma mencoba menyelamatkanmu." Bella memijit pelipisnya. Kepalanya terasa pusing, seluruh badannya panas."Terus kenapa kamu harus menantang Sabia minum wine?""Aku hanya mencegah dia merencanakan rencana lain. Dia itu tipikal gadis yang penuh ide-ide licik Ra. Kalau dia tidak mabuk belum tentu sekarang ini kita bisa keluar dari tempat itu."Gara menoleh pada istrinya.