Amisha tidak bisa tidur. Dia takut Anggara tiba-tiba datang dan melakukan hal yang tidak diinginkan padanya. Tatapan mata Anggara padanya tadi membuat Amisha ketakutan. Sebisa mungkin dia terlihat biasa saja. Jangan sampai Anggara tahu kalau dia ketakutan.
Sementara pria yang Amisha takuti sudah terlelap. Tidak biasanya Anggara tidur sebelum larut malam. Bahkan kini dia tengah bermimpi indah. Pikiran buruk tentang sesuatu yang ingin dia lakukan pada wanita itu, di tekannya dalam-dalam.Pagi-pagi sekali sebelum Anggara bangun, Amisha sudah keluar dari apartemen. Dia semangat sekali untuk bekerja. Di hari pertamanya, Amisha ingin memberi kesan yang baik dengan tidak membuat si pemilik laundry kecewa.Amisha disambut hangat pemilik laundry. Bu Sari namanya. Dia langsung diberi seragam bertuliskan laundry Jaya Amanah. Hari pertamanya bekerja, dia akan mengantarkan pakaian yang sudah dicuci bersih kepada para pelanggan."Selamat bekerja dan hati-hati," ucap Bu Sari. Amisha pun pamit. Dia mulai mengantarkan pakaian bersih sesuai arahan Bu Sari."Bismillah! Semoga aku bisa bekerja dengan baik dan tidak mengecewakan Lastri juga Bu Sari."Motor matic berwarna merah itu mulai melaju. Dengan dibantu ponsel pintarnya, Amisha mulai menjajal jalanan yang belum diketahuinya.Dengan semangat empat lima, Amisha pergi menuju satu per satu rumah konsumen laundry. Dia yakin pasti bisa melewati semuanya. Sebelum menjadi orang kaya, Amisha dan kakaknya adalah orang tidak punya. Mungkin bukan hal yang sulit baginya jika harus hidup seperti dulu."Semangat, Sha. Kamu pasti bisa!" Amisha menyemangati diri sendiri.Tinggal satu konsumen lagi, dia harus menyelesaikannya. Sebentar lagi dia harus masuk kuliah. Semangatnya untuk meraih cita-cita masih berkobar.Hari beranjak siang. Pekerjaan Amisha sudah selesai. Dia kembali ke laundry. Bu Sari senang dengan kinerja wanita itu. Dia mampu mengerjakan pekerjaannya lebih cepat.Masih ada waktu satu jam sebelum jam kuliah. Amisha akan memanfaatkan waktunya untuk makan dulu. Saat di apartemen, dia hanya sarapan roti yang kemarin dibelinya. Kini perutnya sudah merasa lapar lagi.Amisha mencari tempat makan yang sesuai dengan isi kantongnya. Bukan restoran juga kafe yang menjadi tempat tujuannya untuk makan melainkan warung nasi di pinggir jalan. Beruntung masih ada uang yang tersisa. Nasi juga sayur lodeh menjadi pilihan wanita itu. Tidak lupa ikan asin juga sambalnya. Seketika Amisha teringat dengan masa lalunya, dimana dia dan kakaknya hidup susah. Mereka bisa makan kalau sudah selesai membantu tetangganya di warung nasi.Amisha dan Dito bekerja sebagai pencuci piring di warung nasi milik tetangganya. Sesekali mereka berjualan keliling. Apa pun mereka kerjakan selama uang yang dihasilkan halal."Ini tidak seberapa. Aku bahkan pernah gak makan selama dua hari," gumam Amisha dengan mata berkaca-kaca.Yang paling Amisha sesalkan bukan kondisinya yang kembali seperti dulu, tetapi sikap Dito padanya sekarang. Cuek dan acuh.Saat Amisha menikmati makanannya, sudut matanya melihat dua orang yang tidak asing di mata Amisha. Dia memelototkan matanya karena kaget."Bukannya Kak Raisya baru pulang besok? Tapi, kok, dia …?" Amisha melihat kakak iparnya sedang bersama Anggara masuk ke restoran yang ada di seberang warung nasi. Dia mengepalkan tangannya. Setelah Anggara menikah pun, dia masih menjalin hubungan dengan kakak iparnya.Amisha mengeluarkan ponsel miliknya. Dia menghubungi pegawai di rumah kakaknya. Tidak mungkin Amisha menghubungi kakaknya, Dito tidak pernah menerima panggilan darinya.Dari informasi yang pegawai kakaknya katakan, Raisya belum pulang. Dia akan pulang esok hari. Itu tandanya, kakak iparnya berbohong pada semua orang. Padahal dia sudah kembali pulang.Satu jam berselang, Raisya dan Anggara baru keluar dari restoran. Layaknya pasangan kekasih lainnya, mereka berjalan dengan bergandengan tangan. Wajah mereka tampak jelas memperlihatkan kebahagiaan. Sementara Amisha kini berada tidak jauh dari pangkalan ojek. Dia akan mengikuti ke mana mereka pergi.Sebuah hotel menjadi tujuan mereka. Kaki Amisha sampai bergetar saat mengikuti langkah mereka yang menuju salah satu kamar. Rupanya sudah sejauh itu perselingkuhan mereka. Keluar masuk kamar hotel.Amisha memutuskan untuk diam tidak jauh dari kamar yang mereka masuki. Setelah lima belas menit berlalu, Amisha mencari benda yang bisa dilempar. Seorang pelayan yang keluar dari salah satu kamar menarik perhatiannya. Dia melihat gelas di atas nampan. Pelayan menyimpannya sebelum masuk kembali ke kamar yang lainnya.Amisha bergegas mengambil gelas itu sebelum pelayan kembali. Dia menunggu waktu yang aman untuk membuat gaduh di depan kamar kakak iparnya. Setelah dirasa semua aman, Amisha melempar gelas tepat di pintu kamar hingga jatuh dan menimbulkan bunyi yang sangat keras. Dia yakin orang yang ada di dalam pasti mendengarnya. Tidak berselang lama, pintu kamar terbuka. Amisha bisa melihat Anggara yang hanya memakai kolor pendek sementara Raisya hanya dibalut selimut. Sudah dapat Amisha tebak sedang apa mereka di dalam.Amisha hanya bisa menahan sesak di dadanya. Kakak ipar yang sangat disayanginya benar-benar tega mengkhianati kakaknya. Padahal mereka terlihat harmonis dan sekalipun tidak pernah terlihat bertengkar. Wanita itu jadi bertanya-tanya tentang alasan kakak iparnya berselingkuh.Amisha putuskan untuk pulang ke apartemen. Dia urung ke kampus. Suasana hatinya kini tengah buruk, dia tidak mungkin bisa belajar dengan baik.Ingin rasanya Amisha menghancurkan isi apartemen pria itu hingga tidak berbentuk. Marah juga geram dengan perbuatan yang mereka lakukan. Jika memang Raisya sudah tidak mencintai kakaknya, kenapa dia tidak meminta cerai saja dan mengakhiri perselingkuhan mereka dengan hidup bersama dalam sebuah pernikahan.Amisha kini berubah pikiran. Dia tidak akan menyelamatkan keutuhan pernikahan kakaknya, melainkan menyelamatkan kakaknya dari Raisya yang sudah berkhianat. Wanita seperti Raisya tidak layak untuk pria sebaik Dito.Saat Amisha tengah duduk termenung di balkon apartemen, dia dibuat kaget dengan suara pintu yang dibanting dengan sangat keras. Dia bergegas melihat siapa yang datang. Matanya menatap tidak percaya saat melihat Anggara masuk dengan wajah penuh amarah. Padahal satu jam yang lalu Amisha melihat pria itu tersenyum bahagia.Anggara langsung masuk ke kamarnya dengan kembali membanting pintu lebih keras dari sebelumnya."Bukannya mereka yang habis begituan suka terlihat happy? Kenapa dia pulang dengan marah-marah?" gumam Amisha.Amisha memutuskan untuk keluar dan duduk di taman. Dia enggan bertemu dengan Anggara yang terlihat tengah marah. Takut dirinya menjadi sasaran kemarahan pria itu.Saat tangannya meraih kenop pintu, Anggara menarik pinggang Amisha dan membawanya ke dalam pelukan pria itu. Dengan wajah penuh amarah, Anggara hendak mencium Amisha. Wanita itu terus berontak dan tidak membiarkan Anggara mengambil first kiss-nya.Plaak!Sebuah tamparan seketika mendarat dengan sempurna.Plaak!Sebuah tamparan mendarat di pipi Anggara. Tangan Amisha bergetar hebat. Dia bergegas pergi sebelum Anggara membalas perbuatannya. Amisha lari sekencang mungkin tanpa arah dan tujuan. Yang ada dalam pikiran wanita itu, dia harus pergi sejauh mungkin. Memang tidak baik berada dalam satu ruangan dengan Anggara di saat dia tengah marah.Amisha hanya bisa menangis sendirian di bangku taman. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana nasibnya jika tidak bisa lepas dari pria itu. Dia bergidik ngeri membayangkannya.Sentuhan tangan di pundaknya membuat Amisha kaget bukan main. Dia langsung menepis tangan itu dan beranjak. Matanya membulat sempurna saat melihat siapa yang ada di hadapannya. Salman berdiri dengan tatapan penuh rasa khawatir."Kamu ngapain menangis sendirian di sini, Sha? Apa ada yang menyakitimu? Katakan padaku!" Salman terlihat sangat khawatir. Masih terlihat di matanya cinta yang begitu besar untuk wanita itu.Amisha menepis tangan Salman saat hendak memegang pundaknya. Dia
Terlalu fokus dengan foto Amisha, Anggara sampai tidak memperhatikan foto lain. Di mana ada foto Dito dan Raisya saat melangsungkan pernikahan mereka. Anggara menyimpan ponselnya kembali saat melihat Amisha melajukan motornya. Dia bergegas mengikuti wanita itu hingga motor yang Amisha pakai berhenti di kampus. Amisha terlihat menuju toilet dan tidak berselang lama, wanita itu sudah berganti pakaian."Jadi kamu bekerja sebelum kuliah? Kenapa harus jadi pengantar pakaian? Bukankah kakakmu punya kafe?" Anggara bicara sendiri. Dia merasa ada yang salah.Ponsel Anggara berdering. Terlihat sebuah pesan masuk ke aplikasi hijaunya. Tertulis nama Raisya di sana."Sayang, kamu di mana?" tulis Raisya."Kemarin kita gagal melakukannya. Apa kamu mau mencobanya lagi?" Kembali Raisya mengirimkan pesan."Aku tunggu di tempat biasa." Pesan terakhir yang Raisya kirimkan.Anggara hanya membacanya saja, enggan untuk membalasnya. Dia ingin sedikit menjauh dari wanita itu. Entah mengapa, Raisya tidak lagi
Cukup lama Amisha duduk sendirian di taman depan apartemen. Hati juga pikirannya sedikit rileks, setidaknya untuk beberapa saat. Dia berharap ini hanya mimpi buruk saja yang suatu saat nanti dia bisa terbangun. Dengan langkah malas, Amisha kembali ke apartemen Anggara. Sebelum masuk ke area apartemen, Amisha membeli roti untuk mengganjal perutnya di minimarket. Wanita itu sudah jarang sekali makan nasi karena terlalu sibuk. Sebisa mungkin dia juga hidup hemat, apalagi mengingat waktu gajian masih sangat jauh."Sha, ngapain kamu di sekitar sini?" Jantung Amisha seakan berhenti berdegup saat mendengar suara yang sangat tidak asing di telinganya."Beli ro–roti," jawab Amisha gugup. Salman menatap Amisha penuh tanya."Beli roti sejauh ini?" Salman memicingkan matanya.Meskipun hatinya merindukan pria itu, Amisha berusaha mengabaikannya. Dia tidak mau melibatkan Salman dalam masalahnya. Cintanya pada pria itu masih tersimpan dengan baik. Berh
Anggara terbangun saat matahari sudah berada di atas kepala. Dia merasakan sakit di dahi sebelah kanan, bekas terkena pukulan dari gelas yang Amisha layangkan. Belum lagi efek dari minuman yang sudah membuatnya mabuk semalam."Apa yang sudah kamu lakukan pada wanita itu?"Anggara terlonjak kaget saat mendengar suara yang tidak asing di telinganya. Dia juga merasa asing dengan ruangan tempatnya tertidur."Shiit!" Anggara hanya bisa mengumpat saat dia ingat dengan kejadian semalam. Matanya celingukan mencari wanita yang tinggal bersamanya. Penasaran dengan kondisi wanita itu."Siapa yang kamu cari? Istrimu?" tanya orang itu."Di mana dia, Pa?" Orang yang kini menatap Anggara penuh amarah adalah Subagio, papanya Anggara. Subagio dan Marini sengaja datang ke apartemen Anggara pagi-pagi sekali karena laporan orang suruhan mereka. Dari laporan yang mereka dapat, terdengar suara Amisha berteriak. Kebetulan pintu apartemen tidak tertutup rapat."Apa pedulimu? Dia sudah pergi jauh!" ucap Sub
Raisya baru saja kembali dari perjalanan bisnis. Dia disambut hangat oleh suaminya. Seperti pasangan suami istri lainnya, wanita itu memperlihatkan kerinduannya pada sang suami.Raisya pandai sekali menyembunyikan perselingkuhannya dari sang suami. Semua terlihat baik-baik saja, Dito pun tidak menaruh curiga apa pun."Di mana Misha? Tumben dia tidak menyambutku? Padahal aku udah bawa oleh-oleh untuknya," ucap Raisya. Dia kini tengah dalam balutan selimut bersama Dito."Misha sudah tidak tinggal di sini lagi," jawab Dito. Raisya menatap suaminya dengan rasa penasaran."Maksud kamu apa, Mas? Apa Misha ngekost?" Dito menggelengkan kepalanya, membuat wanita itu semakin penasaran."Saat kamu pergi ke luar kota, aku mendapati Misha berduaan dengan seorang pria di kamar hotel. Hari itu juga aku menikahkan mereka." Penjelasan Dito adalah kabar yang mengagetkan. Raisya tidak percaya kalau Amisha melakukan itu.Raisya sangat mengenal Amisha seperti apa. Dia tidak yakin kalau adik iparnya itu me
Kerah baju Anggara ditarik dengan kasar hingga keluar dari mobil. Sebelum kembali memukul Anggara, orang itu melemparkan jaket yang dipakainya pada Amisha.Setelah yakin Amisha memakai jaket itu, dia kembali fokus dengan Anggara. Memukul juga menendang pria itu hingga tersungkur ke aspal."Mas Salman! Hentikan!" teriak Amisha. Anggara jatuh tersungkur dengan wajah lebam. Darah segar juga keluar dari sudut bibirnya. Di saat Salman hendak melayangkan pukulan lagi, Amisha menghalanginya. Pukulan yang diarahkan pada Anggara kini diterima Amisha."Misha!" Salman bergegas menghampiri. Terlihat raut penyesalan di wajahnya. Anggara menatap pria itu dan balas memukul.Akibat pukulan itu, pipi Amisha memerah. "Brengsek!" Anggara terlihat marah. Dia membalas setiap pukulan yang tadi diterimanya."Berhenti kalian!" Amisha mencoba melerai mereka, tetapi teriakannya terus diabaikan.Amisha kini menghalangi Anggara saat Salman hendak melayangkan pukulan. Hampir saja pukulan pria itu mendarat di pip
Beberapa hari tidak bertemu, tidak membuat Amisha merindukan sosok Raisya. Terutama setelah dia tahu perselingkuhan kakak iparnya. Wanita itu sampai menolak saat Raisya hendak memeluknya. Bahkan tangan Raisya ditepis saat melihat memar di pipi adik iparnya."Pipi kamu kenapa, Sha? Kok, memar gini?" Amisha mengabaikan pertanyaan Raisya. Dia enggan menjawabnya.Tangannya terkepal kuat saat mendengar cerita wanita itu selama melakukan perjalanan bisnis. Rindu, satu kata yang selalu wanita itu katakan dan Amisha jijik mendengarnya."Kalau tahu bakal ketemu kamu, pasti Kakak bawa oleh-oleh buat kamu sekalian," ucap Raisya. Wanita itu masih belum sadar kalau Amisha tengah marah besar padanya."Gak usah repot-repot. Berikan saja pada orang lain," ucap Amisha sambil berlalu. Dia bergegas pergi karena takut tidak bisa mengontrol emosinya."Sha! Kok, gitu? Kamu marah sama Kakak?" Raisya mencoba mengejar adik iparnya."Masih bertanya?" Amisha tertawa sinis. Wanita di hadapannya sungguh tidak tah
Amisha hanya duduk dengan terdiam. Dia terpaksa ikut dengan Anggara karena permintaan Bu Sari. Setelah menyadari keberadaan pria itu, Amisha hendak pergi, tetapi Bu Sari mencegahnya. Wanita itu keluar saat mendengar suara motor berhenti. Dengan terpaksa Amisha mengikuti permintaan majikannya."Lukamu masih terlihat. Apa kamu tidak mengobatinya?" tanya Anggara tanpa melirik."Apa pedulimu?" Amisha menatap Anggara tanpa rasa takut.Anggara menghentikan mobilnya tiba-tiba. Dia menatap Amisha dengan penuh amarah."Aku tidak peduli sama sekali. Aku cuma gak mau orang tuaku berpikir luka itu aku yang berikan!" ucap Anggara tegas. Amisha kembali diam. Dia lelah terus berdebat. "Mama memintaku membawamu makan di luar," ucap Anggara beberapa saat setelah mereka terdiam. Perkataan Anggara diabaikan Amisha. Matanya fokus menatap ke depan."Aku bicara denganmu, Wanita Ja …!" "Tapi aku gak mau bicara denganmu, Brengsek! Aku membencimu seumur hidupku! Semoga di kehidupan mana pun kita tidak pernah