Bleb bleb bleb
Sylvi meronta sekuat tenaga saat kepalanya dibenamkan ke dalam bak mandi berukuran besar. Namun dua wanita begundal yang memegang lengannya dengan kuat tak membiarkannya begitu saja.Saat dia hampir kehabisan nafas dan hampir lemas, seorang penjaga tahanan meneriaki mereka dari kejauhan."Apa yang kalian lakukan?" teriaknya.Laki-laki bertubuh lebar yang memakai seragam petugas itu menghampiri mereka. Pintu kamar mandi memang tidak tertutup sehingga memungkinkan penjaga dan para narapidana lainnya bisa melihat kejadian itu dengan jelas.Sutiwe dan rekan-rekannya segera keluar dari kamar mandi dan meninggalkan Sylvi yang hampir mati lemas.Sylvi terduduk di lantai kamar mandi yang licin. Dia berusaha memuntahkan air bak mandi yang masuk ke tubuhnya melalui mulut dan hidungnya tadi. Namun karena lemas dan tak bertenaga, dia hanya bisa terbatuk."Apa yang terjadi?" bentak penjaga tahanan ke arah Sylvi.Sylvi yang hampir kehabisan nafas tak bisa menjawabnya dan hanya menunjuk ke arah komplotan wanita begundal yang berada tak jauh dari kamar mandi.Penjaga tak mengerti apa maksudnya dan mengabaikan kejadian tadi."Kamu bersihkan kamar mandi sekarang juga. Sikat yang bersih," ujar penjaga tahanan sambil berlalu meninggalkan kamar mandi.Sylvi tercengang tanpa kata. Apa dia tidak bisa lihat aku hampir mati lemas? Kenapa malah disuruh membersihkan kamar mandi? Aakkhhh sialan, gerutunya dalam hati.Setelah berhasil mengatur nafasnya, barulah dia perlahan menyikat lantai kamar mandi yang licin dan kotor. Tak seorang pun narapidana yang membantunya.Tak jauh dari kamar mandi, Sylvi bisa mendengar gelak tawa tujuh wanita begundal yang telah berhasil mengerjainya.Mereka itu manusia atau setan, sih? Kok bisa-bisanya tak punya hati begitu? Apa saat lahir dulu hati mereka tertinggal di dalam rahim ibunya masing-masing? pikirnya kesal.Dua jam kemudian Sylvi baru menyelesaikan pekerjaannya. Dengan perut kosong dan tubuh penuh lebam, perlahan dia berjalan keluar dari kamar mandi.Langkah kakinya terseok-seok karena kaki sebelah kanannya di injak oleh si gimbal di ruang tahanan kemarin.Sudah jam 11 siang, 1 jam lagi makan siang. Bertahanlah Sylvi, ujarnya dalam hati saat melihat jam dinding yang tergantung di tembok ruangan penjaga.Saat itu suasana di aula terlihat sepi. Semua tahanan wanita sudah kembali ke selnya masing-masing.Sylvi tak ingin kembali ke sel, tapi melihat tatapan dingin penjaga yang tadi menyuruhnya membersihkan kamar mandi, membuatnya melanjutkan langkahnya menuju kamar selnya di ujung koridor penjara.Ada beberapa sel yang harus dilewatinya sebelum sampai di selnya sendiri di ujung sana.Saat berjalan di depan sebuah sel, dia melihat tiga orang wanita berwajah seram sedang melotot ke arahnya.Sylvi membuang wajahnya karena takut bertatapan langsung dengan mereka dan menjadi sasaran mereka suatu saat.Melewati sel berikutnya, dia mendengar seorang tahanan wanita sedang menangis."Ayah, Ibu, aku ingin mati saja dan bertemu dengan kalian. Aku tidak sanggup berada disini."Keluhan itu berubah menjadi teriakan histeris setelah terdengar suara pukulan.Buggg"Diam kau, berisik," ujar seorang wanita dengan galak.Sepertinya ada seorang tahanan yang bernasib sama denganku di sel ini. Dia juga mengalami penyiksaan yang sama sepertiku, batin Sylvi.Sylvi benar-benar tak habis fikir, kenapa para tahanan lama suka menyiksa tahanan lainnya? Apa itu sebuah hiburan buat mereka yang sudah terlalu lama berada di tahanan?Dia terus menyusuri koridor dengan langkah kaki diseret ke lantai. Sekujur tubuhnya terasa sakit karena penyiksaan tujuh wanita begundal. Ditambah lagi karena jarang makan dan disuruh membersihkan kamar mandi hari ini."Aku tidak bersalah. Aku tidak punya uang untuk membayar pengacara. Aku tidak bisa membela diriku sendiri," Suara lirih seorang tahanan terdengar memilukan. Sylvi melihat seorang wanita sedang berlutut di depan tahanan lainnya sambil memohon agar tak di pukuli.Tampak banyak bekas luka di wajahnya dengan rambut berantakan."Eh dasar maling. Mana ada maling ngaku, hah? Udah ketahuan nyolong masih aja banyak alasan. Bodoh," ujar tahanan wanita yang berdiri di depannya dan menendang wanita itu hingga terpental ke lantai.Lagi, seorang tahanan bernasib sama denganku, gumamnya dalam hati.Jika di persidangan semua orang menghadapi hukum negara, maka di penjara hampir semua orang berhadapan dengan hukum rimba.Mengapa dunia bisa sekejam ini? Orang-orang yang berbuat jahat bisa bertindak seenaknya, sedangkan orang yang tidak melakukan kejahatan tidak bisa mendapatkan keadilan melainkan hanya siksaan seperti sedang berada di neraka kw lima.Ah, aku tidak mau masuk neraka. Disini saja sudah menderita, bagaimana kalau di neraka nanti? pikirnya ngeri sambil bergidik.Saat Sylvi berjalan di depan sel berikutnya, dia melihat semua tahanan wanita sedang menatapnya dengan tatapan kosong. Sel itu tepat berada di samping selnya sendiri, dimana tujuh wanita begundal telah menantinya dengan tatapan sadis.Sylvi terdiam menatap ke arah sel itu. Lima orang wanita yang berada di dalam sel tengah menatapnya dalam diam.Sylvi tak mengerti arti dari tatapan mereka. Sedih, marah, kesal, atau iba padanya yang selalu mendapat siksaan dari tujuh wanita begundal tak punya hati itu.Sylvi berniat menghampiri mereka dan bertanya, namun teriakan wanita berambut gimbal membuatnya terkejut."Woiii kerempeng. Sini lu!!!" ujar si gimbal sambil berkacak pinggang.Sylvi mengurungkan niatnya menghampiri mereka. Meski takut, Sylvi tetap berjalan ke arah selnya yang memang belum dikunci oleh penjaga karena dia masih berada di luar sel.Sementara beberapa penjaga sedang memantaunya dari ujung koridor lainnya untuk memastikan dia masuk ke dalam sel dan tidak ada orang yang keluar dari sel tersebut.Saat Sylvi memasuki sel, wanita gimbal langsung menjambak rambutnya dengan kencang."Apa yang lu bilang sama penjaga tadi?" Tanya si gimbal geram sambil mendorong tubuh Sylvi hingga terhempas ke tembok penjara.Tembok tinggi yang mengelilingi rumah tahanan itu tidak memungkinkan siapapun untuk melarikan diri dari sana. Melalui layar pemantau CCTV, para penjaga bisa mengetahui apapun yang terjadi. Ditambah lagi dengan penjaga yang berjaga di setiap ujung koridor, tak satupun tahanan yang bisa memanipulasi pergerakan mereka setiap ssst. Mereka pasti tahu apa yang aku alami setiap hari, tapi kenapa mereka membiarkan wanita-wanita begundal itu menyiksa ku? Apa karena ada yang menyuruh? batinnya."Gak, aku gak bilang apa-apa," sahut Sylvi yang meringis kesakitan sambil memegang rambutnya yang ditarik si gimbal."Ah jangan bohong lu. Lu bilang kami menyiksa lu kan?" Sutiwe maju beberapa langkah dan langsung mencengkeram dagu Sylvi dengan kasar."Enggak. Penjaga gak nanya apa-apa. Aku juga gak bilang apa-apa," sahut Sylvi lagi menahan sakit.Si gimbal dan Sutiwe saling pandang dan akhirnya mereka berdua melepaskan tangannya dari rambut dan dagu Sylvi."Awas aja lu ngomong macem-macem. Gua garuk muka lu."Kali ini Mukijem yang berbicara. Tatapan bengisnya membuat Sylvi bergidik.Dua minggu berlalu tanpa harapan. Harapan Sylvi untuk mendapat bantuan hukum. Seorang penjaga wanita membangunkan nya yang hampir pingsan setelah dijadikan samsak hidup oleh tujuh wanita begundal ."Tahanan 1234, ada tamu," teriak penjaga wanita itu."Tamu?" tanya Sylvi lirih. Secercah harapan timbul dibenaknya.Gadis bertubuh kurus itu tiba-tiba duduk dengan wajah berseri-seri, di balik luka lebamnya."Apakah itu William? Atau Om Stevan? Mungkin juga Tante Marina, atau Hani yang berubah pikiran?" gumamnya dalam hati."Namanya James Singgih," ujar penjaga wanita itu.Sylvi langsung terkulai lemas. Mau apa lagi singkong rebus basi itu menemuiku? Apa dia mau menertawakanku? geramnya kesal.Sylvi masih ingat pertemuan terakhirnya dengan James Singgih yang menyebalkan itu, tiga bulan yang lalu."Presdir, ada tamu penting yang ingin bertemu denganmu," ujar Diana Pinkan, sekretaris Sylvi."Siapa?" Tanya Sylvi sambil terus menatap laporan keuangan yang baru saja diserahkan Diana beberapa jam
Setelah pertemuannya dengan William malam itu, Sylvi pulang dengan mengendarai mobilnya yang sudah selesai diperbaiki sore tadi. Pertemuannya dengan William belum mendapat kesimpulan apa penyebab surat perjanjian itu terjadi.Di sepanjang perjalanan, beberapa kali dia menginjak pedal rem secara mendadak karena tidak fokus pada pandangannya. Berkali-kali air mata terjatuh tanpa sengaja dari pelupuk mata cantiknya itu hingga membuat pandangannya buram.Hingga saat mobil yang dikendarainya sudah berada di depan gerbang sebuah Cluster Perumahan dimana rumah miliknya berada, Sylvi membelokkan kendaraannya hendak melewati gerbang itu.Ciiiittttt...Sylvi menginjak pedal rem dengan sekuat tenaga saat tiba-tiba sebuah bayangan terlihat di depan mobilnya. Bayangan yang tiba-tiba melintas itu ternyata adalah seorang anak kecil yang hendak berlari ke seberang jalan.Kejadian mendadak itu membuat tubuh Sylvi menegang seketika. Gadis itu turun dari mobilnya dengan tubuh gemetar dan ketakutan. Apa
"Haii nona cantik. Gimana kabarmu hari ini?" Tanya James dengan wajah ceria."Gak usah basa-basi. Kau bisa lihat sendiri kabarku seperti apa," sahut Sylvi ketus."Hmm... Hahahaha... Ah.. sungguh disayangkan, kau tidak mengikuti saranku waktu itu. Andai saja kau menuruti permintaan ku, pastinya kau tidak akan babak belur seperti sekarang," sinis James yang membuat Sylvi muak.James pernah menemuinya di rumah tahanan sehari sebelum sidang putusan dibacakan. James meminta gadis itu untuk menjadi kekasihnya, dengan begitu pria berperut buncit itu akan menyelamatkannya dari tuduhan pembunuhan. Sylvi saat itu merasa yakin akan memenangkan perkara tersebut karena ada William. Namun dia tidak menyangka, setelah pertemuannya dengan James Singgih hari itu William pun datang dan mengatakan bahwa dia tidak akan melanjutkan perkara itu lagi dan menolak untuk naik banding. William menyuruh Sylvi untuk mencari pengacara lain tapi tentu saja Sylvi tidak bisa melakukannya karena dia sudah tidak memil
Di sudut lain rumah tahanan itu, ada tempat berolahraga khusus untuk para penjaga. Namun tempat itu sangat jarang digunakan karena para penjaga rumah tahanan lebih memilih untuk bersantai daripada berolahraga.Dhani menyuruh Sylvi datang ke tempat itu setiap sore. Meskipun hanya ada samsak yang sudah kumuh dan beberapa barbel yang sudah lama terbengkalai, namun semua itu masih bisa digunakan."Hari ini, keluarkan semua perasaanmu pada samsak tinju itu. Tanpa menggunakan alat apapun dan sarung tinju, kamu harus bisa mengandalkan kekuatan tangan dan kakimu sendiri," perintah Dhani tanpa menatap Sylvi.Dhani tak berani sedikitpun menatap wajah gadis malang itu lagi karena dia akan merasa sangat sedih. Tapi dia bertekad akan mengajari beberapa gerakan tinju untuk bekal Sylvi membela diri.Melihat Sylvi hanya diam terpaku di depan samsak yang tergantung, Dhani mulai mempermainkan emosi gadis itu."Orang yang sudah merebut perusahaanmu, siapa namanya?" Tanya Dhani santai."James Singgih," s
Keesokan harinya, Dhani sudah berada di tempat olahraga itu menunggu kedatangan Sylvi. Sudah jam 5 sore tapi Sylvi tak kunjung datang.Saat Dhani hendak meninggalkan tempat itu karena dia harus bekerja, sosok gadis yang ditunggunya tampak berjalan terseok-seok ke arahnya."Maaf, aku datang terlambat," ucap Sylvi saat langkahnya terhenti tepat di depan Dhani.Dhani tampak gusar saat mengetahui kondisi gadis malang itu semakin memprihatinkan. Ingin rasanya dia membalas perbuatan orang-orang yang sudah menyiksa Sylvi tanpa ampun. Tapi dia tahu posisinya saat ini, dia tidak berhak untuk ikut campur."Kalau tidak bisa latihan, sebaiknya kamu istirahat saja," ujar Dhani sambil memalingkan wajahnya. Hatinya tercabik-cabik melihat pemandangan di depan matanya namun tidak bisa berbuat apa-apa. "Aku....bisa..." sahut Sylvi sambil berjalan ke arah samsak yang masih berada di tempat yang sama seperti sebelumnya."Ada barbel di sudut sana. Kau bisa belajar mengangkat beban berat untuk menguatkan
Sagi tiba di rumah kontrakan nya tepat jam 7 malam. Setelah menyelesaikan pekerjaannya di rumah tahanan pada jam 6 sore, dia akan berjalan kaki untuk menghemat pengeluaran. Waktu yang dia butuhkan untuk berjalan menuju rumah kontrakan nya adalah 1 jam, tapi dia tidak pernah mengeluh.Siapa tahu dengan berhemat, aku bisa menabung dan membelikan rumah sederhana untuk gadis kecilku, Ziana.Tepat saat dia membuka pintu rumahnya, Sagi dikejutkan dengan kedatangan Dhani yang sudah berdiri di belakangnya."Selamat malam, Pak Sagi," sapa Dhani dengan sopan."Pak Dhani," seru Sagi gembira. Dhani duduk di lantai rumah kontrakan Sagi yang hanya berukuran 3x5 meter itu setelah dipersilahkan oleh tuan rumah. Tidak ada sofa atau kursi, tidak ada hiasan dinding dan ornamen apapun di tembok polos dengan cat yang sudah mengelupas. Diruangan itu hanya ada sebuah kasur tipis yang sudah lusuh di sudut ruangan dan sebuah kipas angin kecil yang sering rusak."Saya bawa dua bungkus nasi goreng. Kita makan
"Tidaaakkkkkk...." teriak Sylvi sekuat tenaga. Dia tidak mau mati di penjara. Dia tidak mau semua usahanya gagal hari ini. Dia tidak mau mati di tangan dua dari tujuh wanita begundal sialan itu.Namun injakan kaki Markijem benar-benar membuatnya sesak dan tak bisa bergerak."Berhenti!!!"Suara Pak Sagi terdengar cukup lantang di telinga Sutiwe dan Markijem. Kaki Sutiwe yang melayang di udara dan hendak mendarat di dada Sylvi pun langsung terhenti dan membuat tubuhnya oleng. Sutiwe terjatuh di samping Sylvi yang masih memegang kaki Markijem yang berat."Kalian mau bunuh orang?" Tanya Sagi berang sambil mendorong tubuh Markijem agar Sylvi bisa terlepas dari injakan kaki wanita kejam itu.Sagi membantu Sylvi bangun dari lantai kamar mandi. Berkali-kali gadis malang itu terbatuk dengan nafas sesak. "Mba Sylvi gak apa-apa?" Tanya Sagi khawatir. Untung saja dia datang tepat waktu. Kalau tidak, bisa-bisa gadis itu sudah tinggal nama malam ini."Heh tukang sapu kerempeng, lu pikir lu siapa?
Sylvi tak dapat menggambarkan perasaannya kali ini. Terkejut sekaligus senang mendengar penjelasan Dhani, tapi dia juga bingung kenapa dia bisa dipindahkan ke sel tahanan baru itu. "Ngomong-ngomong, kamu kerja disini sekarang?" Tanya Sylvi pada Dhani yang kembali melangkah."Ya, baru hari ini. Dan seharian ini aku sibuk mengurus administrasi kepindahanku kesini. Untungnya tadi sore sempat ketemu sama Pak Sagi. Kalau tidak..." sahut Dhani terputus."Kalau tidak apa?" Tanya Sylvi penasaran. "Kalau tidak, kamu udah jadi bakwan jagung hari ini, hihihi..." sahut Dhani terkikik.Sylvi menghentikan langkahnya menyadari keberuntungannya hari ini. Benar, mukjizat itu ada. Dan malaikat penolongku datang tepat waktu. Terima kasih Pak Sagi, terima kasih Dhani. Semoga aku bisa membalas kebaikan kalian suatu saat nanti, gumamnya dalam hati.Melihat Dhani berbelok di ujung koridor, Sylvi berlari mengejar Dhani yang terus berjalan. Dhani berhe