Pukul 6 pagi, suasana di luar kamar hotel Shia sudah terasa segar. Tanpa ragu, Shia keluar dari kamar dan bergegas menuju lift. Tidak berselang lama, pintu lift terbuka, mengungkap pemandangan yang tak terduga.
Ketika Shia memasuki lift, matanya terkejut oleh adegan yang sedang berlangsung di dalamnya. Di sudut kecil itu, sebuah pasangan tengah terlibat dalam momen intim, tanpa sepatah kata pun tentang privasi atau kesopanan. Mata biru Shia melarikan pandangannya, mencoba untuk fokus pada hal lain.
Namun, tak dapat dihindari, Shia harus memutuskan apakah akan mengabaikan kejadian ini atau berhadapan dengan situasi yang cukup menjengkelkan. Dengan sikap yang tetap tenang, Shia memilih untuk tetap masuk ke dalam lift. Ia berdiri di depan pasangan tersebut, merapatkan dirinya ke sudut yang berlawanan arah.
Mungkin karena kehadirannya, mungkin tidak, pasangan itu terus dengan kegiatannya seolah Shia bukanlah bagian dari dunia mereka. Meski demikian, Shia merasa terganggu oleh suara yang kurang pantas mengisi ruang kecil tersebut.
Shia menekan tombol lantai UG. Dia lega ketika melihat tombol 16 sudah ditekan, itu dua lantai dibawah mereka. Artinya dia hanya perlu turun 2 lantai dan membiarkan pasangan gila dibelakangnya keluar.
āayolah ini masih pagi butaā Shia memutarkan bola mata nya, dia menguap dengan suara yang sengaja dibuat sekeras mungkin, berusaha menyamarkan suara decapan kedua bibir yang menyatu dibelakangnya.
Ting. Pintu lift terbuka
Ciuman pasangan dibelakangnya terhenti.
āSee you, babe..ā Ucap perempuan itu sambil berjalan keluar lift, Shia bisa melihat kerlingan nakal dan menggoda yang wanita itu berikan.
Shia merasa aneh, kenapa perempuan itu keluar sendiri dan meninggalkan kekasihnya didalam lift dengan dirinya. Seharusnya pria itu turun saja mengikuti wanita tadi dan melanjutkan kegiatan mereka, bukannya meninggalkan pria itu dengan Shia hingga membuat gadis itu merasa canggung!
Pintu lift kembali tertutup, suara langkah kaki terdengar mendekati Shia. Kini Shia yakin jika pria itu sudah berdiri dibelakangnya dan mengukung tubuhnya.
Baru saja Shia ingin memaki pria itu, namun suara maskulin pria itu terdengar.
āWe meet again, little tigrisā Suara berat itu terdengar sangat jelas dibelakangnya. Shia membalik tubuhnya dengan cepat
āKAU!! SEDANG APA KAU DISINI?!ā Shia memekik mendorong Dante menjauh.
Ya, pria yang berada satu lift dengannya dan bercumbu dengan seorang wanita itu adalah Dante, pria menyebalkan yang Shia temui kemarin malam.
āHanya mengantarkan rekanku kembali ketempatnyaā Jawab Dante santai, dia menyenderkan tubuhnya pada sisi lift. Mata abu-abu itu menatap Shia lekat, tidak ingin mengalihkan pandangannya dari mata biru yang menarik perhatiannya sejak pertemuan pertama mereka.
āTerkutuk, sudah kubilang jangan sampai kita bertemu lagi, jerk!ā Shia menekan tombol lift untuk berhenti satu lantai dibawahnya. Dia tidak peduli jika harus turun dilantai 14. Yang penting baginya tidak berada ditempat yang sama dengan pria berbahaya seperti Dante.
āSialan, kenapa tidak terbuka!ā Shia memaki, lift itu tidak mau berhenti meskipun Shia sudah menekan angka 14
āKau tidak akan bisa memaksanya berhenti hanya dengan menekan tombol, little tigrisā Ucap Dante dengan tawa ringannya. Dia merasa lucu dengan tingkah Shia saat sedang kesal.
āKAU-!!ā
Mata biru gelapnya menyipit dengan mulut yang mengeluarkan umpatan itu sungguh menarik perhatian Dante. Dante mulai berpikir, kapan terakhir kali merasakan ketertarikan seperti ini?
12 tahun lalu mungkin, ya benar 12 tahun lalu saat dia bertemu dengan sosok malaikat kecil di sebuah gereja. Dante merasa tertarik dengan mata birunya yang berbinar cerah. Dan kini dia bertemu sesorang dengan mata yang sama, namun ketertarikannya kali ini terasa jauh lebih besar.
Dante tertawa geli, Shia kembali menekan angka 16 namun sayangnya lift itu tetap tidak berhenti. Hingga tawa Dante pecah saat Shia menekan semua angka dengan brutal.
Helaan nafas Shia membuat Dante mendekat, kembali mengukung tubuh wanita itu dengan tubuh kekarnya.
āsebenarnya apa maumu bastard!ā Shia mendesis, dia yakin jika semua ini diatur oleh Dante
āKiss meā Ucap Dante ringan. Shia tertawa tak percaya
āKurasa kau benar-benar sakit jiwa atau mungkin kau maniak ciuman, tapi maaf saja aku tidak berniat membiarkan bibirku bersentuhan dengan bekas orang lain. Kau tau jajanan murahan mengandung banyak virusā Sindir Shia
āLidahmu tajam juga. Sepertinya kau lebih suka terjebak bersamaku selamanya daripada menciumkuā Dante kembali melangkah mundur dengan sudut bibir yang terangkat
āApa maksudmu?ā Tanya Shia
Dante melirikkan matanya pada pintu lift. Shia mengikuti pandangan Dante. Lift itu telah berhenti dilantai UG, lantai tujuan Shia namun pintu itu masih tidak terbuka meskipun Shia sudah menekan tombol buka pada lift.
āShit! Kau benar-benar menyebalkan. Buka pintu ini!ā Shia menatap Dante dengan kesal
āOne kisses and I will let you goā
āNever!ā
Tolak Shia, dia menekan tombol darurat pada lift. Suara operator seolah menjadi harapan untuk Shia
āHelp me please. Aku terjebak didalam lift, pintunya macet, tidak bisa terbukaā
āLift anda berada dilantai berapa, nona?ā Suara seorang pria terdengar
āUGā Jawab Shia, matanya melirik Dante dengan bibir yang mengulas senyum penuh kemenangan
Namun sayangnya senyum itu tidak bertahan lama ketika suara operator itu justru mendadak putus dan menghilang.
āHello..ā
āHei, tolong aku, aku terjebak bersama pria gila yang akan membunuhku!ā
Tidak ada jawaban. Shia memukul tombol itu dengan keras āGod, I hope you go to the hell!ā
āKutukanmu terlalu berlebihan little tigrisā
āDiam kau! Berhenti menyebutku seperti itu!ā Shia menunjuk Dante, rasa kesalnya membuat Shia lupa jika Dante dapat membunuhnya dalam hitungan detik. āHotel mewah macam apa yang membiarkan tamunya terjebak didalam lift!ā
āHotel ini milikku, jika punya masalah katakan saja padakuā Ucap Dante dengan senyum lebar, Shia memutar bola matanya malas. Dia sudah menebak jika pria itu pasti memiliki kuasa atas hotel ini, dari setelan yang dikenakannya saja Shia yakin jika dia bukan pria sembarangan.
āKau ini sebenarnya siapa? Aku tidak pernah melihatmu dalam acara bisnis sebelumnyaā Tanya Shia. dia berharap pria itu akan berbaik hati membuka pintu lift tanpa sebuah ciuman seperti permintaannya
āDante, cukup ingat nama itu. Jadi bisa kau menciumku sekarang?ā Ucapnya dengan seringain tipis
Oke, Shia akui jika Dante tampan. Namun dari tampang dan gaya bahkan tingkahnya Shia sangat yakin jika dia adalah seorang player.
Terlebih dia baru saja membuktikannya sendiri. dengan mata kepalanya sendiri, Dante berciuman dengan seorang wanita di dalam sebuah lift. Hell, dia berharap semoga pria itu mendapat karma atas segala tingkah menjijikannya.
āBerapa usiamu?ā tanya Shia, dia cukup penasaran dengan satu hal ini
ā35. Kenapa?ā Tanya Dante membuat Shia melotot, dia tau jika pria itu lebih dewasa tapi Shia tidak mengira jika usia pria 35 tahun padahal tampangnya seperti pria yang berada akhir 20an.
āMaaf tapi aku tidak ingin mencari masalah dengan mencium pria yang hampir seusia pamankuā Balas Shia
ājadi kau keberatan mencium pria yang berusia 16 tahun lebih tau darimu little tigrisā Lanjut Dante dengan senyum miring.
āKau tau usiaku..ā Shia bergumam
āHmm, hanya memastikan jika aku tidak terlibat dengan anak dibawah umurā
Shia berdecih, sepertinya dia tidak memiliki cara lain untuk keluar selain mengabulkan keinginan pria itu.
āBisa bersihkan bibirmu, aku tidak ingin menyentuh bekas orang lainā Ucap Shia malas
āAku ingin kau yang membersihkannya, dengan bibirmuā Ucap Dante santai, dia bahkan tidak bergeming ketika netra biru itu membola.
āAku ingin kau yang membersihkannya, dengan bibirmuā Ucap Dante santai, dia bahkan tidak bergeming ketika netra biru terang itu membola. Nafas Shia memburu, udara didalam lift terasa sangat panas. āKau benar-benar baj-ā Ucapan Shia terpotong oleh ciuman Dante di bibirnya. Terkejut. Shia makin membelalakkan mata ketika tiba-tiba saja Dante mendorong tubuhnya, menyudutkannya ke dinding elevator, kemudian memagut bibirnya kasar. Shia gemetar marah, dia berusaha keras mendorong Dante, tubuh lelaki itu sekokoh karang, tidak bergeming meski Shia mendangkan kakinya pada aset pria itu. Tangan Dante menangkup wajah Shia, memiringkan kepalanya kemudian menyerang bibir Shia dengan posesif. Arshia seperti tersengat. Ini berbeda dengan ciuman biasa yang dia lakukan. Ini lebih dewasaā¦ lebih dalam dan membakarnya. Apalagi Dante menggerakan lidahnya dengan jilatan pelan dan niat. Shia merasa nyaris tenggelam dalam ciuman itu. Tangannya mencengkeram Jas hitam Dante, mengelusnya pelan. Dante tersen
Mobil yang membawa Shia dan Dante berhenti di Parkland memorial hospital tepat di samping wanita dengan seragam dokter yang memang menunggunya. Teresa Tylor, sahabatnya yang bekerja sebagai dokter itu menampakan raut terkejut ketika melihat pakaian Shia yang berwarna merah darah.“kau terluka?” ucap Teresa panik, dia memperhatikan Shia secara seksama.“Itu darahnya.” Ucap Shia bersamaan dengan pintu mobil yang terbuka, menampakkan seorang pria yang terbalut kemeja putih yang kini berubah merah darah.“Oh Gosh. Bagaimana dia bisa begini? Apa kamu menabraknya? Sudah kubilangkan berhentilah balapan liar Shia.” Cecar Erika panik. Wanita itu mengkode kepada perawat yang bersamanya agar membawa pria itu dengan cepat.“Dia menyelamatkanku, aku berhutang budi dengannya” jawab Shia dengan atensi yang sepenuhnya tertuju pada para perawat yang memindahkan tubuh Dante ke ranjang pasien dan membawanya masuk ke d
Setelah Shia mengembalikan kunci mobil pada Teresa di ruangannya, langkahnya membawanya menuju lift yang membawa ke lantai 5. Menyusuri koridor yang tenang, ia akhirnya sampai di depan pintu ruangan lavender. Dengan langkah hati-hati, Shia membuka pintu itu. Ruangan tersebut terasa hening, terasa tenang dengan warna-warna lembut dan lampu yang redup. Namun, perhatian Shia segera tertuju pada sosok pria yang terbaring di ranjang. Dante, seorang pria yang baru dikenalnya, terlihat rapuh dalam seragam pasien. Perban di kepala dan infus yang terpasang di tangan kanannya menyiratkan bahwa Dante tengah melewati masa sulit. Shia mendekati ranjang, mengambil tempat di kursi di sampingnya. Tatapannya terkunci pada wajah Dante yang tertutup oleh matanya yang tenang. Mata biru Shia memperhatikan setiap detail, mencoba membaca ekspresi yang mungkin ada di balik ketenangan itu. lalu Shia nampak menilai perawakan Dante. Rupa pria itu sangat menawan. Rambut hitam yang terlihat lembut, Rahang kokoh
Shia menatap sosok pria yang terduduk di ranjang pasien. Mata yang tertutup itu kini terbuka. Pandangan mereka bertemu, netra abu-abu gelap dengan kesan dingin itu menyapanya. Shia cukup tertegun, sosok Dante yang sekarang berada didepannya berbeda dengan tingkah pria itu sebelumnya yang terkesan menyebalkan. āSiapa?ā suara serak itu menyadarkan Shia. Dante tidak mengenalinya. āKau baik-baik saja?ā Tanya Shia balik dengan langkah mendekat. Bersamaan dengan tangannya yang menuangkan segelas air dan menyerahkan pada Dante yang masih bersandar pada kepala ranjang. Dante melirik Shia dengan kening berkerut. Maniknya bersitatap dengan manik biru gelap milik Shia. Tentu saja pria itu sadar dirinya kini pasti berada di sebuah rumah sakit dan mengenakan seragam pasien. Namun bagaimana dirinya bisa berada disini. Merasakan tenggorokan yang kering. Dante meraih gelas yang disodorkan oleh Shia dan meminumnya hingga tandas. āKau ingat ses-ā PRANK āARGHHā Gelas kaca yang dipegangnya jatuh d
Los Angeles, USBRAK..“ITU BUKAN MAYATNYA!!” teriak seorang pria sambil menggebrak meja kerjanya, membuat dokumen yang tersusun rapi kini berhamburan ke lantai.“Apa kalian bisa menjelaskan apa yang terjadi” Tanya pria itu dengan desisan tajam. Dua orang yang berada didepannya menunduk takut. Saling menyenggol untuk menentukan siapa yang berbicara.“Apa kalian mendadak bisu.” Ucapnya dengan dingin.“I-itu jebakan.. kami dijebak” jawab Frank selaku pemimpin kompotan dengan takut-takut. Pria itu hanya diam seolah menunggu kelanjutan cerita yang ingin didengarnya.“Benarkah? Ceritakan padaku jebakan seperti apa yang dibuat olehnya”“Bom yang kami tembakan pada mobil itu berhasil meledak, saat kami ingin mendekat, tiba-tiba kami semua pingsan dan saat bangun sudah berada didepan gerbang” Ucap Frank dengan badan bergetar.“Kami rasa ia sudah mati tuan. Mo
Setelah mengantar Dante menuju kamar, Shia kini berkutat di dapur, sebenarnya sudah cukup lama dia tidak memasak bagi orang lain, dengan sedikit kaku ia mulai mengaduk telur dengan beberapa potong wortel dan bumbu lalu mendadarnya dilanjutkan dengan cornet. Shia mengangkat dan meyusun keduanya diatas roti tawar. Menuangkan saos dan mayonnaise lalu menutup kembali dengan roti dan memotong roti tersebut menjadi dua bagian berbentuk segitiga. Senyum tipis tertera di bibirnya ketika melihat bentuk sandwice buatannya. Tidak buruk pikirnya.“Kau memasak?” Tanya DanteShia menoleh, menatap Dante yang shirtless hanya menggunakan celana selutut yang baru di belinya tadi. Rambut hitam pria itu terlihat basah begitu pula dengan aliran air yang mengalir membasahi tubuh atletisnya yang memiliki roti sobek disana.‘astaga’ Shia terdasar“Gunakan bajumu” Ucap Shia yang otomatis membalikkan tubuhnya.Dante ters
Di apartemen, Dante duduk di sofa dengan tatapan yang tertuju pada televisi yang menampilkan berita, dia tersenyum tipis begitu melihat berita salah satu keluarga ternama“Dia rajin sekali mencari sensasi” celetuknya asal. Dante mematikan televisi itu, dia berjalan kea rah kamar yang berhadapan dengan kamar miliknya.Tanpa berpikir dua kali Dante membuka pintu kamar itu. “Jadi ini kamarmu, little tigris” gumamnya saat melihat bagian dalam kamar itu.Dante melangkah masuk. Kamar ini terlihat lebih kelam dengan warna dinding abu-abu dan juga beberapa lukisan abstrak yang didominasi warna hitam yang menghiasi dindingnya. Berbeda dengan kamar miliknya yang dilapisi cat dinding putihDante melangkahkan menuju lemari kaca berisi piala yang menarik perhatiannya. Piala penghargaan atas prestasi wanita itu di bidang akademik dan 4 mendali serta belasan piala kejuaraan drift yang di dapat 2 tahun terakhir.Netra abu-abu itu tera
Gerakan Shia yang membongkar belanjaannya terhenti, tatapannya mengambang “Aku tidak lagi memiliki alasan untuk melakukannya” Shia mengedipkan matanya, tersadar jika dia kembali mengingat kenangan lama“Sudahlah, makan saja ini. Aku membelinya di restoran favorit ibuku”Shia membuka kotak makanan di depannya. Lalu memakan pasta itu dengan tenang. Baru satu suapan ucapan Dante justru membuat suapannya terhenti“Dimana ibumu?” Shia mengulas senyum tipis lalu menatap Dante“Di tempat yang jauh”“Kapan terakhir kali kau bertemu dengannya?” Tanya Dante yang tanpa disadar membuka luka lama yang Shia rasakan“enam atau tujuh tahun yang lalu mungkin, aku hampir lupa” Ucap Shia nyaris seperti gumaman“Kau tidak ingin menemuinya?”“Mungkin suatu saat” balas Shia lalu kembali menyuapkan pasta ke mulutnya namun tidak bisa dipungkiri rasa sesak m