Di dalam kamar, Shia menatap Dante yang bersandar pada kepala ranjang dengan laptop dipangkuannyaTiba-tiba sebuah pemikiran melintas diotaknya “Dante..” Panggil Shia lembut membuat atensi Dante tertuju pada Shia sepenuhnya. Dengan malu-malu Shia melangkah mendekati Dante lalu mengecup pipi pria itu cepat.Mata abu-abu Dante bergetar terkejut namun tak lama seringan lebar terpatri dibibirnya “Jadi apa yang kau butuhkan little tigris?” Ucap Dante langsung, Shia tersenyum tipis.“Aku butuh laptop” Jawab Shia “Hmm, aku akan meminta Ero menyiapkannya untukmu” Ucap Dante yang membuat senyum Shia mengambang “terima kasih” ucapnya senangDante tersenyum tipis, aneh rasanya mendengar Shia berterimakasih padanya, padahal gadis itu selalu menatapnya dengan penuh waspada.“Kemarilah” Panggil DanteShia yang kembali menurut dan mendekati Dante, bahkan dengan sukarela menaiki ranjang dan berbaring sambil menatap Dante “kenapa kau jadi memancingku little tigris”Shia memutar bola matanya malas “bu
Shia berada didalam pesawat dalam keadaan bingung. Pikirannya masih tidak percaya jika Dante membiarkannya pergi dengan mudah setelah semua kekangan yang pria itu berikan. Sepuluh hari Dante mengurungnya dan sekarang dengan mudahnya pria itu mengantarkannya ke bandara.Tanda pesawat yang akan lepas landas membuat Shia yakin jika dirinya akan kembali ke negaranya, pergi dari sosok Dante, namun banyak hal yang masih menjanggal di pikirannya tentang sosok Dante yang mengetahui banyak hal tentang dirinya, termasuk Liam-nya.Setelah menempuh perjalanan udara selama 10 jaml, akhirnya pesawat itu mendarat di bandara Milan Internasional Airport. Shia berjalan keluar bandara tanpa membawa apapun. Satu-satunya barang yang dibawanya hanyalah sebuah kalung yang dia curi dari mansion Dante sebagai pegangannya untuk dijual.Baru saja Shia ingin menghentikan taxi tiba-tiba saja sebuah mobil hitam berhenti di depannya. Sang pengemudi menurunkan kaca mobilnya hingga Shia dapat melihat sosok pria di d
“Mau apa kita disini?” Tanya Shia ketika mobil mulai berjalan memasuki kawasan perhotel mewah di Milan. “Dinner” Jawabnya singkat. Mata biru Shia membola “Dengan keadaanku seperti ini?” Tanya Shia tak percaya. Mata biru Dante memindai penampilan Shia, gadis itu menggunakan dress berwarna biru muda selutut, terlihat agak kusut namun tertutupi oleh penampilan menawan Shia. “Tidak masalah, kau cantik dalam kondisi apapun” Celetuk Dante “DANTE!” Shia menggeram “Kau ingin berganti pakaian? Tidak masalah aku akan menyewa kamar hotel untuk kita berdua” ucapnya dengan senyum geli begitu melihat ekspresi Shia yang menggelap “Bastard” “Yes I’m” Balas Dante dengan smirk andalannya. Shia mendengus dengan pandangan yang lurus ke depan, Mobil itu berhenti di depan lobi hotel. Dante melangkah turun lalu memutari mobil itu, membuka pintu penumpang di samping pengemudi. “Turun” Ucapnya singkat, Shia memutar bola matanya malas. Lalu menapakan kakinya di lantai, baru beberapa langkah menjauh d
“Mau kemana lagi?” Tanya Shia ketika mereka berada di dalam lift dan Dante menekan tombol menuju lantai paling atas.“Menemui orang tua ku” Jawabnya, Shia melotot“Untuk apa?”“Meresmikan hubungan kita”“APA?!. Kau bercanda?” Tanya Shia sambil memelototi Dante“Tidak”Belum sempat Shia berbicara suara pintu lift yang terbuka mengalihkan perhatiannya, Dante menariknya keluar menuju rooftop. Netra Shia kembali membola ketika melihat sebuah helicopter terparkir di atas gedung itu dengan seorang pria yang Shia yakin adalah pilotnya.Shia mengenyentakkan tangan Dante, membuat langkah pria itu terhenti dan berbalik menatap kearah Shia yang berada beberapa langkah dibelakangnya.“Kenapa?” Tanyanya datar, hembusan angin malam membuat Shia merinding. Suara Dante terdengar menakutkan baginya.“Kau akan pergi dengan itu?” Tanya Shia
Shia memejamkan matanya ketika Dante menciumnya dengan lembut, jantungnya berdetak semakin cepat, Shia yakin jika Dante menyadari debaran di jantungnya. Dante mendekap Shia dan mendudukan tubuh nya pada meja, tangan pria itu melingkari pinggang Shia dengan erat. Suara kedua bibir yang beradu terdengar di ruangan temaram itu. “Astaga-“ Suara Irena terdengar kaget membuat Shia mendorong Dante kuat sehingga ciuman itu terlepas “Oh, maaf! Jika ingin melakukannya gunakan kamar saja yaa, jangan di dapur” Ucap Irena dengan sedikit raut wajah yang seolah menahan malu Dante menatap Ibunya itu sekilas, tidak terpengaruh dengan kehadiran sang ibu sedangkan Shia memperbaiki tampilannya yang sedikit berantakan. Manik abu-abu Dante menatap wajah Shia yang merah seperti tomat. ‘Sial’ Dante menahan diri untuk tidak menyerang Shia begitu wajah menggemaskannya yang memerah malu. Ini pertama kalinya Shia menampilkan ekspresi seperti itu dihadapan Dante. “Sudahlah, mom menganggu” Kata Dante denga
“Pertunangan kita akan dilakukan minggu depan” ucap Dante pada Shia. Keduanya sedang duduk berhadapan di sebuah kursi dalam kamar Dante“Bukannya kau bilang akan memberikanku waktu?” Balas Shia dengan dengusan“Aku memang memberikanmu waktu untuk tujuanmu, tapi bukan berarti kau tidak terikat denganku little tigriss”Lagi-lagi Shia mendengus ‘terikat katanya? Seolah-olah dia benar-benar memandang suci sebuah ikatan’ Tiba-tiba Shia merasa kesal mengingat ucapan Irena jika ada seorang wanita yang mengaku mengandung anak Dante.“Aku tidak tau jika player sepertimu akhirnya berhenti. Kasihan sekali para sugar babymu” Celetuk Shia asal“Cemburu” Ucap Dante membuat Shia bingung “Apa kau cemburu Shia?” tambah Dante dengan senyuman sombongnya yang membuat ekspresi Shia memburuk“Dengar! Meskipun kau tidur dengan ratusan bahkan ribuan wanitapun dihadapanku, aku
Teresa Tylor, dokter cantik yang menjadi sahabat Shia itu kini sedang duduk kursi taman Parkland memorial hospital. Beberapa menit yang lalu Shia menelponnya dan mengatakan bahwa gadis itu akan mengunjunginya. Entah ada masalah apa lagi yang Shia lakukan, karena Erika yakin bila Shia mengujunginya pasti sesuatu yang buruk menimpa gadis itu. Sama sepertinya dirinya yang mengunjungi Shia ke Milan untuk melarikan diri“Teresa”Suara panggilan itu membuat Teresa menoleh. Di depannya sesosok lelaki dengan perawakan tampan itu berdiri dengan tatapan datarnya. “Damien..” Teresa bergumam, tubuhnya sedikit bergetar mengingat perbuatan pria itu yang mematahkan lengan kanannya.“Kau tidak merindukanku Teresa?” Ucap Damien lirih. Secara tiba-tiba pria itu mendekat kearah Teresa dan memeluknya. Teresa meronta mencoba melepaskan pelukan Damien. Tidak bisa dipungkiri jika Teresa merindukan pria itu, bagaimanapun perasaan cintanya pada Damien
“Oh yaa. Max perkenalkan ini sahabatku Shia dan Shia ini kenalanku Max” Ucap Teresa membuat Max kembali menatap Shia yang seperti sedang menyelidikinya “Shia, senang bertemu denganmu” Shia mengulurkan tangannya. Max menatap tangan itu. apakah tidak masalah dia menjabatnya saat di sudut taman itu ada sepasang mata yang menyorotnya tajam “Max” Akhirnya Max menjabat tangan Shia, hanya sebentar karena dia yakin jika bossnya itu akan langsung memotong tangannya jika berani menyentuh Shia lebih lama lagi “Kudengar kau bertemunya di Boston. Jadi apa urusanmu di Dallas, Max?”Tanya Shia penuh selidik membuat Max sedikit gugup “Aku sedang menjenguk temanku disini” Ucap Max bohong “Dimana ruang temanmu?” “Ada di lantai tiga. Ngomong-ngomong aku harus pergi sekarang, jam makan siang sudah habis” Akhir Max, pria itu tersenyum pada Teresa dan mengusap kepalanya pelan. “Jangan sedih lagi. panggil aku kapanpun kau butuh” Ucapnya sambil menyerahkan sebuah kartu nama Shia berdecih dan mengalihk