Alesio membuka pintu apartemen dengan langkah yang berat, langkah yang mencerminkan kelelahan yang mendalam. Dengan membiarkan lampu tetap mati, Alesio membuka gorden kemudian duduk di sofa, membiarkan napasnya terengah-engah. Selama seminggu terakhir ini, hidupnya terasa seperti roller coaster, terutama karena tingkah manja Diana yang semakin tak tertahankan.
Tatapan Diana yang memelas, wajahnya yang memancarkan ketidaksukaan, dan tingkah laku manjanya yang membuat Alesio semakin muak terhadapnya. Dalam kilatan ingatan, Alesio teringat bagaimana Diana menjerit-jerit pada saat dia mencoba untuk kembali ke Indonesia.
Diana begitu keras kepala, menuntut Alesio untuk tetap tinggal bersamanya, atau mengancam akan membunuh dirinya sendiri.
Bayangan ancaman itu masih terpatri dalam pikiran Alesio. Dia mengenang momen tegang ketika Diana memegang sebuah pisau di tangannya, matanya dipenuhi oleh ekspresi putus asa dan kemarahan. Itu adalah momen yang menggelikan h
Pagi-pagi sekali Alesio keluar dari apartemen setelah memberikan Alana obat bius dengan dosis ringan. Alesio sengaja melakukan itu agar Alana merasa jika apa yang terjadi semalam hanyalah mimpi“Jika Alana bertanya tentangku katakan aku belum kembali” ucapnya pada Markus yang memperlihatkan ekspresi bingung yang samar.Alesio terkekeh pelan mendengar respon Markus "Kau lupa jika dia orang yang selalu mendorongku pergi?" timpalnya dengan nada santai.Markus mengangguk mengerti, menyadari kebenaran dalam kata-kata Alesio. Alana memang memiliki sikap yang ambivalen terhadap majikannya. Terkadang, sikapnya terhadap Alesio terlihat seperti musuh, tetapi di balik itu, Markus merasa bahwa Alana merasa nyaman dengan kehadiran Alesio, meskipun dia tidak pernah mengakui secara terbuka. Hal itu membuat Markus semakin bingung dengan dinamika hubungan pernikahan antara Alana dan Alesio.“Lakukan saja perintahku jika dia bertanya” ucap Alesio la
Alana duduk sambil meminum wine, dia sengaja melakukan itu sembari menunggu Alesio datang hingga akhirnya Alana mendengar suara smartloc pintu apartemen yang ditekan dan Alesio memasuki apartemen. Dengan hati yang berdegup kencang, Alana menarik nafas dalam-dalam, bersiap untuk menghadapi Alesio setelah hampir satu bulan tidak bertemu.Ketika Alesio masuk, Alana melihat ke arahnya dengan tatapan dingin namun penuh dengan emosi yang tersimpan. Wajahnya memancarkan aura tegang saat dia menyaksikan Alesio memasuki ruangan. Alana kembali meneguk wine dengan cepat, menghabiskan anggur beralkohol yang terisi tengah gelas. Ini botol keduanya. Dia merasakan darahnya mendidih, emosinya meronta di dalam dirinya saat Alesio melewati ruang tamu menuju ke arahnya.“Bajingan penguntit” gumam Alana dengan suara yang tajam, cukup rendah namun mampu terdengar oleh Alesio.Alesio memandang Alana dengan smirk tipis saat mendengar gumaman tajam dari bibir Alana yang nam
“Ingin memilikinya?” Tanya Alesio dengan maksud tersembunyi dibalik seringain samarnya yang terciptaAlana mengangguk antusias “memangnya bisa?”Alesio menggeleng. "You don't, but our child can" katanya sambil menatap Alana intensAlana terpaku cukup lama, mencerna kata-kata itu dengan seksama. Tiba-tiba, dia mendekatkan bibirnya ke arah Alesio dan memberinya ciuman singkat. Setelah kecupan itu terlepas, Alana tertawa kecil dan menyentuh bibir tebal Alesio dengan lembut."Like jelly" gumam Alana sambil menggigit bibir Alesio dengan lembut, menciptakan getaran erotis di antara mereka.Alesio terpancing. Dia merangkul Alana dengan erat, memutar tubuhnya sehingga mereka berada dalam posisi yang lebih intim. Punggung Alana menempel pada dinding, dan Alesio melingkarkan kedua kaki Alana di sekitar pinggangnya dengan mantap.“Sakit” ringis Alana kala punggungnya menabrak dindingAlesio justru menyeringai
“Alana mendapatkan sahamnya kembali” Ucap Henry pada ibunyaYulina menggigit kukunya dengan marah. Dia merasa darahnya mendidih ketika mendengar kabar tersebut. Selama ini, dia telah berusaha mati-matian untuk menjatuhkan Alana dan membuat putranya mendapatkan posisi pewaris. Namun, upaya-upaya itu telah gagal, dan sekarang Alana kembali memiliki kepemilikan saham di perusahaan Dirgantara."Wanita itu tidak akan pernah berhenti menghalangi kita" ujar Yulina dengan suara yang penuh dengan kebencian. "Dia pikir dia bisa menggagalkan rencana kita? Dia akan mendapatkannya!"Henry menatap ibunya. Meskipun dia ingin mendapatkan Alana, disisi lain dia juga terjebak dalam ambisi ibunya. "Mungkin kita perlu mencari cara lain untuk menyelesaikan ini, bu" ucap Henry dengan hati-hati. “Alana memiliki Alesio disisinya”Yulina menoleh tajam pada putranya. "Tidak, Henry. Kita tidak boleh mundur sekarang. Kita harus membuat Alana menyesal telah me
Alesio melihat reaksi Alana dan memutuskan untuk meneruskannya. "Ya, kau benar-benar gila malam itu. Tidak bisa kubayangkan apa yang kamu lakukan jika aku tidak berhenti."Alana berdiri di tempat, terguncang oleh tuduhan yang tiba-tiba itu. Dia merasa kebingungan dan tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Pikirannya berkecamuk, mencoba untuk memahami kebenaran di balik kata-kata Alesio."Aku tidak percaya" bisiknya dengan suara gemetar.Alesio menunjuk bibirnya yang sedikit terluka, menambah dramatisasi pada ceritanya. “Kau bahkan mengigit bibirku sampai berdarah, Alana. Kau bilang ingin memakannya karena seperti Jelly."'Like jelly' kata-kata itu memantul dalam pikiran Alana. Ingatan tentang saat Alesio menggendongnya dan dirinya yang mencium pria itu berputar dalam pikirannya. Wajah Alana memerah, dia mengingat momen ketika dia benar-benar mengigit bibir Alesio, meskipun tanpa maksud yang sebenarnya.“Maafkan aku” Ucap Alana
Alana menyesali pertanyaannya karena suasana langsung berubah drastis setelah dia menyebut nama Diana. Hatinya berdebar keras, mencoba untuk menjaga ketenangannya meskipun suasana menjadi tegang.“Diana… Apa dia kekasihmu?” Tanya Alana, mencoba menahan getar ketidakpastian di dalam suaranya. Dia tahu jika hubungannya dengan Alesio hanya sebatas perjanjian, mereka tidak boleh terlibat dalam urusan pribadi masing-masing. Namun hati Alana seperti menginginkan kejelasan tentang siapa itu Diana.Keheningan terjadi selama beberapa saat, memperpanjang ketegangan di antara mereka. Alana bisa merasakan tekanan di udara, seolah-olah Alesio mempertimbangkan dengan hati-hati jawabannya.“Kau penasaran?” Tanya Alesio tiba-tiba, memecah keheningan dengan suara yang tenang namun penuh dengan ketegasan.“Ah itu.. teman kuliahku pernah menunjukan beritamu dengan wanita berambut pirang di bandara jadi kupikir itu Diana” alibi Alana "Emm.. aku harus ke kampus, hari ini jadwal bimbinganku" ucap Alana cep
Setelah kejadian yang menghebohkan itu, bukannya ke kampus Alana justru menuju sebuah Caféshop yang menjadi andalan anak kampusnya.Selain karena untuk menghindar dari pertanyaan teman-temannya, dia juga tidak memiliki keperluan apapun di kampus hari ini. karena pada dasarnya Alana berbohong tentang jadwal bimbingan.Alana membuka laptopnya, memilih mengerjakan beberapa hal yang dirasa harus diperbaiki dari skripsinya. Sesekali dia menyesap Moccalatte pesanannyaSatu jam kemudian…Tepat ketika Alana hendak menutup laptopnya, dia mendengar suara yang agak asing dari sebelah kanannya “Alana, right?” Tanyanya dengan aksen british yang diseretAlana menoleh, menatap perempuan asing dengan rambut blonde. Perempuan itu memiliki riasan tipis dan memakai pakaian feminin yang modis, wajahnya memiliki ciri khas orang barat yang cantik. Seolah-olah seorang boneka hidup, kehadirannya saja sudah cukup untuk menarik perhatian banyak ora
Alana merasakan denyut jantungnya berdegup kencang, kecemasan yang memenuhi pikirannya membuatnya hampir tidak bisa berpikir jernih. Alana mencoba untuk tetap tenang, namun ketakutan terhadap kemungkinan konsekuensi dari apa yang terjadi pada Diana membuatnya merasa semakin terjebak dalam situasi yang rumit ini. “Alana!!” Suara Alesio menggema di lorong rumah sakit. Alana menatap Alesio yang berjalan ke arahnya diikuti dengan Markus yang berada di belakang pria itu. “Apa yang terjadi?!” Alesio bertanya sambil mencengkram pundak Alana, membuat Alana meringis. Dia sudah mendapat laporan tentang Diana yang menemui Alana di kafe dan ikut ke apartemen, lalu tiba-tiba berada di rumah sakit. “Aku tidak tahu. Wanitamu itu tiba-tiba muntah darah saat makan” jelas Alana dengan nada bergetar. “Aku tidak bertanya itu, Alana. Bagaimana kau bisa bertemu dengannya?” Alesio melontarkan pertanyaan dengan suara yang terdengar semakin marah. "Dia yang tiba-tiba datang menemuiku, mengajakku untuk be