"Apa maksudmu? Gaunku tidak terbuka seperti yang kamu katakan." Dikatakan seperti itu, tentu saja membuat Anna merasa tidak terima. Menurutnya, pilihannya sudah sangat sempurna. Dia juga bukan seorang wanita yang akan memamerkan tubuhnya dengan mudah. Dia masih memiliki rasa malu dengan tidak menampilkan bagian tubuhnya secara percuma.Eric merasa penglihatannya benar, gaun sang istri sangat terbuka dalam pandangannya. Dia menunjuk bahu Anna sembari berkata, "Itu! Bahumu terlihat. Itu artinya bahwa gaun yang kamu pilihkan sangat terbuka!" Anna melihat ke arah gaunnya, seketika dia tertawa. Setelah dia menetralkan perasaannya, segera dia berkata, "Hanya bagian ini saja tidak akan sampai mempengaruhi orang-orang. Aku sangat yakin bahwa di pesta nanti, akan ada lebih banyak gaun terbuka yang bisa kamu lihat!""Kata siapa tidak akan mempengaruhi orang-orang? Kamu tidak tahu bagaimana pikiran pria berjalan. Mereka akan—""Eric!" Mendengar suara Vania, pasangan suami istri itu refleks me
Tatapan Vania berubah, tetapi senyuman di wajahnya masih tersemat. Hal itu menimbulkan pertanyaan yang sangat banyak di kepala Eric dan juga Anna. "Tenang saja. Mama sudah menyiapkan hadiah yang sangat spesial untuk papa kalian," ucap Vania kemudian langsung mengajak mereka berdua untuk masuk ke dalam gedung. Sejak awal sang ibu memintanya untuk ikut datang ke pesta ulang tahun Edmund, hal itu saja sudah menimbulkan banyak pertanyaan. Biasanya Vania tidak pernah memaksanya jika tidak ingin pergi tetapi kali ini ibunya itu seakan sangat ingin datang bersama dengannya dan juga Anna. Tiba-tiba langkah kaki mereka kembali terhenti, Anna menoleh ke arah ibu mertuanya kemudian bertanya, "Ada apa, Ma? Apakah ada yang terlupa?"Vania melihat ke arah anak dan menantunya secara bergantian. Merasa ada yang tidak beres kemudian pandangannya tertuju pada mereka yang malah berdiri dengan berjarak dan tidak saling berpegangan."Kenapa kalian berdiri sejauh itu?" Vania beralih pada Anna, "Kamu jug
Anna memasang senyum ramah, sedikit membungkuk sebagai tanda penghormatan. Dia menatap Edmund tanpa rasa takut, kemudian berkata, "Saya Anna Caroline Gwenevieve." Mendengar nama belakang menantunya, seketika dia teringat dengan nama seseorang yang sangat tidak asing di telinganya. "Gwenevieve?" Anna terkejut dengan pertanyaan Edmund, dia merasa bahwa nama belakang keluarganya tidak asing di telinga ayah mertua. Tetapi Anna tidak mau ambil pusing, dia segera menyodorkan paper bag yang dibawanya. "Ini hadiah untuk Anda, saya harap Anda menyukainya," ucap Anna, senyumannya sama sekali tidak pudar. Seketika itu juga membuat Edmund seperti terpesona. Perlahan dia menerima paper bag itu, kemudian membukanya sedikit. Seketika itu juga aroma kopi yang dia sukai langsung masuk ke dalam indra penciumannya. Edmund langsung mengangkat wajah dan seketika pandangannya pada Anna menjadi berbeda. Dia melihat ke arah Eric, tetapi pria itu masih menatapnya tanpa ekspresi. Sepertinya dia memang
Beberapa saat sebelumnya, ketika mereka baru saja tiba, pandangan Daphne langsung saja tertuju pada mereka. Dia menoleh ke arah belakang, lebih tepatnya pada seorang pria yang memang berjaga di sana.Tersenyum tipis pada pria itu seraya mengangguk pelan. Seakan tahu dengan tugasnya, pria itu segera pergi dari sana.Daphne sangat membenci Vania dan juga Eric. Sekarang anak tirinya itu memiliki seorang istri, membuat kebenciannya kian membesar. Dia bertekad untuk menghancurkan mereka semua yang akan menghalangi jalannya.Daphne kembali beralih pada suaminya yang kini sedang bicara dengan rekan bisnisnya. Dia bersikap seakan dia adalah istri sah, tidak peduli dengan pandangan orang-orang. Sementara itu, setelah Vania memerintahkan putranya untuk memperkenalkan Anna pada Edmund, dia terdiam beberapa saat di tempatnya duduk. Melihat sang suami duduk berdampingan dengan istri keduanya, membuat dia tidak suka sebab cemburu.Seharusnya Vania yang berada di tempat duduk itu. Dia adalah istri
Eric tersenyum pada Anna kemudian melihat ekspresi wajahnya yang kesal seketika dia berpikir bahwa ada sesuatu yang membuatnya tidak senang. Di antara mereka hanya ada petugas wanita, dia langsung paham apa yang telah terjadi sekarang.Petugas wanita itu tersenyum sembari membungkuk tanda menghormati Eric. Dia tahu bahwa pria di depannya adalah anak dari atasannya. "Selamat malam, Tuan Eric. Ada yang perlu saya bantu?" Wanita itu bertanya dengan ramah. Cara bicaranya sangat berbeda ketika dia sedang berbicara dengan Anna. Meski sama-sama tersenyum, tetapi Anna tahu bahwa memang perlakuannya dibedakan. "Ada seseorang yang terkunci di toilet wanita. Aku sudah memberitahu petugas itu tapi dia tidak mau mendengarkan. Dia malah mengatakan akan memanggil keamanan jika aku terus bersikeras." Anna langsung saja memberitahu duduk perkaranya.Sementara petugas wanita yang mendengarnya, dia menjadi takut. Meski begitu, dia tidak kehilangan akal. "Maaf, Nona. Mungkin Anda salah paham. Saya han
Anna sangat terkejut mendengar perkataan ibu mertuanya. Pria itu memang pernah mengakui perasaannya tetapi Anna memang belum siap untuk membuka hati. Jika yang dikatakan oleh Vania adalah kebenaran, maka itu berarti perasaan Eric adalah nyata. "Mama sama sekali tidak menyangka ketika mendengar kabar bahwa Eric sudah menikah. Sebab hal yang dilakukan oleh papanya sangat membekas sehingga mama khawatir jika Eric tidak akan pernah mau mencintai ataupun menikah dan membangun keluarganya." Sisi lain Eric yang seperti ini, sangat jarang sekali dia lihat. Biasanya Anna hanya akan melihat sang suami yang selalu bersikap seperti tidak memiliki masalah. Selalu saja bersikap dominan dan menjadi sandaran ketika dia sedang ditimpa musibah. Vania menoleh ke arah Anna, memberikan senyuman hangat pada menantunya. "Ketika mama mendengar bahwa Eric telah menikah, mama sangat bahagia. Karena itu berarti masalah orang tuanya tidak menjadikannya hilang harapan untuk bahagia bersama dengan wanita yang d
Anna langsung mendorong tubuh Eric, melangkah mundur menjauhi pria itu. Meskipun ciuman Eric sangat memabukkan, tapi bukan berarti pria itu boleh melakukan yang lebih dari pada ciuman. "Jangan harap!" Anna menatapnya dengan sinis. Kenyataan bahwa dia menikmati ciumannya, membuat dirinya tidak terima. Ditambah dengan ciuman ini merupakan ciuman pertamanya, semakin membuat Anna kesal. "Kenapa? Kurasa tadi kamu menikmatinya juga," ucap Eric dengan penuh percaya diri. "Hei! Kamu mungkin sudah biasa tapi ini yang pertama buatku, tahu!" Anna bersedekap, dia memalingkan wajah ke arah lain, enggan untuk menatap suaminya. Jujur saja dia merasa sangat malu sekarang. Bagaimana bisa dia memberitahu Eric bahwa pria itu merupakan yang pertama baginya? "Ini juga pertama kali untukku. Dan ternyata rasanya seperti ini." Anna terbelalak, dia langsung menolehkan kepala ke arah Eric dan menatap dengan penuh ketidakpercayaan. Bagaimana mungkin dia adalah yang pertama sementara Eric terasa sangat ahl
Anna membelalakkan kedua matanya, saat ini wajahnya begitu dekat dengan wajah Eric. Mereka bahkan sampai bisa merasakan napas satu sama lain. Anna tidak bisa berkutik, dia seperti terhipnotis dengan tatapan sang suami. Tangan Eric terangkat kemudian merapikan helaian rambut yang menutupi wajah istrinya. Menatap kedua mata Anna, lalu bertanya, "Haruskah kita melakukannya sekarang?" Anna sama sekali tidak paham dengan maksud suaminya. Dengan hati penuh keraguan, Anna bertanya, "Melakukan apa?" Sial! Istrinya begitu polos dan itu malah semakin membuatnya suka. Eric ingin sekali melakukannya sekarang juga tetapi dia tidak mau membuat Anna trauma. Kemudian dengan kedua tangannya, Eric langsung memindahkan Anna untuk kembali berbaring di sampingnya. Memeluk gadis itu dengan posisi Anna membelakanginya. Mencium kepala Anna dengan perasaan yang dimabuk cinta. "Tidur saja di sini tidak apa-apa. Aku tidak masalah jika kamu menyentuhku sepuasmu," ucap Eric dengan senyum. Mendengar perkata