Share

Janji Raka Untuk Dyah Lokapala 

"Apa kita akan di sini sampai besok?" Tanya Raka. 

"Tidurlah, kau masih beruntung karena diberi tempat untuk tidur. Banyak orang asing yang memasuki desa Liwung yang pulang tanpa nyawa," ungkap Ki Joko Gendeng.

Ia segera merebahkan dirinya di ranjang empuk. Mereka bertiga mendapatkan perlakuan spesial bukan karena si kepala desa adalah teman dari Ki Joko Gendeng. Melainkan karena Raka dan pernyataan revolusioner miliknya. 

Bagi kepala desa, Raka seperti manusia unik yang belum pernah ia temui. Ketika Raka mengucapkan hal itu, ia seperti melihat jiwa muda dirinya di dalam diri Raka Sadendra.

"Kuharap besok ia tidak menyiapkan bumbu-bumbu untuk memasak kita," ucap Raka. Ia melelapkan kedua matanya. Hanyut ke dalam alam mimpi. 

Namun ketika ia hendak menyelami dunia imajinasinya di alam mimpi, ada suara yang memanggilnya dengan aksen seperti siulan burung yang terus saja mengganggunya. Raka baru menyadari bila suara itu berasal dari jendela. 

Di dalam sebuah rumah bambu yang begitu sederhana, di mana lantainya masih berupa tanah, Raka tidak bisa mengharapkan dinding kedap suara atau pun jendela kaca dengan kunci otomatis. 

"Ada apa?" Raka menghampiri asal suara yang berada di luar jendela. 

Kedua matanya telah terlihat sayup. Berkali-kali ia menguap. Interogasi yang dilakukan oleh kepala desa saat pagi hingga sore hari begitu menguras akal pikiran Raka. 

"Kau bisa keluar dulu?" Tanya Dyah Lokapala, wanita yang menyekap Raka tadi pagi. 

"Hah? Ini sudah hampir jam satu malam. Kau ingin apa? Nonton layar tancap di balik semak-semak?" Pikir Raka sambil melihat smartwatch yang ia pinjam melalui pena itu. 

Dyah Lokapala tidak menanggapi ucapan aneh milik Raka. Ia bahkan tidak mengerti tentang layap tancap dan jenis benda yang dilihat Raka di pergelangan tangannya. Dyah Lokapala hanya meminta Raka untuk segera bergegas keluar dari rumah itu. 

Dengan mengendap-endap, Raka berusaha berjalan layaknya seorang ninja. Ia tidak ingin membangunkan kedua temannya. 

Ketika Raka sudah melewati pintu, tangan dari Dyah Lokapala langsung menyambar telapak tangan pemuda itu. Ia segera menariknya dan membawa Raka melewati semak-semak tinggi. 

Momen dirinya dibawa lari oleh seorang wanita adalah momen paling bahagia yang terjadi pertama kali di hidupnya. Ia seperti orang yang begitu penting bagi wanita itu. 

"Kau ingin membawaku ke mana?" Tanya Raka. Ia terlihat pasrah ketika Dyah Lokapala terus menyeret tangannya. 

"Diam dan ikut saja!" Tegasnya. 

"Kuharap setelah kita sampai di sana, aku tidak dimutilasi dan dibuang ke sungai," pikir Raka dalam hati.

Keduanya melewati lebatnya hutan yang begitu gelap. Tidak ada penerangan, kecuali smartwatch milik Raka yang terus menyala. Dyah Lokapala terus berjalan menyusuri semak dan beberapa pepohonan hingga akhirnya mereka berhenti di sebuah tebing berbatu. 

"Luar biasa, apa di matamu ada lampunya? Bagaimana caranya kau melihat di dalam gelap? Aku saja sudah tersandung lima kali tadi," ungkap Raka. Ia sampai menggelengkan kepalanya seraya mengagumi sosok Dyah Lokapala.

"Aku adalah penduduk asli daerah sini. Setiap malam aku kemari untuk menenangkan diri." Dyah Lokapala memandu Raka untuk duduk bersama dirinya di tepi tebing.

"Kau menenangkan diri di tepi tebing pada tengah malam begini?" Raka menoleh sepintas ke bawah jurang. 

Ia sampai menelan ludahnya ketika melihat dasar jurang yang berupa sungai deras. 

"Aku butuh sendirian dan juga suasana yang sunyi. Di tempat ini aku mendapatkan keduanya," ungkap Dyah Lokapala.

"Sayangnya, aku malah merasakan ketakutan dan perasaan akan mati saat berada di tempat ini," sindir Raka. 

Ia memberanikan diri untuk duduk di samping Dyah Lokapala. Kakinya menggantung ke arah bawah jurang. Raka hanya berpegangan pada sebuah batu besar di samping kanannya. Dan ia juga menggenggam erat tangan wanita itu di sisi kiri. 

"Tolong jangan lepas tanganku! Aku belum ingin mati, apa lagi mati dengan cara dibunuh oleh wanita psikopat," ucap Raka. 

"Jangan bodoh! Aku tidak mungkin mendorongmu. Tapi bila tidak sengaja, mungkin itu bisa terjadi." Dyah Lokapala malah justru menakuti pemuda itu. 

"Oke! I'm done! Di mana kameranya? Aku ingin melambaikan tangan dan menyerah!" Ungkap Raka. 

Dyah Lokapala terkekeh. Senyuman lembut di bibir manisnya mengalihkan sejenak pandangan Raka dari jurang itu. Kedua mata Raka terbuka lebar, pancaran sinar rembulan yang memantul di wajah Dyah Lokapala terlihat begitu cantik di mata Raka.

"Apa kau bidadari yang turun dari langit?" Tanya Raka. Ia spontan berkata seperti itu. 

"Hah?" Dyah Lokapala merasa bingung. 

"Oh, maaf." Raka langsung mengalihkan perhatiannya. 

Dyah Lokapala mengetahui beberapa hal tentang Raka. Ada alasan kenapa pemuda itu diseret ke tepi jurang. Wanita itu tahu bila Raka adalah manusia yang berasal dari dunia lain. Fakta dari baju kerja, jam smartwatch, dan beberapa perkataan Raka yang aneh menjadi buktinya. 

Wanita itu menjelaskan kenapa ia begitu yakin dengan hal itu. Dan Dyah Lokapala ingin agar Raka untuk jujur kepadanya. Ia menoleh ke arah Raka dan menatap begitu dalam. 

"Benar, bukan? Kau adalah manusia yang berasal dari dunia lain?" Tanya Dyah Lokapala.

Raka terdiam. Kedua matanya terus saja membisu. Ia terus menatap keindahan mata Dyah Lokapala.

"Bila aku jujur, apa kau akan lari?" Tanya Raka. 

"Tentu tidak. Karena itu, aku butuh penjelasan yang sebenarnya darimu," pikir Dyah Lokapala.

"Ada apa ini? Apa aku harus jujur? Mengaku sebagai makhluk dari dimensi lain, itu artinya sama saja aku mengaku sebagai makhluk asing, alias alien?" Pikir Raka dalam hati.

Dyah Lokapala terus mendesaknya. Alhasil, Raka akhirnya mengakuinya. Perlahan ia menjelaskan kenapa dirinya bisa berada di sini. Terlempar dan terbangun di sebuah hutan lebat, lalu bertemu dengan pria tua dan seorang bocah yatim-piatu.

Raka juga menjelaskan bagaimana ia berhasil selamat dari para iblis. Termasuk kekuatan uniknya yang mampu meminjam beberapa benda dari dunia asalnya. 

Namun, ketika semua penjelasan itu telah diberikan, Dyah Lokapala justru meragukan cerita Raka. 

"Kau yakin bahwa dirimu adalah makhluk asing?" Tanya Dyah Lokapala.

"Tolong jangan gunakan pemilihan kata seperti 'makhluk asing', itu seperti menghakimiku sebagai alien yang memiliki wajah gepeng seperti E.T." Raka sampai menghela napasnya. 

"Baiklah, aku mengerti. Kau bisa menjelaskannya padaku nanti. Sekarang, ada yang ingin aku katakan kepadamu," ungkap Dyah Lokapala.

"Apa?! Ini cewek mau ngomong apa!" Ucap Raka dalam hati. Ia sangat bersemangat. 

Dyah Lokapala menjelaskan bila dirinya akan ikut dengan Raka untuk menuju ke Jakatira. Ia ingin bergabung dengan para klan pendekar dan menaklukkan menara Kalpawreksa. 

"Apa aku boleh ikut denganmu untuk menaklukkan menara itu?" Tanya Dyah Lokapala.

"Yah~, aku kira ia bakal menyatakan cinta, ternyata cuma mau mengkonfirmasi boleh ikut apa tidak," ungkap Raka dalam hati. 

"Boleh?" Dyah Lokapala bertanya kembali. 

"Iya, boleh," jawab Raka. Mukanya memelas. Ia merasa hatinya tercabik-cabik. 

Mendengar hal itu, Dyah Lokapala merasa senang. Ia langsung memeluk erat Raka. Tanpa basa-basi, ia tersenyum dan terus menggenggam erat tubuh pemuda itu. 

"Astaga! Rejeki nomplok!" Teriak Raka dalam lirih. 

"Kalau begitu, saat besok kepala desa bilang apa kau ingin menikah denganku, maka kau jawab, iya." Dyah Lokapala melepaskan pelukannya. 

"Hah?!" Raka bingung. 

"Me–, menikah?" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status