Shit! Aku mengumpat setelah kelepasan mengucapkan kalimat yang seolah-olah memberikan clue pada Kalila dan suaminya. Selama ini, apa pun yang aku rencanakan selalu bersih dan tak pernah terendus. Termasuk sabotase yang berhasil menjadikan diri ini ahli waris satu-satunya dari Grand Adiwilaga Hospital. Mama Ajeng yang tak lain adalah ibu angkatku berencana akan memberikan harta kekayaannya padaku lima puluh persen saja, sementara separuhnya akan ia sumbangkan untuk panti asuhan, tempat di mana dulu Aldrin kecil ditelantarkan oleh orang tua yang tak memiliki hati. Berkat bantuan papa Heru yang kelicikannya sudah sedikit kuwarisi, aku bisa mendapatkan harta turun temurun keluarga Adiwilaga. Sebenarnya sama saja, sih. Lima puluh persen dari kekayaan itu sudah beralih atas nama papa Heru. Aku juga hanya dapat lima puluh persen seperti rencana awal mama Ajeng. Namun, aku masih memiliki hati dengan menjadi donatur tetap di panti tempat dulu Aldrin kecil dilindungi. Walau banyak yang meng
Setelah kejadian itu, aku merasa sangat kotor sekali. Walau tak akan ada bekas dan bukti bahwa diri ini sudah tak perjaka lagi, tetapi aku malu jika akan meminta Kalila untuk menjadi istriku nanti.Kalila, gadis ayu nan pintar yang sangat kukagumi. Sekotor-kotor dan senakal-nakalnya lelaki, tetap gadis baik-baik yang ingin dijadikan istri. Madrasah utama bagi penerusku nanti.Akan tetapi, aku seperti tersaingi dengan adanya Mas Alan. Dia lebih dekat dengan Kalila ketimbang diri ini. Mati-matian aku terus menjaga diri, tetapi malah dirusak oleh Nindi. Hingga aku memutuskan untuk kuliah di Aussie setelah mama berpulang.Di sana, kelakuanku semakin menjadi-jadi. Seks memang candu. Lagi dan lagi aku melakukannya dengan beberapa teman wanita. Namun, hati tetap menginginkan Kalila untuk menjadi masa depanku hingga menua bersama.Saat aku pulang dari Aussie, aura kecantikan Kalila semakin memukau dan menjadi-jadi. Study-ku berantakan gara-gara wanita, tetapi obsesiku masih sama, ingin menik
Semalam, mood-ku dan Mas Vino untuk beribadah suami-istri langsung hilang karena telepon dari Aldrin. Bukan sebab dia mengganggu acara kami, tetapi lebih dari itu.Potongan demi potongan puzzle dari tiap rentetan peristiwa yang terjadi semakin mengarah pada bukti. Kecelakaan dan tindak kejahatan pada Mas Vino yang seolah-olah memang telah direncanakan. Kembalinya Aldrin. Kata demi kata yang terangkai dari mulut si pria cassanova saat di cafe, dan ... kalimat pertanyaan yang ia lontarkan pada suamiku soal patah tulang, sebelum akhirnya telepon dimatikan dan berakhir dengan pemblokiran nomor. Semua seolah menjadi satu kesatuan yang runtut dan perlu diselidiki.Setelah sarapan, aku ditemani Mas Vino berbincang dengan papa dan mama tentang semua kecurigaan pada Aldrin.“Sangat masuk akal,” ujar papa. “Terlebih pihak kepolisian terkesan menutupi kasusnya. Aldrin memang sudah terpengaruh dengan kelicikan Heru. Kekuasaan dan uang yang mereka punya dengan sangat mudah untuk membersihkan nama
Pertanyaan Bang Firash masih saja bergentayangan di dalam kepala. Kini, aku dan Mas Vino sudah berada di kamar tamu. Untung dengan sedikit rayuan papanya, si kembar mau beberapa saat merelakan papino-nya untuk beristirahat sejenak agar tak terlalu jet lag.Sebenarnya tidak terlalu lelah jika hanya dua setengah jam terbang dari Indonesia ke Kuala Lumpur. Hanya saja, kami memang butuh meluruskan badan sejenak. Niat hati ingin memejam barang sebentar saja usai membersihkan diri. Namun, lagi-lagi kalimat pertanyaan dari papanya si kembar menarik diri.Aku terduduk di bahu ranjang yang kokoh. Mas Vino yang sudah menaruh kedua tangannya sebagai bantal untuk menumpu kepala malah membuka mata dan melirik ke arahku.“Katanya mau rehat bentar,” celetuk Mas Vino dan kembali lagi ke posisi semula dengan memejamkan mata.“Maksud Bang Firash tadi apa, ya, Mas?” tanyaku masih bertanya-tanya.“Yang mana?”“Yang bilang kalau aku punya khodam? Khodam itu bukannya sejenis jin penunggu?”Mas Vino hanya m
"Tapi ... mereka datang dari mana, Bang? Maksudku, aku tak pernah melakukan ritual aneh-aneh dan meminta mereka datang, mengikuti, atau bahkan melindungiku.”“Hal seperti itu memang sering terjadi. Bahkan tuan dari sang khodam pun kadang tak tahu jika dia diikuti bahkan dilindungi. Biasanya dia–khodam–berpindah melindungi anak keturunan dari leluhur yang dulu-dulu.”Sebentar! Anganku mulai menjelajah. Mengumpulkan keping demi keping cerita dari masa lalu. Papa dulu memang pernah bilang bahwa Adiwilaga yang tak lain adalah kakek buyutnya merupakan anak keturunan ningrat. Ayah beliau menikah dengan rakyat biasa yang tidak mendapat restu orang tua hingga harus keluar dari keraton.Apa khodam itu berasal dari sana? Akhirnya, aku pun menceritakan sedikit yang kutahu tentang silsilah kakek buyut papa. Mas Vino, Mbak Vera, dan suaminya mengangguk-angguk. Menyimak dengan saksama.“Berarti Grand Adiwilaga Hotel and Resort itu diambil dari nama mbah canggahmu? Kakek buyut dari Pak Nazeem?” tany
Aku benar-benar diam, tak bisa berkutik. Terlebih saat kurasakan sebuah benda ia tempelkan pada punggung. Seperti sebuah pistol. Apa dia ... Mas Adam? Oh, my God. Kenapa pula aku harus bertemu mantan calon menantu papa itu di sini? Kenapa momennya sangat tidak tepat sekali?Ritme jantung sudah mulai berdetak tak karuan. Apa aku tengah disandera? Drama apa lagi ini, Ya Allah? Aku benar-benar bergetar.“S-siapa kamu?” tanyaku memberanikan diri.“Angkat tangan! Dan jangan bergerak!”Lagi. Perintah itu bukan suara suamiku. Lalu, siapa? Mataku sudah mulai berkaca-kaca. Membayangkan bulan madu yang akan dilalui dengan decap ciuman hangat, tetapi malah harus diawali dengan kedatangan penjahat.Segera kuangkat kedua tangan dan masih tetap membelakanginya. Sedikit aku menggerakkan kepala untuk-“Jangan berbalik badan!” ancamnya lagi.Tes! Lolos sudah sebutir kristal bening dari mataku. Aku benar-benar dikepung rasa takut. Mas Vino ... kamu di mana, Mas ...?“Sebentar lagi, Anda akan saya taha
“Mas, tadi kenapa suaramu bisa berubah berat? Kayak bukan suaramu.”“Berarti aku udah profesional kalau jadi dubber.”Aku mencubit kulit perutnya yang masih empuk, tetapi berotot.“Kapan-kapan jangan gitu lagi. Aku takut.”“Takut kenapa?”“Takut kalau tadi itu bukan kamu, tapi orang lain.”Mas Vino tersenyum dan mencium pipiku gemas.“Maaf, Sayang. Tadi pas keluar kamar ada petugas hotel habis bersihin kamar, di trolinya ada buah pisang dua, aku minta aja satu, terus kepikiran buat ngerjain kamu.” Dia bercerita dengan sedikit tergelak.“Hm, dasar tengil! Aku kira beneran aku bakal disandera penjahat. Eh, enggak tahunya penjahat mesum.”Mas Vino kembali tergelak dan lagi-lagi mencium pipiku gemas.“Kalau penjahatnya ganteng begini, mesum juga kamu rela, kan?”“Enggak semua. Aku cuma rela dicuri suamiku dan cuma dia yang boleh mesum sama aku. Lainnya, big no!”“Duh, duh, duh, jadi pengen nambah lagi,” ucapnya seraya mengusap sesuatu dari tubuh bawahku. Kami masih sama-sama polos di dala
Genap seminggu aku dan suami berada di Kuala Lumpur. Usai bermalam dan menghabiskan waktu-waktu intim berbulan madu, rasa-rasanya semangat dan mood kami kembali lagi. Berlibur ke tempat-tempat aestetik dan juga menyempatkan berkunjung ke 'Les Copaque, rumah animasi Upin dan Ipin di Selangor.Salah satu kawan baik Bang Firash bekerja di gedung tersebut sebagai animator. Tak kusia-siakan kesempatan itu untuk mengetahui lebih jauh bagaimana para crew bekerja dan menampilkan suguhan menarik dari salah satu kartun favoritku itu. Lelah berkeliling, kami membeli pernak-pernik di toko souvenir yang terletak di bagian bawah gedung.Namun, berlibur belum usai. Aku dan Mas Vino sepakat untuk mengunjungi resort baru milik Grand Adiwilaga di Sumbawa sepulang dari KL.Ingatanku kembali pada Mas Alan. Apa kabarnya dia? Sudah sebulan lebih kami tak berkomunikasi layaknya saudara. Dia hanya menghubungiku lewat email dan tentu hanya membahas seputar pekerjaan saja. Sesuai permintaanku dan dia menunaika