Aku menatap wanita cantik di depanku, lalu beralih menatap Mas Vino di sampingku. Tampak sekali kebingungan di wajah suami.“Kamu ....” Sama, seperti mengingat-ingat, suamiku menggantung kalimatnya.“Kamu Excel Vino, kan? Salah satu aktivis kampus? Aku Raina Elizabeth. Akrab dipanggil Eliza. Sudah ingat?”Wanita berhidung kecil tapi lancip itu masih terus menggali ingatan suamiku.“Kamu Eliza anak BEM?”“Exactly!” serunya riang.“Kalian sudah saling kenal?” sela Mas Alan.“Hm. Kami sering terlibat kegiatan kampus saat masih kuliah dulu, Lan. Kalau tidak salah, kita selisih satu tingkat. Dia termasuk mahasiswa aktif yang pandai mengajak teman-teman biar enggak nongkrong-nongkrong aja kerjanya.”Mas Vino tersenyum samar.“Hai, aku Eliza,” sapanya dengan mengulurkan tangan di depanku.Dengan sopan dan ramah aku pun menyambut uluran tangannya. “Kalila.”“Kamu beneran adiknya Alan?”Aku mengangguk. Sedangkan wanita bernama Eliza itu memperhatikanku dan Mas Alan secara bergantian.“Kok, aga
"Maksud Papa?""Tempat suamimu ditemukan malam itu adalah lahan yang akan didirikan sebuah perumahan elit. Kamu tahu siapa kepala developer hunian itu?""Siapa, Pa?" tanyaku tak sabar.Terdengar embusan napas berat Papa dari seberang sana. "Aldrin. Dia pemiliknya."Sudah kuduga."Analisanya, police line terpaksa dilepas dengan alasan pembangunan sudah dijadwalkan oleh kontraktor dan harus selesai sebelum deadline. Padahal Aldrin ingin menghilangkan jejak agar TKP bersih dari endusan anjing pelacak sekalipun. Sangat mudah bagi Aldrin melakukan semuanya. Menyuap dan disuap bukan hal tabu lagi. Terlebih ... saat Vino bilang lebih baik kasus ditutup.”Aku menghela napas. Apa sebegitu terobsesinya pria cassanova itu untuk memiliki diri ini dengan cara yang culas? Tapi ... Kenapa harus dengan mencelakai Mas Vino? Aku bangkit dan sedikit menjauh dari tiga orang yang masih lanjut mengobrol walau sesekali pandangan Mas Vino memperhatikanku.“Tapi ... apa tujuan Aldrin mencelakai Mas Vino, Pa?”
"Apa?! Aldrin?Aku mengangguk dan mulai menceritakan fakta, opini, dan juga analisis yang Papa sampaikan di telepon tadi."Papa dan Om Ibrahim menunggu kondisi Mas Adam lebih baik untuk mencari bukti lain."Mas Vino mengembuskan napas dan mulai mendekapku erat."Maaf ...," lirihku di depan dadanya. Aku membenamkan wajah di sana."Kenapa harus kamu yang minta maaf, Yang?" Tangannya mengusap-usap punggungku."Gara-gara kamu nikahin aku, k-kamu ...." Air mata tak lagi bisa dibendung. Bahkan aku mulai sesengukan."Hey! Kenapa malah kejer?" Diurainya pelukan dan Mas Vino menangkup kedua pipiku."Aku sayang sama kamu, Mas. Aku enggak mau kamu kenapa-napa. Tapi nyatanya, Aldrin berusaha nyelakain kamu gara-gara kamu nikahin aku. Aku takut ...."“Ssttt ....” Kembali dibenamkan kepala dan wajahku di dadanya yang selalu menenangkan. “Bahkan jika seluruh lelaki di dunia ini memusuhiku karena bidadari cantik ini memilih bersamaku, aku akan hadapi mereka satu-satu.”“Kamu istriku. Amanah yang haru
Para petakziah semakin ramai memenuhi rumah duka. Aku dan Salma datang bersama Mas Alan dengan mobilnya. Sementara Papa, Mama berikut Mas Vino sudah datang lebih awal.Om Ibrahim tampak sembab, tetapi masih bisa menyalami tamu yang datang memberikan ucapan belasungkawa. Sementara Tante Sarah berada di sebelah raga tanpa nyawa yang tengah dikelilingi keluarga dekat untuk dibacakan ayat-ayat suci. Adiba, sang cucu, didekapnya penuh cinta dan iba. Sedangkan Mas Adam terus menunduk dengan Al-Quran kecil di tangannya.Aku mendekat dan mengucap salam. Mama memeluk Tante Sarah dan Adiba langsung menangis begitu melihatku."Tante ... Mama jahat, Mama nyusul adek enggak ngajakin Diba,” adunya kepadaku.Aku tak sanggup menjawab kalimatnya. Air mata sudah lolos berhamburan mendengar celotehnya yang menyayat hati.Kupeluk Adiba dengan erat. Kuciumi pucuk kepalanya. Mas Adam sempat mendongak dan menatap putrinya dengan nanar. Dia berdiri, seperti hendak menjauh. Mungkin agar tak semakin melow meli
Kami pulang ke rumah lepas tahlilan Mbak Emil hari pertama usai dilaksanakan. Aku dan Mama duduk di kursi belakang. Mas Vino menyetir dan Papa duduk di sampingnya. Menantu dan mertua itu tampak terlibat obrolan ringan.Aku lebih banyak diam dan pura-pura memejamkan mata. Rasa kesal akan kecentilan kedua ipar Ratu benar-benar membuatku ingin mencincang Mas Vino. Sudah tahu punya istri, masih saja memberi kesempatan pada gadis-gadis itu untuk mendekatinya. Apa mungkin Mas Vino ingin menghindar tetapi kalah cepat hingga Gendis dan Nawang lebih dulu mengerubunginya? Huh, pokoknya aku kesel! Titik!Lagi pula kenapa itu cewek berdua gencar sekali mendekati suami orang? Apa mereka benar-benar mendeklarasikan diri ingin menjadi perebut laki orang? Astagfirullah ... dada ini kian panas mengingat dari awal jumpa hingga tadi, dua gadis cantik tapi tampak tak punya rasa malu.Sampai rumah, aku lebih dulu memasuki kamar. Mas Vino mengekori dengan gerakan cepat di belakang."Yang!"Aku tetap bergem
Sekian detik, hanya suara 'hoek-hoek' yang terdengar. Merasa ada yang aneh dengan menantu semata wayang Mama, aku pun ikut masuk ke kamar mandi."Mas, kamu sakit?"Mas Vino hanya menggeleng dan terlihat membasuh mulutnya dengan air dari kran wastafel. Pantulan wajah tampannya di kaca terlihat sedikit pucat."Apa masuk angin?""Enggak tahu. Tadi pas kamu bilang masakan Mbak Lastri wangi, aromanya juga sempat masuk hidungku. Saat itu rasanya perutku udah enggak enak. Kerasa mual.”Keningku berkerut. Kenapa kayak orang lagi hamil? Segera aku menggandeng lengan suami untuk menuju kamar kami di lantai dua. Namun, Mama menghampiri."Kenapa, Vin?""Mungkin kecapekan aja, Ma." Aku membantu suami menjawab pertanyaan Mama."Ya sudah, istirahat aja. Nanti kalau memang enggak bisa makan bareng, biar Mbak Lastri bawakan ke kamar."Aku hanya mengangguk dan berlalu. Mas Vino menutup hidungnya begitu akan menaiki tangga. Dapur memang ada di sebelah tangga. Aku heran sekaligus ingin tertawa, tapi tert
Zaide Aldrin Mahendra. Lelaki tampan ke sekian yang telah berhasil terikat denganku. Dengan wajah ayu, tubuh seksi, dan tinggi semampai yang Tuhan berikan pada diri ini, tak sulit rasanya mencari lelaki kaya yang tak akan membuatku penuaan dini.Tiap usai bercinta denganku, para lelaki tampan nan tajir itu pasti akan mencariku kembali. Tujuannya tak lain dan tak bukan pastilah soal kepuasan. Persetan dengan dosa, toh kami sama-sama menikmatinya.Namun, lain halnya dengan Aldrin. Pria innocent yang lebih muda dua tahun dariku itu malah hilang bak ditelan bumi usai kami bertarung panas suatu malam. Aku ketiduran usai mencuri pengalaman pertamanya dalam bercinta. Ternyata anak angkat dari salah satu sugar daddy-ku itu masih perjaka. Ah, i like it.Kesibukanku adalah seorang model. Aku mempunyai tunangan yang saat ini sedang bermasalah dengan perusahaannya. Apakah kami saling mencintai? Entahlah. Aku tahu jika diri ini bukan wanita pertama yang tidur dengannya, pun dengan Valen. Dia seora
Seketika kedua netra Aldrin membola. Tak apalah mengarang sedikit cerita bahwa aku dan Vino pernah menjalin hubungan hingga akhirnya kandas."Dari mana kamu tahu kalau-""Hubungi aku jika kamu tertarik dengan tawaranku." Kusodorkan selembar kartu nama padanya dan berlalu kembali ke tempat duduk semula.Ayah angkat Aldrin pernah bercerita, bahwa dia tidak begitu akrab dengan mantan kakak iparnya setelah sang istri berpulang. Sejujurnya, aku tak terlalu peduli dengan cerita perihal keluarganya. Hanya berusaha menjadi pendengar yang baik dan tentu itu akan berpengaruh dengan bonus tambahan saat tugas memuaskannya selesai. Namun, aku sedikit tertarik saat lelaki yang masih terlihat gagah di usia lima puluh tahun itu menunjukkan sebuah foto."Namanya Aldrin, dia anak angkatku yang sangat menginginkan agar Kalila menjadi istrinya. Gara-gara obsesinya ingin mempersunting anaknya, aku harus berurusan kembali dengan bapaknya.”Rasa penasaranku semakin besar saat mendengar nama rivalku disebut,