Delano bagai orang kehilangan akal. Ia melampiaskan amarahnya lewat lukisan-lukisan miliknya.
Hanya dengan cara itu ia bisa lega. Malam semakin pekat. Hanya tinggal menunggu waktu, dalam hitungan jam. Tapi dia sudah tidak sabar lagi.
Tangannya yang semula gemetar bergerak liar seperti sedang mengamuk meluapkan segala emosinya, menggoreskan tinta cat ke kanvas dengan guratan-guratan kasar seperti orang yang kehilangan akal.
Di awal mentari pagi yang baru saja menampakkan sinarnya, jantungnya bergetar. Seolah terus memaksanya menggerakkan kuas, menorehkan cat di dasar kanvas. Rasanya sepi. Hening. Ada rasa sedih seakan kehilangan sesuatu yang berharga.
Namun
Delano terjaga di dunia yang seakan terasa neraka jahanam baginya. Kenyataan pahit menyeretnya seperti seorang kriminal.Seharusnya ia bisa duduk ongkang-ongkang kaki dengan harta peninggalan Jeff yang begitu melimpah. Tapi karena ia bukan sosok yang mudah puas akan pencapaiannya, ia tetap menjadi seseorang yang ulet dan juga pekerja keras.Bukan tanpa tujuan ia menggelar kembali pameran seni lukis di galeri Jeff Hilton. Ia ingin menuntut balas, kepada sosok mistis yang selalu mengikuti kesehariannya. Dengan caranya sendiri. Cara yang begitu rumit dan susah dipahami orang lain.Karena sosok yang mampu mempengaruhi dirinya itu, hidup Delano menjadi berantakan. Bahkan beberapa orang terkasih mulai pergi dan meregang nyawa olehnya.&
Delano sedang duduk bersantai sembari melihat riuhnya tamu yang mulai berdatangan ke galerinya. Tak lama kemudian, rautnya berubah marah ketika melihat Darren tersenyum ke arahnya dari kejauhan seolah mengejek, menampakkan senyuman kecutnya.Mencoba mengalihkan perhatian. Beruntunglah Oscar membuka pameran dengan membacakan rangkaian kalimat tentang mengapa karya ini digelar.Ia begitu antusias mendengarkan bahwa Oscar menceritakan kelebihan lukisan Delano, yang terlihat begitu nyata. Bahkan seolah-olah semua isinya menggambarkan sesuatu kejadian yang nyata.Visual tampak di beberapa aplikasi seni rupa yang dipamerkan di setiap dinding ruangan. Tampaknya si pelukis menggambarkan kisah yang pernah dia alami.
"Takkan ku biarkan kau sendirian. Di dalam gelapnya malam yang begitu pekat, di dalam gulita yang dingin menjadikan gigil. Kau akan aman bersamaku. Aku akan menemanimu, selamanya." Delano mengingat ucapan Darren di masa kecilnya. Ucapan yang selalu membuatnya tenang. Di saat tak ada seorangpun yang menganggapnya ada. Suara itu terus terngiang bahkan terdengar berdengung di telinga. Dan kini. Ia justru membuatnya terjebak di dalam lukisannya sendiri. Sungguh di luar nalar untuk ukuran manusia normal. Tapi Delano bukanlah manusia biasa. Ia seringkali ditemani hal-hal mistis dalam hari-harinya. Bicara dengan mereka adalah hal biasa bagi Delano. Makhluk yang tak kasat mata. Seperti angin, hanya terasa embusannya. Mereka yang deng
Lamat-lamat terdengar suara yang tak asing baginya terus memanggil. Semakin lama, suara itu semakin konsisten tanpa jeda.Membuat Delano membuka kelopak matanya hingga terbuka sempurna. Ia terkejut ketika mendapati Oscar telah berada tepat di depan wajahnya dengan jarak yang begitu dekat.Namun, ia masih mematung tak percaya. Kemudian perlahan ia menatap menyisir sekitar ruangan.Hanya tinggal lah dirinya seorang diri di sana. Ruangan khusus VIP. Hanya ada ranjang miliknya di ruangan tersebut.Pandangannya turun menatap dadanya sendiri, begitu terkejutnya Delano. Setelah mengetahui bagian dadanya di tutup dengan kain kasa lengkap dengan bercak merahnya.&nbs
Delano memekik keras, suaranya terdengar menggema memenuhi ruangan. Matanya yang semula memerah berubah menjadi tinggal seklera saja. Ia gemetar mirip orang yang sedang kerasukan.Erangannya begitu menyeramkan. Suaranya terdengar lebih mirip auman monster ketimbang manusia.Seolah memiliki portal untuk menyebrang dan menjelajahi waktu. Tiba-tiba saja ia menghilang dan meninggalkan Oscar dan juga Melinda.Hanya dalam hitungan menit. Tubuhnya sudah berpindah ke tempat lainnya. Kali ini ia berada di sebuah danau yang di kelilingi hutan lebat.Ia berusaha duduk, seraya memperhatikan seluruh tubuhnya. Ada banyak luka yang tiba-tiba sembuh dengan perlahan.
Mobil yang dikemudikan oleh gadis bernama Anna, terhenti di sebuah rumah besar yang letaknya jauh dari keramaian.Tampak dari luar rumah bergaya arsitektur peninggalan jaman Belanda. Semua dibaluti dengan cat berwarna krem bercampur kusam yang memudar.Lampu penerangan samar, masih terlihat menyala di salah satu jendela. Sementara itu, gelapnya malam datang membawa pekat sebagai selimut selasar halaman rumah.Langit gelap beserta mendung tanpa bintang menjadi saksi bisu keberadaan Delano malam itu. Perlahan, ia mengikuti langkah Anna, berjalan mengekor setelah turun dari mobil."Ini rumah siapa?" tanya Delano, sembari memperhatikan sekeliling nan sepi.
Entah berapa lama Delano terbaring di ranjang empuknya. Seolah tak berdaya, tidak bergerak, lemas dengan kelopak mata yang masih terpejam.Sementara sukmanya, seolah menjelajah ke mana-mana. Kadang tersesat, dan kadang juga kembali.Kali ini jiwanya penasaran, ingin melakukan penyatuan dengan tubuhnya. Mungkin saja jika ia melakukannya, dirinya akan benar-benar sembuh dan selamat.Ia terdiam sejenak memikirkan bagaimana caranya. Tapi, ia terkejut saat mengetahui Melinda mendelik tepat di hadapannya.Ia terlihat bangkit bahkan bergerak, berjalan mendekatinya. Jantung Delano semakin berdegup kencang. Rasanya hampir saja terlepas dari tempatnya.
Delano masih kebingungan dengan semua yang dikisahkan Oscar kepadanya. Ia bahkan bergidik ngeri, ketika mengingat hal-hal yang begitu menyeramkan dan baru saja terjadi di luar nalar.Sungguh menyeramkan. Sebenarnya dia itu apa? Oscar menajamkan mata mengamati dari jarak dekat seperti apa rupanya.Tertentu Delano terperanjat saat dikagetkan dengan wajah pria berkepala plontos itu yang tiba-tiba saja sudah berada dengan jarak begitu dekat dan menatapnya dengan lekat."Apa?" tanya Delano dengan bibir bergetar.Ia seakan menyadari yang di hadapannya itu bukanlah Oscar. Tapi seseorang, entah siapa yang berusaha mengikutinya dari tempat ghaib.