Begitulah sisi baik Delano. Pribadi yang jauh berbanding terbalik dengan seorang Daren yang entah siapa dirinya. Memiliki wajah sama dan memanfaatkan kemiripannya mengatasnamakan Delano dalam setiap aksi jahatnya.
Sepanjang perjalanan Delano memilih diam seorang diri. Meski begitu banyak pasang mata yang sedang memperhatikannya.
Ia cuek, meski wanita yang merupakan bagian komplotan preman jalanan menghampiri. Tampaknya berusaha merayu.
"Boleh tahu siapa nama Anda? Sepertinya bukan orang biasa?" Wanita tersebut mengulurkan tangannya, berharap Delano membalasnya dan memperkenalkan diri.
Delano hanya diam dan hanya membalas menatap, selain itu ia juga menyunggingkan senyuman menawan.
Setelah kejang beberapa menit, akhirnya tubuh Delano kembali lemas setelah Oscar melepaskan kalung yang dikenakannya. Oscar sepertinya memang telah paham, dengan apa yang menimpa Delano. Kalung batu safir merah ternyata memiliki kekuatan mistis yang mampu mengendalikan pemakainya.Hal itu juga yang ternyata menyebabkan sikap Delano sering berubah, dari Delano yang pendiam terkadang agresif."Delano … apa kamu baik-baik saja?" Oscar menepuk-nepuk pipi majikan barunya berulangkali.Perlahan Delano membuka kelopak matanya. Ia menoleh dan menyisir seluruh ruangan."Ini kamar masa kecilku 'kan Oscar?" tanyanya ragu-ragu.
Sudah sepuluh menit Oscar berdiri di belakang Delano. Pemuda itu terus memperhatikan rumah berbentuk mini yang bertengger di atas nakas di ruang keluarga.Hawa terasa dingin. Tak lama kemudian disusul hujan lebat yang mengguyur desa terpencil itu. Oscar lelah mematung. Ia berinisiatif menegur Delano."Delano, kenapa kamu hanya diam mematung? Dan menghentikan ceritamu?"Oscar berpindah duduk di sofa yang letaknya tak jauh dari rumah miniatur yang masih ditatap Delano tanpa kedip. Pemuda itu bahkan mendekatkan wajahnya mengintip rumah miniatur di atas meja."Dari sini pertemuanku dan Daren di mulai," ujar Delano.Ia mengisahkan,
Masih di hari yang sama. Di rumah tua, tempat Delano kecil tinggal dulu. Di sebuah desa terpencil yang dikelilingi perkebunan Bunga dan sayur.Hari masih gelap. Embun saja masih bertengger manis di setiap sela-sela dedaunan yang diselimuti oleh kabut. Hawa dingin menyeruak masuk lewat celah jendela. Rintik hujan masih deras menetes. Suaranya terdengar riuh.Delano masih diam membisu. Mencoba mengingat semua kenangan masa lalu. Ia melupakan sejenak jika salah seorang temannya sedang membutuhkan pertolongan."Delano, kamu besok harus kembali ke kota." Oscar beranjak pergi setelah mendengar kisah dan mengutarakan niatnya."Ya. Tolong buatkan aku janji dengan seorang
Malam itu, waktu seakan membeku. Hawa dingin menemani dan menjadi saksi bisu sebuah kehilangan. Semua terlihat berduka. Kesedihan yang sama yang Delano rasakan ketika mengiringi kepergian orang terkasih. Dadanya kembali nyeri dan sesak saat melihat sesosok tubuh terbujur kaku.Oscar mengutarakan niatnya untuk memakamkan Hendri di tanah pribadi miliknya. Semua menyetujuinya. Kecuali Delano yang masih terlihat syok hingga tidak melepaskan tatapan matanya dari tubuh Hendri yang membiru karena pucat."Delano, pulanglah! Aku yang akan mengurusnya. Tenangkan dirimu di kota." Oscar memegang bahunya.Ia memang sosok pribadi yang hangat meski sikapnya begitu dingin. Meski di usia yang sudah tak lagi muda, tak seorang pun menemukan pria itu memiliki keluarga. 
Hilangnya kalung terpenting dalam hidupnya, membuat Delano begitu frustasi. Beberapa panggilan telepon ia lakukan untuk menghubungi Oscar. Tapi tidak juga ada jawaban. Bahkan puluhan pesan singkat yang ia kirimkan pada pria paruh baya itu hasilnya pun sama. Nihil. Tak ada jawaban.Mansion dan galeri peninggalan Jeff seakan sepi, meski banyak orang masih berlalu lalang di sana. Beberapa orang maid berdiri, siap menunggu perintah untuk menyajikan makanan Delano.Sejak kepulangannya, Delano belum menyentuh makanan barang sedikitpun. Pikirannya masih gelisah memikirkan kalung batu safir merah yang kini adanya bagaikan candu. Mampu membuat Delano lebih percaya diri dari sebelumnya.Sungguh pengaruh yang kuat. Mungkinkah mengandung banyak un
Semilir angin berembus gemulai mengusik tidur siang Delano yang entah berapa jam ia terlelap dengan begitu nyaman. Suasana rumah Elis yang begitu sepi dari hiruk pikuk kota ternyata mampu mengusir penat yang dirasakan pemuda itu.Rumah bergaya Eropa klasik dengan pahatan seni ukir yang luar biasa bernilai seni tinggi mampu mencuri perhatian seorang Delano Hilton.Oscar memang orang yang paling bisa diandalkan dalam segala hal. Salah satunya merekomendasikan tempat eksotis seperti ini, menenangkan diri dan pikiran.Delano berdiri di samping jendela lantai dua. Ia kemudian berjalan berpindah ke koridor, menatap danau dan menghirup udara sambil memejamkan mata. Nyaman. Tenang.
Meninggalkan kediaman Elis mungkin keputusan yang tepat diambil Delano sebelum ini. Ia bahkan tidak menduga jika Daren bisa menemuinya meski tanpa adanya kalung batu safir merah.Hujan jatuh membasahi jalanan kota Firenze malam itu. Bulir demi bulir berjatuhan membasahi seluruh kota.Awan berwarna abu-abu gelap itu dengan sengaja menjatuhkan tetesan deras kepada beberapa orang yang sedang berlarian menyelamatkan diri dari guyurannya.Malam itu. Delano hanya terdiam duduk seorang diri dalam mobilnya yang terparkir di pinggir jalan.Kemacetan memang terjadi di beberapa ruas jalan. Banyak orang yang melintas, dengan sengaja memperlambat laju kendaraan mereka g
Malam semakin pekat, terlihat purnama di langit sana menggantung dengan sempurna.Ketika tak terdengar suara berisik dari manapun. Hanya terdengar suara detak jantungnya sendiri yang menderu-deru. Kebas sekali wajah Delano, keringat mengucur deras dari dahi hingga ke ujung rambutnya.Matanya membulat sempurna, ketika menatap isi lemari di walk in closet miliknya. Seluruh masa seolah luruh dalam lemari itu. Melewati matanya yang nanar. Tegang sekali. Delano segera mengemasi beberapa barang-barang ke dalam koper beroda miliknya.Beberapa kali menghela napas yang semakin tak terkendali. Ia berusaha setenang mungkin, melewati beberapa bodyguard yang terlihat berjaga, dan juga maid yang masih sibuk berkutat dengan pekerjaannya.