"aw!" Jevran meringis saat Ajun menekan lukanya dengan cukup keras. "Pelan-pelan.""Masa gitu aja lemah? Makanya Kak Joko itu belajar bela diri. Jakarta itu beda sama di kampung. Di sini itu keras, karena itu Papa sama bang Rival ngajarin aku sama Kak Naura bela diri dari kecil. Tapi bukan cuma soal berantem doang."Jevran mengangguk paham. Ternyata walaupun dia masih remaja tapi pemikirannya bisa dewasa juga. Jevran terlalu sering dimanja dan selalu mengandalkan anak buahnya, sedangkan dia sekarang tidak bisa terus bergantung pada mereka."Lepas kaca matanya ya.""Eh, jangan!" Ucapan Jevran seketika terhenti saat tiba-tiba Ajun menarik kaca mata yang dikenakannya. Pria itu menahan nafasnya sesaat dan langsung menunduk. "B-biar aku obatin sendiri aja.""Nah, dari tadi kek."Ajun menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. Memperhatikan lelaki yang lebih tua di hadapannya. "Kalau dilihat-lihat kak Joko kayak beda kalau gak pake kaca mata. Mirip....""Mirip siapa?" tanya Jevran cepat.
Seorang pria baru saja membawa mobilnya masuk ke halaman rumah besar di hadapannya. Beberapa pengawal yang berjaga di rumah itu membuka jalan dan menyapa saat pria tersebut keluar dari dalam mobilnya. Dia adalah Jerry, meskipun hanya teman Jevran yang merangkap sebagai asisten, dia juga sudah dianggap menjadi bagian dari keluarga ini. Jadi bahkan sudah tidak canggung lagi dengan keluarga Jevran.Ngomong-ngomong saat ini dia berada di rumah Kakeknya Jevran. Malam ini mereka akan pergi ke rumah Jevran untuk mengetahui kabarnya secara langsung. Katanya pria itu diserang oleh beberap preman di depan Sebelum itu mereka juga harus memastikan jika pergi ke rumah Jevran, tak ada yang melihat. Karena pada dasarnya mereka tidak ingin penyamaran Jevran diketahui orang lain. Jerry berjalan menghampiri pria tua yang menunggunya di teras rumah. Dia sudah menunggunya cukup lama. "Maaf Kek, tadi ngurusin kerjaan di kantor dulu, soalnya banyak banget," ucap Jerry mengusap tengkuknya pelan."Memangnya
Hari ini adalah hari pertama Naura bekerja. Dia pergi bersama Arga setelah sedikit mengalami perdebatan dengan Kakaknya, Rival. Seperti dugaannya, pasti Rival akan melarang Naura pergi dengan Arga. Tapi mereka berada satu kantor sekarang, jadi seharusnya tidak masalah pergi ke tempat kerja bersama."Ga, nama Bos kita itu siapa, sih? Katanya kabur dari rumah ya?" tanya Naura penasaran. Naura mendengar itu saat tes wawancara kemarin dari perempuan di sampingnya.Arga menoleh sekilas sebelum kembali menatap ke jalanan. "Pak Jevran? Iya rumor yang beredar sih kabur, tapi gak tau juga. Kenapa?""Kalau gitu yang pegang perusahaan siapa? Asistennya yang kemarin itu?""Nah, itu. Pak Jerry."Gadis itu mengangguk paham. Semoga saja dia mendapat bos serta rekan kerja yang baik seperti sebelum-sebelumnya. Karena menurutnya lebih baik lelah bekerja daripada lelah hati menghadapi lingkungan kerja yang buruk."Beneran aku seneng banget kita bisa satu tempat kerja sekarang," kata Arga tersenyum lebar
"ah, seger..."Jevran duduk di teras rumahnya sambil meneguk secangkir kopi. Hari ini terasa lebih baik karena dirinya bisa bangun siang. Ya, Jevran bangun sekitar jam 7 hari ini. Padahal biasanya sejak bekerja sebagai OB dia bangun jam 5 pagi atau bahkan lebih pagi dari itu."Bisa libur sehari aja ternyata udah enak banget."Ngomong-ngomong soal kesehatan Jevran sudah lebih baik. Hanya saja Jevran mengambil libur untuk menunggu lebam di wajahnya menghilang. Dia tidak ingin teman-teman OB-nya bertanya-tanya dengan kondisinya.Lalu tentang semalam saat Kakek dan Jerry datang ke rumahnya, itu untuk membahas tentang kapan penyamaran Jevran berakhir. Tidak mungkin selamanya dia terus menjadi Joko. Setelah dibahas Jevran memutuskan akan berhenti menjadi orang lain setelah dia membongkar kebusukan seseorang. Dan tentunya dia juga akan mengusahakan agar semuanya segera selesai.Sebenernya lebamnya sudah tidak terlalu sakit lagi, bahkan jika mau Jevran bisa pergi bekerja hari ini tanpa harus
Sepasang suami istri tengah duduk bersantai di dalam rumah sambil menonton acara televisi. Mereka terlihat santai dan menikmati waktu bersama. Mereka adalah Haris dan Nilam, orang tua dari Jevran. Bahkan semenjak putra mereka pergi dari rumah, tak sedikitpun niat mereka mencari. Baginya Jevran sudah dewasa dan tidak mungkin melakukan hal nekat. Dia akan pulang sendirinya.Namun ketenangan mereka itu sedikit terganggu dengan kehadiran gadis cantik yang baru saja masuk ke dalam rumah. Ia terlihat menekuk wajahnya dan menghampiri suami istri yang duduk menghadap layar televisi."Om! Tante!"Mereka berdua sontak menoleh. Haris mengecilkan volume televisi dan memperbaiki posisi duduknya. Menatap seorang gadis yang menjadi putri tunggal keluarga Wibisana. "Aurel?""Gimana soal Jevran? Kenapa Om sama Tante keliatannya gak ikut nyariin Jevran? Aku gak mau perjodohan ini dibatalkan," ucap gadis itu terlihat kesal.Nilam mencoba menenangkan. "Kamu jangan khawatir, ya. Jevran pasti nanti juga pu
Sekarang sudah jam pulang kantor. Naura bisa pulang lebih awal karena kebetulan tidak terlalu banyak kerjaan dan Jerry juga mengizinkan Naura pulang tanpa lembur. Ada beberapa kerjaan tapi Naura bisa mengerjakannya di rumah, seperti mengatur jadwal meeting besok.Ngomong-ngomong menurut Naura Jerry itu cukup baik walaupun nada bicaranya seperti ketus. Ya, tidak buruk. Naura senang bekerja di sini dan bahkan lebih dari senang. Hanya saja perlu bersosialisasi agar semakin dekat dengan lingkungannya. "Jangan lupa besok datang pagi-pagi. Kita pergi ke kantor cabang.""Siap, Pak."Jerry meraih kunci mobil di atas meja dan mengenakan jas miliknya yang sempat dilepas. "Pulang sama siapa?""Ada temen saya, Pak. Dia juga karyawan di sini.""Oke. Saya pulang duluan."Jerry pergi lebih dulu dan Naura juga ikut pergi tak lama dari itu. Naura memang sudah janjian dengan Arga untuk pulang bersama lagi. Ya, mungkin akan lebih sering dirinya pulang pergi bersama Arga. Hehe, lumayan gratisan, pikirny
Ajun masih tak menyangka dengan penjelasan yang baru saja di dengarnya. Mulutnya terbuka lebar, melongo, masih mencoba mengerti. Ia terus menatap Jevran yang benar-benar berbeda dari kemarin-kemarin. Apakah ini benar atau apa?Sementara Jevran sendiri juga tak punya pilihan lain selain menjelaskan pada Ajun. Karena sudah terlanjur dan tak ada alasan untuk mengelak lagi. Jadi lebih baik menjelaskannya dan berharap mulut bocah ini tidak 'ember'."Siapa tadi nama Kakak?" tanya Ajun menutup mulutnya."Jevran.""Jadi kak Jevran ini orang yang sama, yang culun itu? Kak Joko?"Pria itu mengangguk membenarkan. "Iya.""Waw, ini kayak gak masuk akal banget. Gimana kalau Kak Naura tau kalau ternyata Kak Joko itu anak orang kaya sekaligus bos-nya? Jadi selama ini...." Ajun menggelengkan kepala pelan, sulit mengatakannya."Eits! Jangan kasih tau siapa-siapa! Ini jadi rahasia kita aja. Bisa pegang rahasia, kan?""Kalau ada tutup mulutnya sih bisa."Jevran berpikir sesaat kemudian tersadar. "Sekaran
Sudah tiga hari ini Jevran semakin dekat dengan Ayahnya Naura. Setiap sepulang kerja mereka meminum kopi di luar bersama dan membahas hal sederhana seperti tentang bola atau pembahasan bapak-bapak lainnya. Walaupun Jevran tidak suka dengan lelucon lama tapi terkadang ia juga ikut tertawa.Namun tetap saja Jevran selalu dilarang untuk dekat-dekat dengan Naura. Padahal tentunya Jevran ingin melakukan pendekatan pada gadis itu, tapi kakaknya Naura begitu mengawasinya. Hari ini adalah hari Minggu dan Jevran memiliki rencana untuk makan-makan bersama teman OB-nya sekarang. Mereka akan bertemu di rumah makan yang dekat dengan kantor. Ini juga dilakukan atas ide Ujang agar Jevran bisa lebih dekat dengan teman-temannya. Karena setidaknya satu bulan sekali para OB berinisiatif untuk makan-makan bersama sebagai bentuk persaudaraan di dunia kerja.Jevran mengunci pintu rumahnya dan bersiap pergi. Namun dirinya justru melihat Naura yang tengah berada di halaman rumah, terlihat sedang memanaskan