"Hai Abi, kita ketemu lagi. Wow kita ganggu gak nih," sapa Rudi ramah.
"Oh enggak Rud. Kalian sengaja kesini?" Abi berusaha berbasa basi walau aslinya agak kurang suka apalagi sejak tadi Arjuna menatap Risa dengan tatapan memuja. Risa memilih mendekatkan kursinya pada Abi. Abi paham jika Risa merasa tak nyaman."Sepertinya kamu sedang sibuk Rud?""Iya nih kita mau bangun rumah sakit di Purwokerto.""Di daerah mana Rud?""Di sekitar Kembaran, bekas rumah sakit Wijaya Kasih. Sayang tempatnya potensial banget. Makanya aku sama Juna niat banget mau bangun rumah sakit disana."Obrolan terus mengalir, tapi lebih didominasi oleh Rudi dan Abi. Arjuna yang biasanya banyak omong lebih bayak diam."Bentar ya aku ijin ke toilet," ucap Rudi.Setelah memastikan Rudi pergi, Abi menatap Arjuna dengan tatapan tajam."Berhenti menatap wanita lain dengan tatapan seperti itu Juna! Kamu sudah menikah.""Hahaha. Kenapa memangnya? Kamu bukan siaSeorang wanita tengah menunggu dengan gelisah di dalam mobil mewahnya. Matanya awas mengawasi setiap hilir mudik yang terjadi di Puskesmas Sumbang. Wajah cantiknya tersenyum ketika melihat pria pujaan hatinya keluar.Viona hendak membuka pintu mobilnya namun gerakannya terhenti ketika melihat Abi menghentikan langkahnya dan menunggu seorang wanita cantik hingga keduanya berjalan beriringan menuju ke sebuah motor.Viona menahan cemburu melihat bagaimana Abi memperlakukan wanita itu dengan lembut bahkan memasangkan helm pada sang wanita. Viona semakin marah melihat bagaimana wanita itu melingkarkan tangannya pada perut Abizar."Dia siapa Bi? Kenapa kamu begitu perhatian dengannya? Kamu bahkan tersenyum sangat manis untuknya?" lirih Viona.Viona segera menjalankan mobilnya dan membuntuti mobil Abi.Sepanjang jalan pulang Abi bercerita dengan Risa hingga keduanya sampai di rumah."Udah sana istirahat. Nanti harus dines lagi loh.""Iya
Arjuna dan Viona tengah duduk berdampingan di kursi yang terletak di balkon hotel yang mereka sewa. Mereka berdua tengah memandang keramaian kota Purwokerto."Bagaimana selanjutnya?" tanya Arjuna."Bagaimana apanya?" Viona balik bertanya."Hubungan kita.""Aku gak tahu. Kamu yang dulu niat sekali membuatku jatuh cinta. Tapi kenyataannya kamu pun dilema."Omongan Viona membuat mulut Arjuna terkatup rapat."Papah minta kita pulang. Bahkan memintaku tak perlu ikut dalam pembangunan rumah sakit yang dikelola orang tua Rudi dan orang tuamu.""Kenapa?'"Alasannya biar menjadi urusan Rudi karena papahnya penyumbang dana terbanyak.""Benarkah? Hanya itu saja alasan Papah.""Kamu sudah tahu alasannya Viona. Pasti Papah juga sudah menghubungimu.""Ayo kita bercerai. Percuma saja kita lanjutkan.""Kamu akan tetap mengejar Abi?""Dan kamu akan mengejar Risa juga?"Keduanya diam, baik Arjuna dan Viona masing-masing sibuk denga
Risa dan Abi tengah menyalami para tamu yang hadir dengan selalu memasang wajah sumringah. Khusus Abi, dia sedikit menjaga image dan hanya tersenyum tipis."Senyumnya yang lebar Mas?" bisik Risa."Mas jaga image Dek.""Astaga. Dasar AC.""Hemm."Risa tak percaya dengan tingkah suaminya. Beneran lagi jadi AC rupanya."Abiiii ... selamat ya? Istrinya cantik sekali.""Ah Abi, tahu gini aku pakai kerudung dari dulu," seorang wanita berpakaian sedikit seksi menyapa Abi dengan genit."Hai Bro, kirain kamu gak bakal nikah. Selamat ya.""Iya selamat ya Abi, wah istrinya cantik. Sholelah lagi.""Hem, makasih," sahut Abi datar.Risa melirik suaminya. Astaga pengin ketawa rasanya. Beneran deh suaminya kembali jadi AC."Ya ampun Bi, tuh muka Lu datar banget. Gak suka Lu sama istri Lu. Ya udah buat Gue aja," ucap Dandi salah satu teman SMA Abi yang memang orangnya gokil.Abi menatap tajam Dandi seperti ingin membunuh."H
Menjadi istri seorang Abizar itu susah-susah gampang. Gampangnya karena Abi tipe suami yang tidak rewel masalah makanan. Tapi susahnya karena dia terlalu tampan jadi Risa harus punya stok sabar menghadapi tingkah para pasien dari mulai perawan, maupun emak-emak genit bergincu tebal.Seperti kali ini. Risa dan Abi sedang bekerja sama membersihkan halaman rumah sekaligus rumah dinas Risa. Tembok penghubung keduanya sudah diberi pintu sehingga kalau Risa ada perlu ke rumah dinas tinggal lewat pintu penghubung gak perlu muter lagi."Dokter Abi?" sapa Susi genit."Eh, Susi." Abi berusaha bersikap ramah sedangkan Risa bersikap masa bodo."Dok, saya mau periksa dong? Saya sakit nih?""Oh maaf Sus, saya sedang tidak praktek. Ini lagi sibuk potongin rumput.""Ih ... Dokter kok gitu sih. Gak inget sama tugasnya ya?""Inget kok Sus, tugas saya jam 6 sampai jam 8. Ini sudah jam 9 kamu cari dokter yang lain saja ya. Saya sibuk."Risa tersenyum
"Kamu tambah gendut ya?""Orang setiap hari makan ya tambah gendut Lis?""Enggak kok beneran kamu tambah gendut."Risa hanya tersenyum dan melanjutkan memakan sotonya."Eh tunggu, kamu hamil ya?"Sekali lagi Risa hanya tersenyum."Serius?""Aku belum ngecek tapi aku udah telat seminggu.""Wow ... semoga jadi ya?""Amin.""Dokter Abi udah tahu?"'"Belum.""Mau bikin kejutan?""Iya.""Oke deh."Risa dan Lisa kembali melanjutkan makan sambil mengobrol.Abi memasuki kantin langganan mereka bersama Dokter Anwar dan beberapa rekan pria yang lain. Abi langsung tersenyum dan mendekati sang istri."Udah makan?""Ini lagi makan. Mas Abi mau makan apa?""Hem ... disini ada rujak gak ya?"Risa dan Lisa saling berpandangan kemudian terkikik."Kenapa?""Gak papa. Yang ada warung samping Mas. Risa pesenin ya?""Boleh. Dek kalau bisa mangganya yang banyak ya.""Oke."Risa lan
Risa tengah sibuk menyiapkan makan malam. Tak terasa usia pernikahan mereka genap satu tahun. Dan sebentar lagi rumah mereka akan ramai karena kehadiran AC junior. Iya, putra pertama mereka laki-laki rupanya.Maira dan Fatih sudah membeli pekarangan sekitar dua kilo dari rumah Abi dan sedang dibangun rumah disana. Mereka memutuskan hidup di desa agar dekat dengan sang cucu. Apalagi Fatih sudah pensiun dan kedua adik Abi kuliah di Purwokerto."Ris, kamu istirahat saja. Biar Mamah yang menyiapkan semuanya.""Gak papa Mah, lagian udah masuk HPL ini. Risa malah harus sering gerak.""Hehehe. Iyain aja deh. Mamah kan cuma IRT. Hahaha.""IRT yang banyak duitnya ya Mah, Risa juga mau kok kayak Mamah. Cuma kalau bisa nyari duit sendiri kan tambah semangat hahaha.""Duh senengnya, Syila ikutan dong.""Sini Syila bantuin Mamah bawain piring sama sendoknya.""Oke Mamah."Ketiga wanita sibuk menyiapkan hidangan makan malam yang luar biasa banyak
Dua gadis cilik berumur delapan tahunan tengah bermain boneka bersama-sama. Yang satu rambutnya tergerai sebahu dengan hiasan bando pink di kepalanya. Sedangkan gadis satunya berkucir dua dengan hiasan pita menjuntai berwarna biru.Tak jauh dari keduanya ada dua orang lelaki dewasa yang tengah bercakap-cakap. Mereka adalah Abizar dan Arjuna."Akhirnya kamu jadi Dirut nih di Binar Kasih?""Iya, Papah akhirnya kasih kepercayaannya buat aku.""Syukurlah."Cukup lama keduanya terdiam dan memilih mengawasi kedua putri mereka."Acca mirip Risa ya?""Iya. Via juga mirip Viona.""Iya. Kami beruntung Tuhan begitu baik pada kami dan memberi kami kesempatan untuk memiliki Via.""Aku senang kamu berubah Jun." Abi mengucapnya dengan tulus."Banyak hal yang membuat aku dan Viona sadar bahwa kami memang salah. Kami sempat berfikir untuk berpisah namun kami memilih untuk berjuang dari awal.""Syukurlah.""Mungkin ini salah satu dosaku dan
Suara hentakan musik di sebuah club malam terdengar begitu nyaring. Setiap pengunjung baik laki-laki dan perempuan terlihat asik berjoget mengikuti suara alunan musik yang menggema. Bahkan tak jarang dari mereka yang berada dalam keadaan mabuk atau nge-fly akibat mengkonsumsi narkoba.Seorang lelaki dengan tinggi sekitar 185 cm dan sorot mata tajam sejak tadi mengawasi sekumpulan muda mudi yang asik berjoget di lantai dansa. Rahangnya sejak setengah jam yang lalu mengeras, tangannya mengepal, sorot kemarahan jelas tergambar di matanya."Hei, Via. Selamat ya atas gelar dokternya.""Makasih, Do. Selamat untukmu juga.""Pasti. Mau hadiah?""Apa?" tanya Via sambil terus joget-joget.Edo mendekat ke arah Via. Keduanya berjoget saling berhadapan. Entah siapa yang memulai kedua bibir mereka bertemu. Mereka asik adu bibir tanpa mempedulikan keadaan sekelilingnya."Lepas, Do. Ih, kebiasaan suka gigit.""Tapi kamu suka, 'kan?"