“Ma-mayat!!”
Langkah Yooshin dan Nara langsung berhenti.“Apa yang kau bicarakan?”“Mayat apa maksudmu?”“Di mana kau menemukannya?”Satu per satu orang-orang yang ada di sana mulai berkerumun dan melayangkan berbagai pertanyaan.“A-aku menemukannya di –““Apa kau baru saja bilang mayat?” Nara bertanya begitu ia mendekat. Sudah bertahun-tahun lamanya Moa tidak lagi menjatuhkan korban, apakah sekarang ia mulai lagi?Pria itu baru saja membuka mulut hendak menjawab, namun begitu melihat Nara ia tiba-tiba berlutut di hadapan gadis itu.“Nona Pendeta, saya mohon!” Pria itu menggenggam tangan Nara kuat. “Jika ini memang ulah Moa, tolong hentikan dia!” pintanya. Orang-orang lainnya satu per satu ikut berlutut.“Apa kau yakin ini ulah Moa?” tanya Nara memastikan. Pasalnya Moa sudah melakukan kesepakatan dengannya beberapa tahun lalu, apakah sekarang ia benar-benar melanggar kesepaka“Sampai kapan pun aku tidak akan menyerahkan putriku pada Moa!!” Seungmo memberontak namun tubuhnya terkunci. “Kami tidak berniat memberikan Nona Pendeta kepada Moa. Tapi kami, hanya berusaha menyingkirkan segala nasib sial. Semula kami berpikir kalau Moa sudah berhenti, namun begitu mendengar kalau Nona Pendeta berusaha berkhianat, kami sadar kalau kami harus menyingkirkannya.” Seorang pria paruh baya berkata dengan pandanganyang sudah mengabur. Ia menatap tubuh Nara yang berada di dalam peti. “Kami bahkan sekarang kehilangan harapan kalau Nona pendeta akan bangun kembali,” sambung yang lain. “Beliau selama ini sudah bersikap baik, namun jika sudah seperti ini, biarkan kami sendiri yang bertindak.” Seungmo menatap nanar peti berisi tubuh cucunya. Ia tidak sanggup jika benar-benar harus melihat dengan mata kepalanya sendiri, bagaimana orang-orang melempar peti itu ke lautan. “Nara … “ Suaranya terdengar hampir habis. Tubuhnya ambruk begitu ora
Begitu matahari lenyap dari pandangan mata, maka binatang-binatang di kegelapan akan datang sebagai gantinya. Semakin gelap, hutan akan terasa semakin mencekam. Jika tidak bisa waspada lalu mempertahankan diri, maka nyawa bisa melayang karena terkaman binatang buas kapan saja. Namun sayangnya bukan itu yang Yooshin khawatirkan sekarang. Namun ia khawatir sesuatu terjadi pada Nara, maka ia bertekad untuk mencari keberadaan gadis itu. “Sulit dipercaya jika mereka akan membunuhnya dengan cara seperti itu.” Ia bergumam. Kedua kakinya sampai di tebing tempat Nara dijatuhkan. Ia menatap ke bawah sana, mengecek apakah peti itu masih selamat, ataukah dia justru menemukan mayat. Melihat bagaimana besarnya ombak di sana, membuatnya tak bisa berpikir jernih. Sudah jelas peti itu hancur begitu menghantam air, lalu bagaimana dengan sosok di dalamnya? “N-Nara!” Dengan cepat Yooshin mencari jalan agar bisa pergi ke bawah. Ia juga harus memastikan sendiri ke
Seungmo sudah siap dengan pedangnya namun ia tak menemukan apapun di antara keramaian. Suasana pasar tampak seperti biasanya, hanya saja sebagian barang-barang milik para pedagang tampak berantakan. Kedua mata Seungmo menelusuri ke setiap sudut pasar, namun ia tak menemukan hal yang mencurigakan. Bahkan setetes darah pun tak ia temukan di sana. "Ada apa ini?" Seungmo menyarungkan lagi pedangnya dan berjalan menghampiri penduduk yang terduduk di permukaan tanah. "Seorang pencuri baru saja ke sini dan membuat kekacauan. Dia mengambil beberapa buah dan pergi dengan cepat, entah apa saja yang dia ambil," jawab salah seorang pedagang. Kedua alis Seungmo saling bertaut. Ia menatap kekacauan di sekitarnya, lalu beberapa saat kemudian Tuan Hwang berlari ke arahnya dengan raut wajah yan sulit diartikan. "Ada apa ini?" Tuan Hwang menatap keadaan di sana. Namun, Seungmo justru terfokus pada ekspresi lain di wajah milik Tuan Hwang. "Kenapa ekspresi wajahmu seperti itu? Apa ada sesuatu yang l
Berbagai medan dilalui dengan susah payah oleh Yooshin. Salah satu kakinya cedera selepas terjatuh. Ia pun sempat tak sadarkan diri, beruntung tak ada binatang buas yang melahapnya di sana. Entah ada di mana Nara sekarang. Entah gadis itu masih hidup dan berada di suatu tempat, atau justru sekarang ia tengah melihatnya dari atas surga. Apapun yang terjadi, Yooshin berharap Nara akan baik-baik saja, meskipun pada kenyataannya ia ingin sekali bertemu dengan gadis itu. Langkah Yooshin terhenti saat kepalanya berdenyut. Entah sudah hari ke berapa ia mencari keberadaan Nara, namun tak kunjung menemukannya. Bahkan ia tak menemukan adanya jejak sedikitpun dari kejadian beberapa waktu lalu, termasuk serpihan-serpihan kayu dari peti yang lenyap entah ke mana, mungkin sudah ditelan lautan. "Aku tidak menyangka dia akan melakukan hal senekat itu." Yooshin bergumam. Nara benar-benar melewati batas dan mengorbankan diri. Bagaimana bisa dia tak menyadari kalau norigae yang dip
Orang-orang beramai-ramai pergi ke perbatasan hutan begitu mendengar kabar ada mayat di sana. Begitu mereka sampai, mereka terkejut karena mayat yang ada di sana ternyata putra Tuan Hwang. Salah satu dari mereka pun memberanikan diri mendekat untuk melihatnya dengan lebih jelas. "Astaga, ini benar-benar Tuan Yooshin!" Ia langsung mengecek denyut nadi pemuda itu."Bagaimana? Apa dia masih hidup?" tanya salah seseorang di belakangnya."Dia masih hidup. Kudengar Tuan Yooshin tidak kembali ke rumah selama beberapa hari terakhir untuk mencari Nona Nara." Dengan menyesal pria itu menatap wajah Yooshin yang pucat. "Kurasa ini juga perbuatan Moa." "Tapi kenapa Moa masih membiarkannya hidup?" tanya yang lain.Si pria menggelengkan kepala. "Aku tidak tahu apa alasannya namun kita harus segera membawanya ke kediaman Tuan Hwang dan mengobati lukanya. Cepat bantu aku." Beberapa orang mendekat dan membantu mengangkat tubuh Yooshin dan pria
Nara diam-diam melirik Moa yang berada tidak jauh di dekatnya. Gadis itu memainkan sebuah ranting pohon di atas bebatuan di sekitarnya dan sesekali melempar batu-batu kecil ke arah sungai. "Kenapa kau menatapku begitu?" tanya Moa tanpa membuka kedua matanya. Nara tersentak pelan. "Tidak, hanya saja-" Ia menahan napas sejenak, sebeum kembali melanjutkan, "kau bisa mengubah wujudmu menjadi seperti ibu atau bahkan ayahku. Tidakkah kau ... mau melakukannya lagi kali ini?" Nada bicara Nara terdengar memelan. Kedua mata Moa terbuka dan langsung menatap gadis itu. "Apa kau bisa melakukannya? Sekali saja. Hanya sebentar." "Kenapa kau ingin aku melakukannya?" "Aku hanya merasa sedang merindukan ibuku." Nara tersenyum samar dan menghapus sesuatu yang jatuh dari sudut matanya dengan punggung tangan. Moa terdiam. Ia bisa melihat dengan jelas kalau Nara tengah menahan isakannya agar tidak terdengar. "Aku tahu kau yan
Nara berdiri begitu akar-akar itu bergerak menjauh hingga akses ke istana Moa terbuka. Gadis itu sempat memundurkan langkahnya. Siapa yang datang? Apakah orang lain? Apakah penduduk berhasil menemukannya dan mengalahkan Moa?Tapi--Kedua netra milik gadis itu membulat tatkala melihat Moa yang masuk dengan keadaan sempoyongan dan berlumuran darah. Gadis itu secara refleks menangkapnya begitu tubuh Moa kehilangan keseimbangan dan ambruk. Napas makhluk itu terengah. "Kau terluka." Nara berujar pelan begitu menyadari tangannya yang ikut berlumuran darah. "Menjauhlah," lirih Moa."Tapi kau terluka.Kau sebaiknya--" "Kubilang menjauh!!" Tubuh Nara terhempas ke belakang oleh dorongan Moa. Namun Nara memanglah keras kepala. Bahkan di saat Moa terluka, dia memilih untuk mengobati luka milik makhluk itu, mengabaikan kalau kesempatan itu cukup langka baginya. Gadis itu terkejut melihat tangan Moa yang berlumuran darah. Apakah ma
"Jika Nona Pendeta ternyata masih hidup, bukankah seharusnya dia kembali?" Seorang wanita berujar seraya menghentikan kegiatan menyapunya. Salah seorang wanita yang beberapa saat lalu menghampirinya itu pun mengangguk pelan. "Kau benar. Apa sekarang dia jadi berpihak pada Moa? Atau mungkin Nona sudah mati?""Kurasa Nona Pendeta masih hidup. Jika dia sudah mati, tidak mungkin Tuan Hwang mengirimkan orang untuk pergi ke hutan. Tuan Hwang tidaklah bodoh. Dia pasti bisa membaca rencana Moa. Itu artinya, kemungkinan Nona Pendeta masih hidup," ujar yang lain. "Tapi sekarang desa kita ini terancam. Jika Moa mengamuk lagi seperti kemarin, kita semua bisa mati. Tuan Hwang dan Tuan Seungmo terluka parah dan mustahil bagi mereka untuk mengalahkan Moa. Lagi pula perbatasan sudah dibakar habis oleh Tuan Seungmo. Dia bahkan berniat membunuh cucunya sendiri. Tapi apa menurut kalian, Tuan Seungmo memiliki rencana lain? Apa dia sengaja melakukannya? Untuk memancing Moa?"