Ken melepaskan pagutan bibir mereka, posisi mereka sudah cukup mengkhawatirkan. Ia nampak menindih tubuh mungil itu dibawah tubuhnya, dan Ken berani bertaruh bahwa Elsa menyadari sesuatu dari dirinya yang menyembul di balik celana scrubnya itu.
Wajah Elsa nampak memerah, begitu menggemaskan luar biasa dengan bibir sedikit bengkak. Kalau saya tadi bapak Elsa tidak menintipkan dan berpesan pada Ken untuk menjaga gadis ini, rasanya Ken ingin melucuti pakaian Elsa dan langsung menhujamkan miliknya kedalam inti tubuh gadis yang dulu sangat menyebalkan ini.
“Entah sejak kapan, aku sendiri juga tidak tahu, Sa. Yang jelas rasa itu tumbuh dan berkembang untukmu, aku jatuh cinta padamu,” desis Ken sambil kembali meraup bibir itu.
Rasanya sungguh benar-benar manis dan memabukkan, membuat Ken makin gila. Hasrat itu sudah meronta-ronta, Ken segera melepaskan pagutan bibirnya, mencoba menghentikan gelayar dan gelora itu perlahan-lahan.
“Jika kamu bers
"Stase apa setelah ini? Yang paling perlu di waspadai itu stase bedah, residen nya buaya semua itu. Mau yang lajang, beristri, semuanya sama, buaya darat!""Ingat, awas aja kalau ada residen rese yang berani godain kamu ntar. Nggak boleh genit sama residen mu, jangan dikira kita beda poli lantas aku lengah, ya?"Elsa mengerucutkan bibirnya, perhari ini dia sudah lulus dari stase obsgyn. Siap pindah ke stase lain meneruskan perjuangannya kepaniteraan klinik guna meraih cita-citanya. Namun bukannya memberi selamat, sang kekasih hati malah menceramahi Elsa panjang kali lebar, tampak Ken sangat tidak suka jika Elsa harus lulus dari stase obsgyn."Nggak percayaan banget sih jadi orang?" Elsa mencebik, memangnya dia apaan main Genit-genit sama laki-laki lain?"Bukan begitu, kenapa sih kamu nggak paham-paham?" suara Ken meninggi, untung mereka sedang ada di apartemen Ken, jadi bebas lah kalau Ken mau teriak-teriak sekalipun."Paham apa l
“Sudah ada bukaan?” tanya dokter Tjandra pada Ken yang tampak melepas handscoonnya.“Sudah, baru tiga, Dok.”Tampak dokter Tjandra menggangguk pelan, “Berarti masih aman ya? Saya tinggal dulu.”Ken sontak mengumpat dalam hati. Kebiasaan para konsulen pasti seperti ini. Itu artinya Ken harus stand by terus sampai kemudian pasien bukaan lengkap, sementara sosok itu entah hendak kemana. Sungguh masa residensi di Indonesia ini sebagian besar memang tidak begitu sehat.Ken hanya bisa menghela nafas pasrah, menjatuhkan diri di sebuah kursi lantas merogoh iPhone miliknya di dalam saku. Siapa lagi kalau bukan Elsa yang hendak dia hubungi? Sebenarnya Ken ini ke rumah kekasihnya itu, meminta maaf perihal apa yang sudah terjadi tadi. Dia tahu Elsa marah dan kecewa kepadanya, hal itu lah yang kemudian membuat Ken sama sekali tidak tenang dan ingin pergi ke rumah Elsa guna meminta maaf.“Nomor yang Anda hubungi sedang s
“El, bangun! Ada panggilan dari rumah sakit, kenapa ponselmu kamu matikan?”Elsa lamat-lamat mendengar suara itu, sejenak ia mencerna apa yang dia dengar. Apakah dia mimpi? Tapi ketukan bertubi-tubi di pintu kamarnya membuat Elsa akhirnya membuka matanya dan mencoba menyadari bahwa semua ini bukanlah mimpi dan halusinasi.“El, cepetan bangun, takutnya pasien kamu makin parah!”TUNGGU!Panggilan rumah sakit apaan? Ia sudah selesai koas di stase obsgyn dan besok baru masuk stase baru, dan ini dia ada panggilan? Panggilan apa? Elsa sontak bangun, membuka pintu kamar dan mendapati sang mama sudah berdiri di depan pintu kamarnya.“Panggilan rumah sakit apaan sih? Dari mana Mama tahu?” tanya Elsa sambil menguap, mumpung bisa tidur malam, kan? Besok rasa-rasanya dia sudah harus kembali sibuk lagi di rumah sakit.“Tuh dokter Ken di depan. Cepetan, nanti pasienmu kenapa-kenapa bisa gawat, El.” Tampak wa
“Ken, Papa mau bicara!”Ken baru saja masuk rumah, hendak naik ke lantai atas ketika tiba-tiba papanya muncul dan bersuara dengan begitu tegas dan serius. Ken menghela nafas panjang, ia sudah tahu keman arah pembicaraan papanya ini. Pasti perihal kedekatan Ken dengan Elsa, bukan?“Soal apa, Pa?” Ken yang hendak melangkah itu sontak berhenti, menatap sang papa dengan begitu serius.“Ikut Papa keruangan Papa, Ken, ada banyak hal yang ingin Papa bicarakan.” Sosok Darmawan Wijaya itu melangkah dengan begitu tenang dan angkuh, membuat Ken sontak menghela nafas panjang dan terpaksa mengikuti langkah sang papa menuju ruang kerjanya.Aura dingin langsung menyergap Ken begitu ia masuk ke ruangan sang papa. Sorot mata itu begitu tajam, membuat Ken merasa tertusuk seketika begitu netranya membalas tatapan itu. Ia bergegas duduk di kursi yang ada di depan meja sang papa, menantikan dengan cemas hal apa yang hendak papanya itu bicar
Elsa selesai membalut luka Ken, dia sekarang duduk di sofa ruang depan, dengan Elsa yang masih nampak membereskan peralatan dressing-nya."Kau belum menjawab pertanyaan aku, Sayang!" tegur Ken ketika Elsa lebih fokus pada luka di jemari Ken daripada pertanyaan sakral yang Ken ajukan.Elsa mengangkat wajahnya, menatap manik mata yang masih memerah itu. Senyum Elsa tersungging begitu manis, "Jadi dokter umum mana yang hendak kau sodorkan untuk aku nikahi?""Aku!" jawab Ken tegas dan mantab.Elsa sontak membulatkan matanya, ia menatap Ken yang tersenyum getir itu dengan seksama. Apa tadi Ken bilang?"K-kau?" Elsa tidak mengerti, bagaimana bisa? Ken seorang dokter residen, itu artinya dia calon dokter spesialis. Kenapa kemudian dia mengatakan bahwa dokter umum yang tadi Ken maksud adalah dirinya sendiri?Ken meraih tangan Elsa, meremasnya dengan begitu lembut. Membuat jantung Elsa berdebar seketika, lambat laut Elsa
"JANGAN!" Elsa berteriak sekencang-kencangnya, namun itu sama sekali tidak membuat Ken mengurungkan niatnya. Tangannya mencengkeram kuat sprei, Elsa berusaha merapatkan kakinya, namun tangan Ken membuka paksa kembali paha itu."KO... JA-JANGAN.... AHH... SAAKIITT!" teriakan itu terdengar begitu keras, bersamaan dengan milik Ken yang sudah terbenam sempurna dalam inti tubuh Elsa.Ken memejamkan matanya erat-erat, sesuatu dalam diri Elsa sudah berhasil ia tembus dengan sekali hentakan kuat, membuat Elsa makin seperti orang kesetanan menggeliat menahan pedih. Tangisnya pecah, wajahnya memerah dengan keringat sebesar bulir jagung yang membasahi wajahnya. Dan Ken sudah tidak memperdulikan apapun lagi, dia mulai memacu tubuh itu dengan begitu beringas, tidak peduli Elsa memekik, merintih kesakitan, Ken tidak peduli.Yang Ken pedulikan hanya satu, mensukseskan rencananya untuk membuat Elsa tetap berada di sisinya. Jika sudah Ken rusak seperti ini, Els
Darmawan melangkah ke poli bedah, ada seseorang yang hendak dia temui di sana. Seseorang yang harus dia urus sebelum mengacaukan segalanya. Beberapa perawat sampai dokter spesialis tersenyum dan menundukkan wajahnya sebagai tanda hormat kepada wakil direktur utama rumah sakit itu. Sebuah power yang Darmawan miliki untuknya bisa berbuat apapun yang dia mau, terlebih untuk melawan Ken dan gadis yang sama sekali tidak memiliki power apapun. “Selamat pagi, Dokter.” “Pagi,” Darmawan tersenyum membalas sapaan itu, terus melangkah menuju ruang istirahat koas yang ada di sana. “Sa, lu nggak ikut gue makan nih?” tersendar suara itu yang pertama menyapa telinga Darmawan. “Nggak, kamu pergi aja sana, aku nggak lapar.” Jawab suara itu yang Darmawan tahu, itu adalah target yang dia cari pagi ini. “Oke gue cabut!” Tampak gadis dengan rambut cokelat itu terkejut mendapati Darmawan sudah berdiri di depan pintu ruang. Ia tersenyum dan membungkukkan bad
“Tisu?”Elsa mendongak, tersenyum dan menarik selembar tisu yang di sodorkan Yosua kepadanya. Tangis Elsa pecah begitu ia masuk ke dalam mobil Yosua, rencananya dia dan Yosua hendak mengunjungi salah seorang sejawat yang dikabarkan sakit di kamar kostnya, namun karena insiden barusan, Yosua memutuskan untuk menunda sejenak rencana mereka.“Menangis lah dulu, kalau sudah lega baru kita putuskan, jadi ke kost Renita atau pulang saja, Sa.” Gumam Yosua yang membeku di tempatnya duduk, seat belt itu sudah terpasang di tubuhnya, namun ia belum berniat membawa mobilnya pergi dari halaman parkir rumah sakit.Elsa menyusut air matanya, menghirup udara banyak-banyak lantas menoleh pada Yosua yang diam bersandar di joknya. “Bisa kita pergi dari sini dulu, Bang? Aku takut dia masih mencariku.”Yosua menoleh, tersenyum dan mengangguk pelan, lantas menghidupkan dan membawa mobilnya pergi dari halaman rumah sakit. Pikiran Yosua