Nina dan Elba masih terpana dan sulit menguasai diri ketika menyaksikan puluhan remaja dalam kondisi di luar kendali sedang menjahit mulut dengan kesadaran penuh.
“Roth …,” desis Nina yang mulai kembali tersadar pada tujuan mereka saat ini. Roth menelan ludahnya dengan gusar.
“Mereka sadar sepenuhnya dan mengalami kesakitan. Aku akan menghilangkan hipnotis yang mempengaruhi mereka dan tolong hubungi apparat!” pinta Roth.
Elba tidak membuang lagi waktu segera melesat keluar ruangan mencari bantuan, sementara Nina memenangkan siswa yang mulai berhenti untuk tidak panik.
Setengah jam kemudian gedung sekolah dipenuhi mobil ambulans dan polisi. Elba masih memberikan keterangan pada polisi. Sementara itu, Roth melanjutkan pembersihan dari pengaruh Belial di gedung tersebut.
“Terima kasih atas bantuanmu,” ucap seorang wanita, ibu dari salah satu murid yang menjadi korban malam itu.
Nina mengangguk gugup da
“Sulit menerima cara berpikirmu yang sangat berbeda dengan keputusan dan tindakanku selama ini. Tapi kini aku mengerti bahwa dirimu bukan manusia yang egois dan tidak peduli,” seru Roth pada Nina yang duduk di halte bus dengan botol yang hampir kosong. Nina bergeming dan masih menatap jalanan sepi.“Averin, kita mulai dari awal. Aku yang salah,” ucap Roth dengan terbata-bata. Nina menenggak cairan terakhir yang tinggal beberapa mili.“Sudahlah, aku tidak memiliki ekspektasi besar untuk orang mengerti tentangku.” Nina menaruh botol kosongnya dengan hati-hati di lantai halte.“Aku bukan manusia, dan aku iblis yang paling bodoh. Jadi, aku mempunyai kesempatan besar untuk kamu maklumi, kan?” tanya Roth membujuk dengan canda. Nina menoleh pada Roth dan mengernyitkan dahinya, Nina terlihat menawan saat melakukan itu.“Kamu tahu? Untuk makhluk yang jiwanya berada dalam genggamanku dan tidak berdaya, nyalimu c
Ketiganya menerima undangan Al untuk menikmati pai daging dan wine. Ternyata wine yang Al suguhkan bukan murahan. Sebotol koleksi vintage yang berusia sembilan tahun. Elba mengecup dengan puas dan nikmat. Wine merah itu sungguh berkualitas baik.“Pai daging adalah makanan favoritku,” ucap Elba. “Dan ini yang terbaik,” puji Elba kembali.“Ah, Elba. Kau membuatku melambung. Al tidak pernah memuji masakanku,” sambut Trish dengan ceria.“Trish, aku sudah merasakan masakanmu selama empat puluh tahun, ayolah,” protes Al. Trish terkekeh dan menikmati menggoda suaminya.“Untunglah kalian bertemu dengan kami, jika tidak maka segala macam penolakan akan kalian terima,” ucap Al sambil menghembuskan cerutunya. Pria itu duduk di kursi malasnya dan terlihat menyukai kehadiran mereka.“Oh ya? Kenapa?” kini Nina tertarik untuk mengetahuinya.“Entah kalian percaya tentang hal super
Makan malam yang Trish sediakan untuk mereka sangat lezat. Selain ramah dan baik, Trish juga Al menyediakan informasi penting lainnya mengenai peristiwa di tempat lain.“Aku tidak menemukan tujuan dari semua kematian hewan tersebut selain dari kepuasan iblis dalam menumpahkan darah,” cetus Elba dengan dahi berkerut.“Ya, ini seperti jalan buntu. Tidak ada jejak ataupun pertanda kehadiran Belial dan iblis lainnya. Aneh …,” gumam Roth.“Yang aku butuhkan adalah satu peristiwa lagi untuk mengungkap siapa tokoh di balik ini semua,” ucap Nina dari ujung meja.“Apakah kalian mengetahui bagaimana Belial ini hadir?” tanya Al.“Roth jelas merasakan dan mengetahui dengan cepat. Aku dan Nina hanya bisa melihat jika dia menampakkan diri,” sahut Elba. Al manggut-manggut dengan wajah tampak berpikir.“Ada satu lagi yang belum kami sampaikan karena hal ini sempat membuatku dan Trish d
Kisah mereka di Santee usai. Namun bertumpuk pertanyaan menambah kebingungan Nina. Tujuannya semula hanya untuk bebas dan menempuh hidup lebih baik. Pencarian Nina tentang asal usulnya semakin tenggelam dalam ketidak pastian. Tidak ada petunjuk jelas. Kini bertambah, mereka harus waspada atas lancangnya mulut Nina yang menentang Lucifer.Ketiganya terdiam selama menyusuri jalanan yang cukup hangat siang itu. Nina menyandarkan kepalanya menatap luar jendela yang dipenuhi hutan pohon pinus. Elba menyatakan mampu kembali ke balik kemudi.“Kita mengisi bensin dulu,” ucap Elba.Dari jauh tampak tempat beristirahat. Pom bensin dengan kafetaria yang cukup ramai. Tidak ada yang menanggapi. Roth jelas masih dalam kekalutan karena kini harus menjadi sekutu Nina dan oponen rajanya.Mobil terparkir di depan kafetaria setelah mengisi bensin penuh. Elba melangkah lebih dulu dan melepas kacamata hitamnya saat memasuki kafe tersebut. Nina menyusul bersama Roth yang tampak le
Pesawat mendarat di airport internasional Leonardo da Vinci, Roma. Nina menghirup udara dingin bulan Desember.“Inikah udara wilayah yang pernah menjadi salah satu tahta kaki Elohim?” tanya Roth terlihat memandang langit yang cukup mendung. Waktu menunjukkan pukul sembilan lebih lima belas menit.“Salah satu? Di manakah yang lain lagi?” tanya Elba tampak tertarik.“Mekkah,” jawab Roth ringan. Elba mengucapkan alhamdulilah dengan penuh syukur.“Kau mengatakan pernah? Bukankah itu berarti tidak lagi?” tanya Nina yang ternyata jeli. Roth tertawa.“Aku tidak lagi melihatNya setelah ratusan abad. Mungkin tempat ini tidak layak lagi baginya,” sahut Roth. Nina mendengar suara Elba menghela napas panjang.“Tapi siapakah yang bisa mengerti bagaimana Bapa Yang Agung berpikir? Dia akan mengijinkan bagi makhluk untuk melihat atau tidak, jelas aku bukan salah satu yang terpilih,” sam
Abigail masih menyilangkan tangan di dada dan tampak tidak setuju dengan rencana empat orang dewasa yang kini duduk bersamanya di ruang tunggu bandara.“Aku tidak boleh berpamitan pada Paman Markus? Ini tidak adil! Jangan-jangan kalian ingin menculikku ya?!” tuduh Abigail dengan kesal. Nina menahan diri untuk tidak membentak gadis kecil yang dari semula membuatnya jengkel.“Menculikmu? Untuk apa? Jangan terlalu curiga, Abigail,” tukas Roth dengan lirikan kesal.“Aku tidak bicara denganmu!” seru Abigail makin menunjukkan suasana hati yang tidak bagus. Oliver memberikan ipod padanya.“Tenangkan dirimu, jika menuruti semua yang ada dalam otakmu, kamu akan kambuh dan itu bahaya,” ucap Oliver pelan. Abigail merebut media pemutar musik dengan wajah cemberut.Remaja itu memasang headset dan asyik dengan pilihan musik dalam fitur ipod. Nina menyilangkan tangan di dada dengan geram.“Jika kau tida
Elba memutuskan untuk menginap di hotel sekitar Firan. Menurut keterangan pemilik rumah makan, polisi sering mengadakan patroli dan berbuat seenak hati dengan menangkap wisatawan asing yang berkeliaran malam hari. Terutama dengan keberadaan Nina, mereka akan melemparkan tuduhan yang sangat keji dan serius. Demi menghormati budaya timur yang masih kental dengan norma dan kesopanan yang berlaku, Elba memutuskan tidak melanjutkan perjalanan.“Membawa wanita dalam perjalanan di malam hari bisa dipenjara? Sangat konyol!” protes Nina sembari membuka pintu kamar dengan kasar.“Ingat yang aku ceritakan tentang kedudukan wanita di dunia timur?” seru Elba. Nina bungkam dan memilih masuk ke kamar dengan kesal.“Ini memang buang-buang waktu. Dengan menunda berarti akan semakin lama aku kembali ke vatikan,” gerutu Abigail. Roth segera menyeret masuk gadis remaja itu, sebelum melemparkan keluhan lainnya dan membuat Elba naik pitam. Keduanya
Pagi-pagi, Elba sudah mengedor pintu masing-masing dan membangunkan semuanya.“Setengah jam lagi kita berangkat!” teriak Elba sambil menuruni tangga motel. Nina sudah menikmati kopi dengan Oliver di ruang makan motel. Kebulan asap kopi dari cangkir membuat Elba merasakan emosinya menurun.“Kau membutuhkan kafein. Suasana hatimu tidak begitu bagus akhir-akhir ini,” ucap Nina. Elba membenarkan dan menggelengkan kepala.“Pikiranku kacau,” jawab Elba muram.“Speak up,” pinta Nina. Elba menghela napas dan kembali menyeruput kopinya.“Aku pernah menyakiti seseorang. Makhluk astral tepatnya, dari bangsa Jin. Dia berasal dari Mesir,” sahut Elba dengan wajah kecut. Nina menghentikan suapannya. Sarapan itu tidak lagi menarik.“Apakah parah?” tanya Nina. Elba mengangkat wajahnya dan menatap Nina dengan lekat.“Aku membunuh tuannya,” jawab Elba. Nina membuka mulut