Dihadapan Mia berdiri seorang wanita tua berpenampilan elegan. Dia merasa deja vu mengingat pertemuannya beberapa waktu lalu dengan wanita tersebut di De La Crush.
“Senang sekali bertemu denganmu, Mia. Akhirnya aku bisa membawamu ke rumah ini dan menjamu dirimu seperti yang seharusnya. Lihatlah, betapa tidak sopannya cucuku itu menyembunyikan wanita secantik ini di kastil pribadinya,” celoteh Gia dengan wajah berbinar bahagia walau sedikit jengkel pada cucunya, Jaxon.
Senyum Gia tak lepas tatkala memandangi Mia sembari memutar tubuh gadis itu
Sore itu pengunjung di De La Crush sudah tidak seramai siang tadi. Melihat ada jeda waktu untuk melakukan stock barang kering, Mia pun beranjak ke gudang untuk membantu Hadley yang sedang bersih-bersih di sana.“Kudengar kau sangat dekat dengan Jaxon,” kata Hadley di tengah-tengah tugas yang sedang mereka kerjakan.“Hubungan kami tidak seperti rumor yang beredar,” jelas Mia tidak ingin Hadley salah paham. Sudah cukup baginya mendapat pertanyaan seputar hubungannya dan Jaxon.“Aku hanya ingin meminta bantuanmu untuk membelikan tiket pertunjukan di Red Cage,” balas Hadley meluruskan.Mia menatap Hadley seolah
Melihat Jaxon yang menghambur ke dalam ruang istirahat dimana Mia dibaringkan, membuat Joe mundur seketika. Dia menatap Jaxon gelisah ketika melihat bekas tamparan di wajah Mia yang berasal dari tangan Joe sendiri. Sebelum Jaxon di dekat mereka, Joe menahan pria itu dan menatap tepat di matanya.“Mr. Bradwood, sebelum kau memukulku, aku ingin kau mendengarkan,” jelas Joe berusaha mengendalikan kegelisahannya.Alis Jaxon bertaut melihat bawahannya yang tampak berdiri tidak nyaman.“Ada apa?” tanya Jaxon heran. Dia melirik ke arah Mia, tetapi
Beberapa kali Jaxon mondar-mandir menunggu kedatangan Timothy ke Aurelia. Dia bahkan tidak sabar saat pria itu tidak kunjung tiba. Jaxon menyuruh Snow untuk mempercepat kedatangan Timothy ke sana.“Dia sudah tiba,” kata Snow diikuti Timothy dari belakang.Melihat Jaxon yang cemas, membuat Timothy tidak membuang waktu. Dia mendekati Mia yang dibaringkan di atas kasur King Size di kamar pribadi Jaxon. Tanpa memedulikan wajah bertanya Timothy, Jaxon mendekati gadis itu.“Tidak ada luka di tubuh dan wajahnya akan membaik dalam sehari. Dia hanya butuh istirahat, menenangkan diri. Bila ada gejala trauma, hubungi aku lagi. Saat ini
Mia terbangun dengan posisi berada dalam dekapan Jaxon di atas ranjang. Lama dia memandangi wajah Jaxon yang masih terlelap. Jemari Mia menyentuh bulu mata Jaxon yang panjang. Tubuh pria itu bergerak mendapat sentuhan halus darinya. Melihat reaksi tersebut, Mia pun tersenyum jahil dan menyentuh pipi Jaxon dengan ujung jari telunjuk, lalu meninggalkan sentuhan-sentuhan sehalus kapas di sepanjang garis wajah rupawan pria itu.“Hentikan,” bisik Jaxon dengan suara parau. Matanya masih terpejam sedang genggamannya melingkar di pergelangan tangan Mia, menghentikan gerakan gadis itu di udara. “Jangan memancingku Dolcezza.”Hanya suara terkekeh yang terdengar dari gadis itu, membuat Jaxon menggeram dan langsung membuka mata
Suara ketukan di pintu membuat Mia terjaga. Dia membuka pintu terkunci tersebut dan mendapati Jaxon berdiri di luar dengan wajah gusar serta tatapan tajam, tanpa sadar Mia melangkah mundur sedikit.“Kau benar-benar ingin menguji kesabaranku Mia?” Suara Jaxon kental akan kekesalan.Mia yang tidak mengerti perubahan sikap tersebut hanya bisa mendelik tajam.“Kali ini apa lagi, Jaxon?” desah Mia yang tidak merasa melakukan kesalahan.“Saat aku kembali ke kamar, kau tidak ada di sana. Memangnya kenapa kau balik ke sini? Apa kau tidak nyaman berada di kamarku?”
Suasana di Red Cage tidak setegang saat Mia tadi pergi ke toilet, bahkan pria-pria di sana tampak seperti orang paling bebas, tertawa keras sembari bercanda bermain bilyar dan menikmati minuman dan hidangan yang Rey bawa dari sebuah toko roti terkenal. Jaxon yang tadinya memiliki aura membunuh kini tampak seperti idiot yang tidak berhenti tertawa nyaris berguling di lantai menahan perut kebanyakan tawa setelah Gavin melemparkan candaan yang bagi Mia sangatlah hambar.Bahkan Mia tidak tahu dimana letak lucunya hingga pria –pria di sana tidak habis stok tawanya. Dia rasa ada yang salah dengan otak mereka.“Oh, aku tidak membual. Gadis itu mengatakan padaku bahwa aku adalah suami ideal baginya. Bayangkan saja bagaimana reputasiku bila pergi ke acara prom night lalu berdansa b
Garis polisi dan kekacauan dari kejadian waktu itu sudah tidak lagi terlihat di De La Crush. Aktivitas restaurant berjalan seperti biasa, seolah tidak pernah terjadi pembunuhan di sana. Bahkan pengunjung yang datang semakin ramai, beberapa vlogger, influencer, dan mereka yang bekerja di media datang ke De La Crush dan memberi review positif. Mia serta rekan kerjanya bahkan kewalahan melayani dan menerima pesanan.Grant yang sejak tadi mengawasi dari ruang kerja, akhirnya tidak sabar untuk menghubungi Jaxon. Beberapa kali dia melirik telepon di meja, tergoda untuk menghubungi pria itu. Setelah berdebat panjang, Grant pun menyerah dan mengangkat gagang telepon. Setelah dua dering pertama, panggilan itu diterima.“Ada apa?” tanya Jaxon dari seberang.Grant menghela napas dan berhati-hati memilih kata.“Aku tahu kau sangat peduli pada De La Crush, tetapi yang kau lakukan berlebihan. Dengan perlindunganmu saja, aku sudah merasa berterima kasi
Sebuah pesan baru saja masuk ke ponsel Mia saat dia hendak memulai shift pagi itu. Melihat nama Jaxon tertera di sana, Mia pun langsung membuka ponsel setelah merapikan barang-barang pribadi di loker.‘Hari ini ke Red Cage, kita mulai latihan fisik hari ini.’Bunyi pesan yang tertera.Kening Mia berkerut heran karena pagi itu dia tidak bertemu Jaxon di meja makan. Piper bilang Jaxon sedang sibuk sehingga tidak pulang sejak malam, membuat Mia bertanya-tanya kemana lagi pria itu pergi.Perkataan Piper pagi itu terngiang di kepala Mia.“Mr. Bradwood memiliki kamar pribadi di gedung Red Cage, Miss Heart. Biasanya dia menginap di sana bila ada pekerjaan yang belum selesai.”Tentu saja penjelasan tersebut membuat hati Mia was-was karena selama ini dia tidak pernah melihat Jaxon bersama wanita di luar, dan bisa saja pria itu melakukan bisnis-nya di sana. Pikiran-pikiran kotor tersebut menyampah di kepala Mia hingga