Mia mengintip dari jendela kamar setelah melihat mobil yang Jaxon kendarai meninggalkan pintu gerbang Aurelia. Dia menutup kembali gorden jendela, lalu berjalan keluar dari kamar dan mencari keberadaan Emily, Piper, Allana, atau mungkin Greta.
Setelah mencari-cari di dalam kastil yang luas, Mia menemukan Allana serta Emily yang tampak sibuk membersihkan sebuah kamar di lantai tiga. Sebelumnya Mia tidak pernah naik ke tempat ini sehingga dia pun tersesat beberapa saat yang lalu.
Emily yang lebih dulu melihat kedatangan Mia menatap penasaran.
“Apa ada yang kau butuhkan?” tanya Emily heran karena Mia langsung menutup pintu kamar rapat-rapat sembari melirik keluar, memastikan tidak ada siapa-siapa di sekitar dengan gerakan yang mencurigakan, membuat Emily serta Allana kebingungan dengan sikap Mia barusan.
“Aku memiliki beberapa pertanyaan,” ucap Mia sembari menyuruh Allana dan Emily untuk duduk di atas ranjang yang belum sempat dibersi
Suasana di Denver Park terlihat sepi, hanya tampak bebek-bebek yang berkeliaran di sekitar.Mia yang sejak tadi menatap Danau di taman terlihat termenung dengan pikiran penuh. Dia menanyakan apa yang sebenarnya terjadi di sekitar. Mengapa rasanya semua orang memperlakukannya seperti kaca rapuh yang slelalu dibungkus sarung sutera. Begitu hati-hati seolah takut dia terluka.“Apa kau juga berpikir aku hanya gadis berkepala kosong dan lemah?” tanya Mia pada seekor bebek yang sejak tadi memperhatikannya dengan kepala miring ke kenan-kiri bergantian.“Kau seharusnya lihat bagaimana Jaxon memperlakukanku. Dia benar-benar menutupi sesuatu!” sungut Mia pada bebek itu lagi dan dibalas dengan wek wek tanpa jeda.Mia menganggukan kepala. “Benar, perkataanmu benar sekali. Dia memang pria keras kepala, sedikit arogan dengan sikap tertutupnya dan suka menyiksa menggunakan tubuh sempurna dan wajahnya yang tampan! Benar-benar tidak adil! Men
Setelah mencari Mia ke seluruh Denver, Jaxon pun meminta teman-temannya untuk berkumpul di Red Cage, dan menyuruh bawahan mereka untuk terus melanjutkan pencarian.Rey melihat Jaxon yang tampak menunggu kabar dengan gelisah. Pria itu memutar gelas kristal di tangan sejak tadi, sedangkan tatapannya kosong menatap ke lantai. Beberapa kali Jaxon juga terlihat meremas gelas dalam genggaman seolah hendak menghancurkan gelas kaca tersebut hingga berkeping.Nicko, Gideon, dan Rey saling lirik, mengerti bagaimana perasaan Jaxon saat ini.Jelas sekali sahabat mereka sedang cemas namun berusaha menutupi.“Apa kau sudah mendapatkan kabar?” tanya Jaxon tiba-tiba entah pada siapa dalam ruangan.Serentak mereka semua menggelengkan kepala sembari mengecek ponsel di tangan masing-masing.“Tunggulah sebentar lagi, aku yakin Mia masih berada di Denver,” ucap Rey dengan nada tenang.Jaxon melemparkan tatapan tajam sembari m
Mia tidak mau melepas kedua lengannya yang melingkar di leher Jaxon, sehingga pria itu terus mendekapnya lama hingga mereka duduk di atas ranjang, dengan diisi suara sisa-sisa isakan tangis Mia yang perlahan mereda.Kedua tangan Jaxon melingkar erat di tengah tubuh gadis itu, sembari membisikan kata-kata lembut yang menenangkan.“Ular itu tidak berbisa, kau tidak perlu takut.”Namun kepala Mia menggeleng cepat.“A-aku … ta-takut u-ular,” isak Mia terbata.“Ssssttt … ular itu sudah dibawa pergi,” ucap Jaxon yang merasa yakin teman-temannya telah mengurus ular tanpa akhlak tersebut. “Biasanya dia sangat tenang berada di sangkar, mungkin Gavin lupa menutup pintunya dan membuat Blacky keluar begitu saja.”Mia mengangkat kepala dan menatap Jaxon dengan mata berkaca-kaca.“B-Blacky …?” tanya Mia di tengah sesenggukan.Jaxon yang gemas mendaratkan kecupan
Mia menatap bingung pada rumah sakit di hadapannya. Beberapa kali dia mengerjabkan mata dan meyakinkan diri bahwa Jaxon membawanya ke rumah sakit, bukan ke Kastil Aurelia.Dia menoleh pada pria yang sejak tadi duduk tenang di sebelah sambil mengobservasi Mia lekat-lekat, seolah tidak ada yang lebih menarik dibanding dirinya.“Kenapa kita ke rumah sakit?” tanya Mia dengan dahi berkerut.Sebelah sudut bibir Jaxon tertarik sedikit ke atas sedangkan matanya tidak lepas menatap.“Aku ingin meyakinkan saja tubuhmu tidak perlu perawatan lanjutan,” jelas Jaxon sembari membuka pintu dan berjalan memutari mobil, menuju ke sisi Mia berada.“Aku baik-baik saja Jaxon, bahkan aku tidak lagi merasakan sakit di kepala,” ucap Mia mencoba bernegosiasi, dia benar-benar tidak ingin mati bosan bila Jaxon akhirnya memutuskan untuk merawat inap Mia kembali.“Bisa saja ada sesuatu yang tidak bisa dilihat mata dan butuh peme
Mia memasuki Aurelia dengan wajah merah padam bagai kulit goji berry.Snow yang melihat kedatangannya menatap Mia keheranan, terutama ketika gadis itu berbicara sendiri seperti menggumamkan hal-hal yang membingungkan.“Manis katanya? Caranya itu membuatku bisa gila!” sungut Mia saat melintas di sebelah Snow yang berdiri membukakan pintu. “Pria licik itu membuatku ingin mengubur kepala di dalam pasir! Bisa-bisanya dia melakukan itu di tengah-tengah lorong rumah sakit!”Gadis itu terus berjalan menuju lantai dua, tanpa menoleh ke sekitar. Dia bahkan tidak sadar jika Gia Leonore tengah duduk di ruang tamu, memperhatikan Mia yang melintas sembari berbicara sendiri tanpa konteks yang jelas.Setelah tubuh Mia menghilang dari pandangan begitu menaiki tangga, Gia pun menoleh ke arah pintu, melihat cucunya yang berdiri dengan kedua tangan berada di dalam saku celana sedangkan pandangannya ke lantai dua, dimana Mia berada.Tampak sudu
Jaxon menatap mobil butut Mia yang ditarik menuju gudang rongsokan di halaman belakang gedung Red Cage. Dia menyesap kopi di cangkir sembari menaruh tangan kiri di saku celana, menyaksikan beberapa bawahan yang siap menghancurkan mobil itu jadi beberapa bagian.“Apa kau yakin dia tidak akan marah?” tanya Knight Miller, menatap mobil butut berwarna kuniing pudar itu dengan ragu.“Hmm … hmm …,” jawab Jaxon dengan mengedikan kedua bahu sembari terus menyesap kopi yang tinggal setengah.Melihat bagaimana Jaxon memperlakukan Mia, Rey menggelengkan kepala.Lihat saja nanti, Gadis itu pasti tidak terima mobil butut kesayagannya menjadi puing-puing sampah di antara tumpukan mobil bekas yang tidak terpakai.“Jika diperbaiki sedikit, mobil ini bisa berfungsi dengan baik. Hanya mengganti mesin dan mencat ulang,” ucap Knight memberi penadapat. Pria itu sangat ahli dalam hal mekanik, wajar saja dia merasa sayang
Setelah menyelesaikan fitting baju, Mia dan Jaxon berjalan keluar sembari bergandengan tangan. Keduanya tampak enggan melepaskan diri satu sama lain. Sementara itu, Gia dan Henrieta berjalan di belakang sembari berbisik-bisik membicarakan sesuatu.“Bagaimana menurutmu jika kita pergi ke suatu tempat dan menikmati waktu berdua selama beberapa hari?” tanya Jaxon tiba-tiba yang membuat Mia memikirkan ide tersebut.“Memangnya kau mau mengajakku kemana?”Jaxon tersenyum kecil sembari membawa punggung tangan Mia ke bibir, dan mengecupnya lembut, mengirim getaran menggelenyar hingga ke punggung gadis itu.“Hmm … coba kupikirkan,” kata Jaxon dengan dahi berkerut seolah ada sesuatu yang dia cari di kepala. “Apa kau suka pemandangan perbukitan hijau?”Mia memikirkan sejenak usualan tersebut dan berpikir apa salahnya mencoba.“Menurutmu itu ide yang bagus?”Jaxon mengangguk pelan
Pemandangan di hadapan mereka terlihat indah dengan jajaran pohon pinus yang berbaris di perbukitan. Dari Villa yang mereka tempati, Mia dapat merasakan udara sejuk yang mengalir dari balik jendela terbuka.“Tempat ini benar-benar nyaman,” ucap Mia yang membuat Jaxon tertawa pelan sembari menyeruput kopi panas sedangkan Mia menengguk habis nyaris seluruh teh yang tadi dia seduh.“Kau belum melihat bagian terbaiknya,” ucap Jaxon yang membuat Mia semakin penasaran.“Apa masih ada kejutan untukku?” tanya Mia menggoda.Jaxon tersenyum sembari menarik Mia berdiri. “Kau mau ikut? Aku akan membawamu ke danau sekarang juga.”Keduanya mengganti baju dan berangkat menuju jalan setapak yang membawa mereka hingga ke danau, letaknya tidak jauh dari Villa.Mulut Mia nyaris menganga lebar ketika mendapati danau tersebut memiliki air yang jernih hingga dia dapat melihat ikan-ikan berenang bebas di kaki. Semak-