Markas tim Obsidian
Adrius POV
7 bulan telah berlalu, semenjak Alcie dinyatakan gugur dalam misi, aku mengubur diriku dalam kesibukan misi, tak pernah aku merasa seterpuruk ini. Apakah yang dikatakan rekan-rekan tim ku benar? Bahwa aku mencintai Alcie? Entahlah.
“Adrius, maukah kau kencan buta dengan temanku?” Tawar Varro.
“Apa kau tidak bosan menjodohkannya terus?” Hardik Brian.
“Gladis, pramugari maskapai Eagle sangat cantik, dia bersedia berkencan denganku bila teman dekatnya dikenalkan denganmu, Adrius” Pinta Varro.
“Sudahlah, kemarin ketiga kalinya Adrius melakukan kencan buta, namun semua berakhir mengenaskan, predikatnya adalah handsome ghosting. Kau tau itu?” Tanya Gerrald.
Ya, beberapa wanita telah kutemui, semua ide gila dari Varro, hanya untuk membuktikan aku telah move on dari Alcie. Terpaksa kuturuti kencan buta yang konyol itu. Setelah bertemu beberapa kali, lalu aku akan membalas pesan para wanita itu sesekali sampai akhirnya benar-benar tak pernah ku balas ataupun kutemui lagi.
Entahlah, saat ini terlalu malas untuk berhubungan dengan seorang wanita. Selain berdandan dan merias diri, mereka biasanya hanya merengek meminta sesuatu, manja dan memintaku melakukan ini itu, sungguh membuang-buang waktu.
“Bagaimana dengan Thalita? Kulihat kau agak lama berhubungan dengannya?” Tanya Varro.
Thalita, gadis manis dengan sifat keibuan pemilik taman kanak-kanak, 70% wajahnya mirip dengan Alcie, namun Thalita adalah versi feminin dari Alcie, wajahnya memang sekilas mirip Alcie, namun bila dilihat lebih dekat, terdapat banyak perbedaan antara wajah Alcie dengan Thalita juga proporsi tubuhnya sangat berbeda dengan Alcie.
Adrius sering menemui Thalita, namun semakin sering menemuinya, Adrius semakin tersiksa, karena Thalita bukanlah Alcie, Adrius hanya mencari sosok Alcie dalam diri Thalita. Thalita tentu saja menyukai bahkan mungkin mencintai Adrius, tidak ada wanita yang sanggup menolak pesona seorang Adrius.
Saat Adrius dalam mode dingin misterius saja gadis-gadis mengantri untuk menjadi kekasihnya, apalagi Adrius memperlakukan Thalita dengan baik dan sopan.
Thalita menunggu di kafe tempat mereka bertemu, menelpon Adrius berkali-kali, mendatangi tempat yang pernah mereka kunjungi, berharap untuk bertemu dengan Adrius lagi.
Akhirnya Adrius mengirim pesan agar Thalita tidak perlu lagi menunggunya.
“Aku sudah tidak pernah berhubungan lagi dengannya” Jawabku
“Sudahlah Kapten, aku tidak mau kau menjadi playboy seperti Varro, jangan lagi menyakiti hati wanita” Keluh Gerrald
Adrius tersenyum mendengar keluhan Gerrald, anggota termuda tim Obsidian ini memang menggemaskan, sikapnya akan menjadi kekanakan bila tidak sedang dalam misi, ditambah wajahnya yang imut dan berlesung pipi, mungkin tidak ada yang menyangka bahwa dia adalah anggota tim khusus.
“Jangan samakan aku dengan Varro!!” Jawabku ketus
“Oh iya, ini ada titipan dari Veronika, tiket konser musik klasik” Brian menyerahkan tiket padaku.
“Apa dia tidak lelah mengganggumu Kapten? Setelah saingan terberatnya tidak ada, dia dengan percaya diri akan menjadi kekasihmu, namun sampai sekarang nihil!” Cerocos Gerrald.
Semua hening, Adrius menatap Gerrald dingin, saingan terberat sudah tidak ada, yang dimaksud pasti adalah Alcie, semenjak kepergian Alcie, hal-hal yang berhubungan dengan Alcie tabu untuk dikatakan.
“Kau ini bicara apa” Brian memecah keheningan.
“Kembalikan tiketnya, aku tidak akan menghadirinya, kita akan melakukan tugas liburan selama enam bulan, karena selama tujuh bulan ini Tim Obsidian memecahkan rekor dengan banyak menyelesaikan misi rumit dan sulit” Adrius mengalihkan topik pembicaraan.
“Terima kasih Tuhan, akhirnya setelah penyiksaan di bawah Kapten yang tidak berperasaan kami mendapatkan tugas liburan” Sahut Varro gembira.
“Nanti sore pukul 5 kumpul di ruangan meeting untuk membahas detailnya” Tambah Adrius.
“Siap Kapten” sahut Brian, Varro dan Gerrald kompak.
Taman belakang markas ObsidianAdrius sedang duduk ditaman menikmati kopi hangat dan semilir angin sore, dia mengenang Alcie, wanita yang sanggup memporakporandakan hatinya, dia tidak menyangka akan jatuh cinta begitu dalam kepada gadis dingin itu, sebelum dia bisa mengungkapkan perasaannya, Alcie telah tiada. Beribu penyesalan bersarang di hatinya.Alcie dingin namun selalu memperhatikan keselamatan tim nya, dia rela menderita demi menjamin keselamatan dan keamanan rekan timnya, di balik datar ekspresi wajahnya, tersembunyi perhatian besar kepada semua anggota timnya.Alcie selalu mengingat bahkan memberikan hadiah manis saat ulang tahun rekan rekan satu timnya. Walaupun tidak diberikan langsung dan pasti hanya digantungkan di gagang pintu.Perhatian dan sikapn
Saat dia menyerahkan coat coklat baru aku paham, cepat-cepat kuganti bajuku dengan coat, dia pun membuka bajunya dan menggantinya dengan mantel marun, lalu membuang baju kami ke tempat pembuangan baju bekas, kulihat dia memoleskan lipstik merah di bibirnya.“Kapten, kau membawa lipstick saat misi seperti ini?” Racauku.Entahlah mungkin aku sedikit mabuk, sehingga menanyakan hal tidak penting kepada Alcie.Alcie membuka bagian bawah lipstick tersebut, terdapat suatu alat, sepertinya bisa dijadikan alat kejut, aku mengangguk-angguk paham.Beberapa bodyguard menghampiri kami, mereka melangkah memasuki gang. Alcie menjadi pucat, walaupun mereka telah mengganti baju, namun bisa saja mereka mengenalku, karena wajahku pasti terekam CCTV , sedangkan Alcie telah berub
Misi dijalankan dengan sukses, tim Obsidian merayakan hal tersebut dengan minum-minum dan makan malam dengan daging panggang ala-ala BBQ.Alcie mengacuhkanku, setelah insiden ciuman kami, dia tidak berbicara padaku satu patah kata pun, sedangkan dengan yang lainnya, dia bergurau seperti biasanya, memuji pekerjaan mereka, karena bekerja dengan sangat bagus. Namun Adrius tidak mendapatkan itu.Alcie mohon izin untuk tidur terlebih dahulu, tinggal Aku, Brian, Varro dan Gerrald yang ada di atap menyelesaikan BBQ kami sambil mengobrol ringan.“Kulihat Kapten mendiamkanmu Ardius.” Selidik Brian.Brian memang sangat peka.“Apa kau membuat kesalahan yang besar?” Tanyanya lagi.
Kediaman keluarga AlexJenny POVAku tertelungkup di kasur yang nyaman, tanganku memegang sebuah balpoin, kutuliskan memori-memori asing yang bermunculan di kepalaku. Kutuliskan semua itu dalam buku berwarna biru, diary pink yang kumiliki sebelum hilang ingatan, tak pernah kusentuh, entahlah aku merasa tidak berhak menambahkan sesuatu di buku itu.Pistol, darah, pisau, lautan, gunung es, penyekapan, bergelantungan di atas gedung dan Adrius. Adalah kata-kata yang kutulis di buku diaryku.Aku bangun lalu menatap pantulan diriku di cermin.“Siapa kau? Apakah benar kau adalah Jenny? Kalau bukan Jenny, lantas siapa dirimu? Apakah kau siap menerima kenyataan jika kau memang bukan Jenny? Apa kau siap kehilangan Mom, Dad, sahabat dan kehidu
Keesokan harinya.“Hei Jenny, tumben sekali kau tidak terlambat. Apakah matahari terbit dari barat?” Sindir Anastasia.Stefany hanya diam tidak ikut menimpali, karena dia pun sering terlambat bila ada kuliah pagi.Kami sedang duduk di lorong, menunggu kelas dimulai.“Mata kuliah kebangsaan akan diajar oleh Profesor dari luar kampus, aku berharap dia tampan dan rupawan” aku tersenyum sambil membayangkan bila mendapatkan Profesor yang tampan rupawan.“Jangan berharap terlalu tinggi, setahuku seorang Profesor pasti sudah tua” Ucap Stefany.“Masih ada harapan pada asistennya” ucapku penuh k
Kantin Kampus“Dosen kita sangat tampan!” Ujarku bersemangat.“Setuju” Anastasia menyetujui.“Ya, dia memang tampan” Aku Stefany.“Wow, biasanya kalian akan menghinaku apabila aku menyebut seorang laki-laki tampan” Ejekku.“Sepertinya hanya orang dengan gangguan penglihatan yang menyebut Profesor Adrius jelek” kekeh Anastasia.“Saat pertama bertemu dengannya, aku yakin dia adalah jodohku” Ucapku sambil tersenyum.Anastasia dan Stefany menatapku jengah, setiap melihat laki laki tampan Jenny selalu bersemangat mengejarnya, namun bila laki-laki itu sudah meny
Keesokan harinya di kampus“Hari ini jadwal aku mengajar di kelas Jenny, awas saja kalau gadis itu tidak mirip dengan Alcie” Ancam Varro untuk Gerrald.“Buktikan saja sendiri, kalau gadis itu mirip dengan Alcie, kau harus membeli sarapan selama sebulan kedepan” Tantang Gerrald.“Baik” Ucap Varro menyetujui taruhan.“Kau tidak membeli sarapan untuk kita?” Tanya Brian.“ID Card-ku tertinggal di ruang dosen, bila membeli tanpa kartu itu, kau tidak akan mendapatkan diskon” Gerrald beralasan.“Lihatlah ke depan saat berjalan,
Satu bulan telah berlalu semenjak penolakan dari Adrius, namun aku masih saja terus mengejarnya tanpa rasa lelah.Bukankah pribahasa mengatakan sekeras-kerasnya batu bila tertimpa hujan akan retak juga, para pujangga juga berkata cinta bisa datang karena terbiasa. Dua kalimat itulah yang menjadi penyemangatku masih mengejar Adrius.*Kediaman Keluarga AlexBesok adalah hari senin, ada kuis untuk mata kuliah Kebangsaan, dan sialnya weekend kemarin Mom mengajakku glamping, aku tak sempat belajar untuk kuisku, saat di kelas pun aku hanya sibuk memandang wajah sempurna milik Adrius.Adrius, dia seperti candu untukku, dalam sehari bila tidak melihatnya aku akan sakau. Berlebihan seka