Share

13. Alfano

PoV. Author

Hari ini di mansion Raiden terjadi kegemparan bahkan Fano, Leo, Al sudah berada di sana.

"Ganesa hilang!?" Seru Leo sedikit membentak salah seorang bodyguard sahabatnya itu.

"Maaf tuan, kejadiannya sangat tidak terduga perkiraan setelah makan siang bersama tuan tuan beliau dihadang beberapa mobil" jelas ajudan Ganesa dengan hormat.

Dengan cepat Al berjalan kearah sebuah koper yang ia bawa lalu membukanya. Terlihat sebuah layar beserta banyak tombol di dalamnya. Jari nya menekan berbagai tombol dan keyboard yang ada dan menekannya sampai terlihat sebuah lokasi yang dicari.

"Aku menemukan nya, di gudang tua di pinggir pantai di sebelah barat kota ini" serunya dengan terburu membuka handphone nya dan melacak tempat yang tertera di layar.

Mobil mobil mewah itu keluar dari mansion Raiden dengan cepat diikuti oleh beberapa mobil berwarna hitam.

Perjalanan membutuhkan waktu 1jam dan mereka baru memasuki wilayah gudang yang dituju. 

Ketiganya turun dari mobil mereka dan menatap kesekeliling gudang tua itu. Pandangan Leo terarah ke sebuah benda persegi yang adalah handphone milik Ganesa. Ia perlahan mengembuskan napas saat mendapati sebuah darah.

"Aku akan mencari kearah sana, berpencar lah" seru Leo mengeluarkan sebuah pistol dari dalam jasnya.

Al dan Fano dengan sigap berpisah dan memulai pencarian mereka.

Sudah dua jam mereka berkeliling di sekitar tempat itu namun masih belum menemukan Ganesa di sana.

"Aku tidak menemukannya" ujar Fano saat melihat kedua sahabatnya yang terlihat tidak menemukan hasil sama sepertinya.

"Apa terjadi sesuatu padanya? Hingga dia tidak bisa kembali pulang" tanya Al dengan perasaan khawatir.

"Tenanglah. Ganesa bukan kita yang amatir dalam dunia hitam, dia pasti masih ada di sekitar tempat ini" ujar Leo menenangkan.

Brug!!

Ketiganya menoleh kearah suara benda yang terjatuh, mereka melihat seorang gadis menjatuhkan beberapa belanjaannya. 

"Ma_af tuan silahkan dilanjutkan" ujarnya sambil berlalu pergi dengan sedikit berlari.

Melihat tingkah aneh gadis itu dengan cepat Fano berjalan mengikutinya yang memasuki kedalam sebuah lorong sempit.

"Astaga kenapa di sini jadi banyak sekali orang" gerutu gadis itu pada dirinya sendiri tanpa menyadari keberadaan Fano.

Gadis itu memasuki sebuah bangunan tua. Dibelakangnya dengan langkah pelan Fano mengikutinya melihat dari sebuah celah namun gelap.

"Untuk apa seorang gadis sepertinya berada disini?, ini mencurigakan" ujar Fano sambil menekan beberapa tombol di handphone nya.

^^^^^

"Apa kau belum bangun juga?" Ujar gadis itu sambil menyentuh kening Ganesa yang masih belum sadarkan diri, "tapi beruntung demamnya sudah turun" lanjut gadis itu melihat luka jahit yang kemarin malam dia obati.

Gadis itu berjalan kearah dapur dan mulai mengeluarkan beberapa sayuran untuk di masak, ia berpikir mungkin sup ayam pasti tepat untuk orang sakit.

Tubuh kecilnya dengan lincah bergelut dengan semua bahan-bahan makanan yang ada, tanpa menyadari bahwa seseorang telah memperhatikan semua kegiatannya.

Ganesa. Dia telah membuka matanya dengan menahan rasa nyeri di lukanya, ia menatap sekelilingnya dengan dahi berkerut. Mendapati seorang gadis yang sedang fokus memasak ia berusaha bangun dari posisi tidur nya.

"Akkh!" Serunya saat merasakan sakit yang luar biasa, ada luka di 

Suara ringisan itu membuat gadis itu menoleh menatap wajah pucat pria yang masih berusaha duduk.

"Astaga! Jangan dipaksa dulu jahitannya Belum mengering" serunya sambil berlari kearah Ganesa.

Membantu memegangi tubuh pria yang masih terus mengamati nya dengan pandangan tajam.

"Siapa kau?" Tanya Ganesa dingin.

"A_ku? Aku.." jawabnya terbatah, "kau tidak ingat aku? Astaga" lanjutnya dengan bibir yang dicebikan.

"Siapa kau?" Tanya Ganesa lagi.

"Aku Cath tuan, kau sudah baik-baik saja? Jika sudah aku akan pesankan taxi untuk mengantarmu pulang" ujar Cath dengan sangat cepat membuat Ganesa merasa pusing.

Ganesa mengangkat tangannya meminta gadis di depannya ini untuk berhenti mengoceh.

"Cukup, kepalaku sakit sekali " ujarnya memejamkan mata dan bersandar pada punggung tempat tidur.

Gadis itu mendengus berdiri sedikit menjauh dari tempat tidur nya yang di tempati Ganesa, "Apa dia pikir ini rumahnya, ini rumah ku!" Ujarnya lalu berjalan menghentak langkah nya.

^^^^^

Di depan bangunan tua itu telah berdiri beberapa orang bersiap untuk mendobrak sebuah pintu de depan mereka. 

"Dobrak, aku yakin gadis itu yang menyekap Ganesa" seru Fano.

"Kau yakin Ganesa di sekap seorang gadis?" Tanya Al dengan dahi berkerut, "Kalau begitu kita pulang saja, aku yakin dia baik-baik saja." Lanjut Al yang langsung mendapat tatapan tajam dari kedua sahabatnya.

Namun sebelum pintu itu di dobrak seseorang keluar.

"Ganesa!" Seru Al.

Leo dan Fano serempak menoleh. Menatap keadaan teman nya yang terlihat sangat pucat dengan beberapa lebam di wajahnya.

"Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?" Tanya Fano.

Beberapa orang masuk kedalam gedung kumuh itu dengan membawa senjata untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya baku tembak.

"Ya, hanya luka gores" ujarnya menunjuk perut kirinya.

"Ayo kita kerumah sakit" seru Leo membantu memapah sahabatnya itu.

Ganesa yang masih sangat lemas hanya bisa pasrah, memejamkan matanya untuk menghilangkan rasa pusing di kepala nya.

Setengah jam kemudian mereka tiba di songdo hospitality beberapa perawat dan Kissela berlari membawa sebuah brangkar.

"Astaga, apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?" Tanya Kissela dengan panik memeriksa secara langsung keadaan Ganesa.

Fano yang menyaksikan itu memutar bola matanya jengah dengan cepat dia menarik Kissela kearahnya.

"Kau bodoh atau apa? kau tidak lihat keadaannya? Jelas dia sakit. lebih baik obati dia karena itu lebih pantas dengan profesi mu!" Serunya terlihat malas.

Kissela yang terkejut hanya bisa mendengus melihattingkah arogan dari pria di hadapannya ini. Dengan berani dia mengabaikan Fano lalu membantu Ganesa pindah keatas brangkar yang di bawanya.

"Aku baik-baik saja Kissela, nanti akan aku jelaskan" jawab Ganesa yang jengah dengan sikap Fano.

"Kau seperti anak kecil Fano" ujar Al yang langsung berlari mengikuti bangsal karena melihat Fano yang akan mencekiknya.

^^^

"Leo, mana gadis yang bersamaku tadi?" Tanya Ganesa saat sudah selesai pemeriksaan,.

"Gadis? Aku tidak melihat seorang gadis" jawabnya bingung.

"Haissh " ujar Ganesa.

"Kau pasti berhalusinasi saat kau pingsan kemarin" cibir Leo.

"Tidak mungkin"

Keadaan di ruangan itu cukup canggung saat Fano menatap Kissela dengan sangat intens. Padahal Kissela hanya memberi sedikit obat karena jahitan di perut Ganesa sudah sangat baik.

"Siapa yang menjahit lukamu? Ini sangat luar biasa jika dia melakukannya tanpa alat yang memadai" ujar Kissela menjelaskan.

"Entah, aku tidak mengenalnya" jawab Ganesa.

"Emm baik ini sudah selesai. istirahatlah, dan jangan terlalu banyak bergerak" ujar Kissela lalu pergi meninggalkan ketiganya.

"Apa kalian harus sedekat itu di hadapan ku?!" Seru Fano pada Ganesa.

Ganesa memilih mengabaikannya dan memejamkan mata menghindar dari Fano.

"Apa yang kau bicarakan sih, dia kan dokter kau benar-benar sudah gila Fano" balas Al dengan wajah sebal.

"Ya aku gila, karena aku berteman dengan kalian." balasnya membuat Leo terkekeh.

Ganesa memejamkan mata sambil memijat keningnya yang terasa pusing. 

"Kalian bisa pulang, aku akan istirahat dan kau Fano pergilah menemui Kissela untuk membicarakan masalah dokter muda yang kau pecat" ujar Ganesa lalu meninggi ketiga sahabatnya itu.

"Ahh masa bodo untuk apa aku mengurusi para dokter tidak tahu di untung itu" seru Fano yang langsung mendapat tatapan tajam dari kedua sahabatnya.

"Baiklah, kami akan pergi kau istirahatlah" ujar Leo lalu pergi bersama kedua sahabatnya yang masih terus berdebat dengan nada datar khas mereka.

Sementara Ganesa justru memikirkan gadis yang menolongnya.

"Kenapa gadis itu harus kabur, dasar bodoh". Ujarnya lalu memejamkan mata tertidur akibat obat yang ia minum.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status