Share

Pemberontakan

“Pastinya aku akan memberikan yang terbaik.” Suara Annete berubah seketika itu juga, ia akhirnya sadar bahwa selama kurang lebih dua puluh tahun terakhir ia akhirnya bisa keluar dari rumah tersebut.

Beberapa menit kemudian, bodyguard yang lain menerjang masuk ke dalam ruang pribadi Annete, “Silakan keluar!” katanya dengan garang. Di belakang mereka di ikuti oleh sekretaris ayahnya sendiri.

Annete terkejut bukan main bahwa sekretarisnya juga ikut campur, “Kau!? Jadi, selama ini – ”

“Maaf, saya hanya mengikuti perintah,” akunya saat itu juga. “Saya tidak bermaksud, Ibu Annete,” jawabnya.

Annete hanya bisa menahan geram marahnya tersebut, “Siapa yang mengatur ini semua?” gejolak amarahnya mulai membuncah ia sendiri juga mulai melakukan pemberontakan yang telah terjadi selama kurang lebih dua puluh tahun belakangan ini.

Dengan marah, ia mengambil vas bunga kesayangannya dan memecahkan di hadapan sekretaris ayahnya tersebut, “Katakan! Siapa yang memerintahkan dirimu!?” rasa amarahnya akhirnya meledak.

Sekretaris ayahnya mencari alat penyadap yang di ambil oleh Ferry, matanya terbelalak lebar menatap Ferry. Ia melihat sebuah gelas dan melihat alat penyadap yang ada di dalam gelas tersebut.

Dengan perasaan bersalah sekretaris itu berlutut di hadapan Annete, “Ayah anda sendiri,” jawabnya dengan suara yang tercekat.

“Jelaskan semuanya kepadaku!” makinya saat itu juga.

Sang sekretaris akhirnya menceritakan mengapa ayahnya meminta Annete untuk tetap di dalam rumah tersebut. Ia tahu bahwa akhirnya akan seperti ini, “Saya siap untuk mengundurkan diri,” sambungnya dengan langsung.

Dengan perasaan amarah yang membuncah, ia mengambil tasnya dan meninggalkan Villa tersebut, “Antar aku kepada ayahku!” serunya.

“Baik,” jawabnya.

Ferry mencoba untuk menghentikan langkah Anneta, “Kau tenang dulu. Apa kita bisa bertukar pikiran?” Tanya Ferry.

Anneta menghela nafasnya, matanya melihat kepada sekretaris dan pengawalnya sendiri, “Kalian keluar!” makinya dengan marah.

Sekretaris ayahnya dan para pengawal keluar dari ruang pribadi Anneta, “Kau ingin memberontak dengan ayahmu? Kini aku paham mengapa kau berada di rumah ini,” timpalnya.

“Kau tahu apa tentang keluargaku!?” tampiknya. Bibirnya bergetar hebat, “Keluargaku sendiri sudah hancur, anakku menjadi seorang playboy, suamiku sekarat karena wanita ketiga tersebut. Apalagi yang harus terjadi dengan keluargaku!” jerit Anneta.

Saking histerisnya Anneta, ia jatuh terisak dan menangis. Sementara Anneta menangis, Ferry masih bersikap dengan tenang, “Semuanya bisa di atasi, Annete, tapi bukan dengan emosi. Masalah tidak akan bisa di atasi jika kau melakukan dengan emosi,” cetusnya.

Anneta yang mendengarnya malu, ia sendiri mengetahui mengapa ayahnya mengurung dirinya di rumah tersebut, “Lalu, apa yang harus aku lakukan?” tanyanya dengan merendah.

Seumur hidupnya tidak ada kata merendah bagi Anneta namun karena ia ingin semuanya menjadi seperti semula, ia meruntuhkan harga dirinya dan merendahkan dirinya demi kelangsungan keluarganya sendiri.

Ferry berusaha untuk mengatasi semuanya, “Kalau kau ingin berontak, berontaklah dengan halus,” tuturnya.

“Katakan,” imbuh Anneta.

Ferry membawa Anneta untuk duduk di sofa. Ia menceritakan seluruh rencananya kepada Anneta bahwa ia akan menggunakan media massa untuk memancing keributan. Bahkan ia juga memberitahukan masalah Micko dengan putri angkatnya tersebut.

“Sejak kapan anakku menjadi laki-laki yang seperti itu?” tanyanya yang sembari bersedekap.

“Laki-laki tidak bisa di kekang. Jika, laki-laki di kekang itulah yang akan terjadi. Micko sudah seperti playboy kelas kakap. Ia memiliki wanita lebih dari satu,” tuturnya yang memberitahu.

Anneta yang mendengarnya memukul-mukul dadanya. Sakit mendengar bahwa sang anak tumbuh akibat ulah dari ayahnya yang dulu juga seorang playboy, “Ini semua salahku. Aku terlalu memanjakannya,” tuturnya dengan perasaan malu.

Ferry melanjutkan kembali perkataannya, ia memberitahu bahwa Farah sudah hamil kurang lebih lima bulan. Sekali lagi Anneta merasa malu akibat ulah anaknya, “Aku sudah menyelidiki semuanya namun sekarang yang sedang aku cari tahu bagaimana menemukan ayah kandung dari Farah,” katanya memberitahu.

“Bukankah kau ayah tirinya?” celetuknya.

“Ya tapi aku juga ingin ia bisa melihat ayah kandungnya,” ungkapnya yang memberitahu kepada Anneta.

Anneta yang masih penasaran dengan anaknya sendiri berusaha mencari tahu, “Ngomong-ngomong kau tahu darimana jika Micko menjadi seperti itu?” Tanya Anneta.

Ferry akhirnya harus melanjutkannya, ia mengeluarkan sebuah alat perekam. Ia memutarkannya untuk memperdengarkan kepada Anneta.

Anneta mau tidak mau harus menerima berita kebenaran tersebut, lututnya lemas mendengar pengakuan dari seorang wanita di bar, “Namanya Felicia. Micko sudah menidurinya lebih dari sekali. Di kantor ia memiliki wanita yang ia simpan untuk pemuas nafsunya, Angela, sehingga ia bebas bisa melakukan dimana saja tanpa harus ketahuan,” ungkapnya kepada Anneta.

Mendengar tingkah Micko yang seperti itu ia sedikit geram dengan sikap anaknya, “Urusan Micko biar aku yang urus, aku akan membicarakannya nanti setelah suamiku bangun dari masa kritisnya. Sekarang, apa yang bisa aku bantu untukmu?” tanyanya.

Ferry melihat ke arah wanita anggun yang bermartabat tersebut, “Gunakan koneksimu,” ucapnya.

Anneta paham maksudnya, ia meminta sekretaris ayahnya untuk masuk ke dalam ruang pribadinya itu dengan segera ia menghampiri Anneta, “Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya.

“Cari tahu keberadaan Louis Fernando Jerome. Lakukan segala cara temukan dia,” ucapnya yang memberitahu kepadanya. “Keluar,” pintanya.

Sekretaris ayahnya hanya bisa menjalankan perintahnya tersebut, dengan segera ia keluar dari ruang pribadi Anneta. Di satu sisi Anneta yang masih kesal dengan pengurungannya yang terjadi mencoba untuk tenang dalam segala hal.

Ferry mencoba untuk berfikir mengatur strategi yang ia lakukan untuk ke depannya, “Aku memikirkan strategi untuk menyiarkan ke dunia,” selorohnya.

“Media?” Anneta terdiam, “Kau temui yang bernama Frisia Adella dan suaminya Yohan. Mereka biasa mengekspos berita tentang diriku, gunakan mereka sebagai senjata,” katanya yang menjelaskan.

“Frisia Adella, Yohan. Lalu, siapa lagi yang bisa kita andalkan?” tanyanya.

Annete berfikir dengan keras siapa yang bisa dirinya andalkan di saat seperti ini. Ia berharap bahwa setidaknya segala sesuatu yang ingin dia lakukan bisa berjalan sesuai dengan rencana Ferry dan dirinya, “Sementara hanya orang-orang itu terlebih dahulu, sisanya akan aku beritahu nanti setelah semuanya selesai,” ucapnya kepada Ferry.

“Kau yakin? Lalu, apa kau masih mau memberontak?” tanyanya dengan sekali ucapan.

Annete yang terkejut bukan main dengan pernyataan Ferry melihat Ferry itu sendiri, hati kecilnya sedikit tergugah dengan statement itu, “Mungkin aku akan bermain dengan cantik,” timpalnya.

“Setidaknya jangan bermain api,” ucap Ferry yang memberitahunya.

Rasa cemas membuat Annete tidak sanggup lagi untuk membalaskan perbuatan ayahnya namun ia sendiri harus mengendalikan amarah yang sebenarnya dirinya miliki sedari dulu.

Sejujurnya Annete tidak ingin bekerja sendiri, ia juga membutuhkan dukungan orang tuanya untuk membantunya namun di saat seperti ini ia juga tidak bisa mengandalkan orang tuanya yang sudah membuat hidupnya tersika begitu lamanya.

Annete akhirnya dengan susah payah berusaha untuk mendobrak semua yang sudah terjadi dengan bantuan Ferry dia sendiri akhirnya bisa menunjukkan identitas dirinya yang baru. Keberanian yang di berikan oleh Ferry membuatnya menjadi sebagai seorang pribadi yang lebih kuat lagi.

“Aku yakin kau bisa, Annete,” selorohnya.

Dengan perhatian yang di berikan oleh Ferry, akhirnya Annete menampilkan sisi dirinya yang selama ini tidak pernah di ketahui oleh orang lain. Ia dengan percaya diri mulai kembali untuk menegakkan apa yang selama ini tidak pernah ia lakukan.

Annete menghela nafasnya, “Tolong bantu aku,” ucapnya kepada Ferry.

Ferry mengganggukkan kepalanya tanda setuju. Tak berapa lama sekretaris ayah Annete kembali menemuinya, “Saya menemukannya,” ucapnya.

Ferry dan Annete sama-sama berdiri mendengarnya, “Katakan ada di mana dia?” tanyanya.

“Selama sepuluh tahun terakhir dia berada di Jerman sekarang dia berada di Italia,” jawabnya.

Ferry berusaha memikirkan cara untuk membawa kembali Louis dari tempat persembunyiannya, “Kau tahu dimana Adela biasa bekerja?” Tanya Ferry.

“Dia bekerja di TVTwo. Setahuku dia dan Yohan sedang menyembunyikan identitas mereka, sebab mereka sudah menikah dan di karunia anak,” ucap Anneta yang menelan salivanya sendiri, “Ambilkan aku air,” pintanya.

Nafas Anneta terdengar pendek bahkan ia sendiri juga tidak bisa mengaturnya, kepalanya pening. Tubuhnya terasa lunglai, Ferry yang tepat berada di sampingnya membantunya membawa ke tempat tidur.

Sekretaris ayahnya Annete membawakan minuman dan obat. Ferry yang curiga takut jika Annete mengalami hal yang tidak di inginkan, ia mengambil obat yang di bawa sekretaris tersebut.

Mata Ferry tertuju kepada Sekretaris tersebut, “Itu hanya obat pengontrol tekanan darah. Tolong, di berikan kepadanya,” suaranya terdengar sangat ketakutan.

“Sakit apa?” tanyanya yang seakan menginterogasi.

“Dia ada hipertensi,” jawabnya.

Ferry yang mendengarnya dengan segera memberikan obat tersebut kepada Annete. Annete yang di bantu Ferry dan Sekretarisnya tersebut berusaha membarikan obat tersebut, “Saya akan memanggilkan dokter,” timpalnya.

Annete yang baru saja menenggak obatnya, “Tak perlu,” katanya dengan suara yang seperti sedia kala.

“Anda tidak apa-apa?” tanyanya.

“Aku baik-baik saja, aku mungkin hanya perlu beristirahat,” jelasnya.

Ferry yang terlalu khawatir akhirnya bisa bernafas dengan lega, “Aku akan melakukan rencana yang kedua. Aku pergi dulu.” Mata Ferry mengudara ke sekeliling anak buah yang ada di ruangan tersebut.

Ia menghampiri sekretaris tersebut dan memeriksa tubuh sekretaris ayah Annete. Ferry mendapatkan sebuah pistol yang di sarungkan di balik jasnya, “Ini aku ambil,” katanya dengan tersenyum puas dan meninggalkan mereka.

Sementara dia harus menerima kenyataan bahwa semuanya terungkap, bahunya lemas melihat majikannya seorang diri, “Sudah berapa lama kau melakukannya?” Tanya Annete yang tidak percaya.

“Saya di suruh menyimpannya untuk berjaga-jaga saja,” bohongnya.

“Jangan bohong. Katakan saja,” terkanya.

Keringat mengucur dari tubuhnya, ia ragu antara ingin menjawab atau tidak, “Selama menjaga anda,” akuinya.

Annete yang mendengarnya seakan sudah tidak mampu lagi, “Keluar dan bantu dia.” Annete menyibak selimutnya dan bangun dari tempat tidurnya, ia tidak ingin berlama-lama.

Sementara Ferry menuju ke TVTwo untuk menemui Adella. Ia menerobos masuk dengan menodongkan senjata curian tersebut, “Dimana yang namanya Adella?” tanyanya kepada seluruh karyawan TV tersebut.

Para staff yang ketakutan menunjukkan lokasi tempat kerja Adela. Sementara di satu sisi Annete menelepon sekretarisnya sendiri. Perang di antara keluarga masing-masing pihak akan terjadi hingga akhirnya mereka mengetahui sebuah kebenaran yang tidak akan pernah mereka pikirkan.

Ferry memberitahu dimana lokasi Louis yang sebenarnya, ia menggunakan Adella untuk membawa kembali nama Adella ke muka sementara Yohan tidak diam saja, ia juga meminta Adella untuk mengumpulkan semua bukti yang sudah mengarah.

Adella dengan sigap melakukan pekerjaannya di temani dengan Varrel ia mengumpulkan bukti-bukti. Di satu sisi Annete kembali ke rumahnya dan berhadapan langsung dengan ayahnya.

Beberapa pengawal yang berusaha untuk tidak membiarkan Annete masuk ke rumahnya sendiri namun, Adam Shinclair membiarkan dirinya untuk masuk, “Kau ingin memberontak kepadaku?” Tanya Adam.

“Kenapa ayah melakukan hal itu?” Tanya Annete.

Adam menghela nafasnya, “Kau tidak akan bisa mengendalikan emosimu, kau masih seperti dulu, Annete. Ayah tidak akan mengira bahwa rumah tanggamu, akan berakhir seperti ini,” ucap ayahnya.

“Tapi, setidaknya sekarang aku sudah bisa melakukan apa yang seharusnya menjadi milikku. Aku akan datang ke pengadilan, aku mengenal siapa Nafa. Dia tidak cocok untuk putraku.” Suaranya berubah menjadi lebih tinggi.

Adam sendiri juga tidak menyangka Putri Bungsunya tersebut sudah berubah, “Kau tahu, bukan? Bahwa pernikahan itu sekali seumur hidup?” tanyanya.

“Aku tahu bahwa menikah itu sekali dalam seumur hidup. Itu yang akan aku pertaruhkan demi keutuhan keluargaku, jika, Ayah berani bertindak lagi, aku tidak akan segan-segan akan datang seperti saat ini,” tandasnya.

Adam memicingkan tatapannya, ia ingin mengetahui bagaimana respon Annete ketika tahu anaknya telah berubah seperti seorang monster. Sementara Annete berusaha meninggalkan kediaman orang tuanya.

Annete melangkah keluar dari ruang kerja milik ayahnya, “Kau tahu bagaimana dengan cucuku, Micko?” tanyanya.

Mendengar nama Micko, langkahnya mulai goyah, ia sendiri juga sudah mulai tahu bahwa kehidupan keluarganya juga sudah mulai hancur. Ia kembali berhadapan dengan ayahnya, hatinya sudah tidak gentar lagi.

“Aku seorang Ibu, aku akan menyelesaikannya. Seburuk-buruknya anakku, aku pasti akan membelanya. Jika, dia salah haruslah dia mempertanggung jawabkannya, bukankah itu tugas kita sebagai orang tua? Aku sendiri juga sudah menjadi nenek. Micko sendiri sudah memiliki anak bahkan dia juga sudah menjadi cicitmu.” Insting seorang Ibunya perlahan muncul, ia sudah tidak segan-segan lagi untuk bisa mengutarakan pendapatnya. Nafasnya berburu dengan lontaran demi lontaran yang dia katakan kepada ayahnya sendiri.

Annete berjalan meninggalkan ruang kerja ayahnya sendiri, percakapan mereka di dengar oleh Ibunya, Ruth. Ia menghampiri Annete yang hendak keluar dari rumahnya tersebut, “Lakukanlah,” katanya yang memberikan dorongan.

“Ibu,” isaknya.

Ruth yang mengetahui niat suaminya tersebut akhirnya berusaha tegar, ia menghampiri putri bungsunya dan memberikan dukungan secara mental, “Sudah waktunya, aku yakin kau bisa melakukannya, Annete,” katanya dengan memeluk anak kesayangannya itu.

“Ibu, terima kasih,” jawabnya.

“Tenanglah. Kau ingin makan apa? Aku akan meminta pramuwisma untuk menyediakan untukmu,” katanya.

“Aku ingin masakanmu, Bu,” ucapnya dengan lirih.

Ibu dan anak itu menuju dapur. Ruth menyiapkan makanan untuk putri bungsunya tersebut, sementara beberapa pramuwisma membantu menyiapkan piring saji. Ruth menyajikan sup seafood panas, “Makanlah,” ajaknya kepada Annete.

Annete menyicipinya, “Enak, masih dengan resep yang sama,” ujarnya.

“Kalau Ibu tahu ayahmu akan bertindak sejauh itu, aku pasti akan menghalanginya. Selama ini aku tidak tahu menahu, apa yang dia lakukan kepadamu,” timpalnya.

“Nasi sudah menjadi bubur, kita tidak bisa menduganya. Aku pun juga jika bisa memutar waktu, aku akan melakukan apa yang menurutku pantas,” katanya yang memberitahu.

“Aku tidak percaya, bahwa kau akhirya akan memberontak kepada ayahmu sendiri,” lanjutnya. Annete yang merindukan masakan Ibunya makan dengan lahap, “Aku dengar dari Sekretarismu, Rudy, bahwa kau memiliki darah tinggi?” tanyanya yang seakan mengkonfirmasi.

“Ya, entah sudah sejak kapan. Jika, aku marah melebihi batas, aku bisa saja pusing tiba-tiba, Bu,” katanya yang memberitahu.

“Kembalilah ke rumah. Ini rumahmu,” katanya dengan memegang kedua tangan putrinya tersebut.

Annete menghentikan makannya, ia tertegun dengan perkataan Ibunya sendiri, “Apa ayah akan menerima diriku?” tanyanya sekali lagi.

“Ibu, akan berada di belakangmu, Annete, aku akan membantumu untuk bisa kembali ke rumah,” cetusnya.

“Aku menggandalkan dirimu, Bu, tapi mungkin aku akan sedikit sibuk. Aku akan mengurus apa ysng sudah terjadi belakangan ini,” katanya yang memberitahu.

Ruth tersenyum melihat putrinya yang akhirnya bangkit dari keterpurukkannya, ia berharap dengan kehadiran Annete semua yang sudah terjadi bisa dengan mudah di selesaikan. “Ibu, akan mendukungmu, selesaikan dengan segera dan kembali ke rumah,” tuturnya.

Annete menyelesaikan makanannya dan bangkit, ia pamit untuk bisa kembali ke rumah persinggahannya. Ia akhirnya kembali dari keterpurukkannya tersebut menjadi seorang sosok yang di takuti oleh berbagai pihak.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status