“Hana, apa yang terjadi?” tanya Micko terhadap anaknya. Hana yang mendengarnya memalingkan mukanya dan tak ingin melihat ke arah ayahnya sendiri. Micko tahu benar bahwa dia tak seperti biasanya, ia mendekati Hana dan membelai anaknya, “Sayang, cerita sama papa yuk, kenapa?”
Hana masih diam, bibirnya tak mampu mengeluarkan kata, air matanya masih terus mengalir, Micko yang melihatnya memeluk putri kesayangannya tersebut, “Hana takut, pa,” katanya yang masih menangis.
“Yuk kita ke kantin,” katanya yang sembari menenangkan anaknya yang paling tua. Sebelum itu Micko mendekati Farah, “Sayang, aku ngobrol sebentar ya sama Hana,”
“Iya,” katanya sembari tersenyum. Micko membawa anaknya Hana keluar dari ruang perawatan dan turun ke bawah dalam diam. Hana takut-takut melirik ke ayahnya. Micko menggandeng Hana dan keluar dari dalam lift. Micko melihat beberapa makanan, “Papa, mau beli yang ini,&r
“Jadi, kalian hanya makan satu hari dua kali?” tanya Micko yang tak percaya mendengar cerita anaknya tersebut. “Iya, pa,” katanya yang masih sembari mengunyah, “Kadang-kadang sehari satu, aku sama adik-adik yang lain berbagi makanan,” jelasnya.Micko terkejut mendengar pengakuan Hana, ia berfikir dengan kepergia diirnya bahkan ia berharap Nafa berubah malah membuat masalah dengan anaknya sendiri, “Mamamu gila,”“Tapi, papa paham maksud yang aku omongin?”“Iya, sayang, papa paham. Setidaknya kalian sudah keluar dari rumah, papa lega lihat kalian,”katanya yang senyum yang di paksa.“Aku masih lapar, pa,” katanya mengakui.“Hahahaha, pilih papa sudah lama nggak bayarin kalian makan, pesen buat adik-adik kamu,”“Sekalian sama tante Farah ya,” pintanya kepada ayahnya.“Ya, kamu yang pilih,” Micko menghembusk
Pagi hari yang cerah membangunkan Farah, ia melihat di sisinya Villareal yang masih tertidur dengan pulas. Ia membelainya dengan kasih sayang, “Mama,” gumamnya di dalam tidur. Matanya yang kecil dan sipit terbuka, ia melihat di sisinya seorang wanita yang cantik dengan senyum merah memandangi dirinya. Villa yang tak percaya, mengerjapkan kedua matanya, “Ini nggak bohong, kan?” katanya polosFarah tertawa renyah membuat si kecil Villa tersenyum senang, “Tante Farah!” serunya kepada Farah dan memeluk Farah, “Villa kangen sama tante,” katanya yang ikut tersenyum dan memeluknya.Micko yang mendengar suara ribut terbangun dari tidurnya, “Ada apa pagi-pagi sudah ribut?” tanyanya yang mengusap matanya. Ia terkejut melihat pemandangan dua orang wanita yang ia cintai saling berpelukan, “Papa ikutan donk kepengen di peluk,” katanya yang iri melihat Villa dan Farah berpelukan.“Nggak boleh,&rdquo
Di toilet Micko menguap lebar sekali, ia merasa senang. Seumur hidupnya baru kali ini ia bisa merasakan kebersamaan dengan ketiga anaknya tanpa cek cok dan tangisan. Ia ingat betul bagaimana Nafa mengacaukan semuanya bahkan anak-anaknya menangis tak karuan. Farah melirik calon suaminya tersebut, ia melihat raut wajahnya yang berubah menjadi muram, “Kenapa?”Micko terkejut melihat Farah berada di sisinya,”Ah, sayang,”“Kamu kenapa? Kan baru kita senang-senang?” tanyanya curiga.“Aku cuman keinget masa lalu saja,”“Oh,” katanya pendek, “Sama kejadiannya apa gimana?” tanya Farah yang berusaha menyelidiki.“Beda,”“Ceritain donk,” Dengan manjanya Farah memeluk Micko dari belakang dan mengiringnya ke arah tempat tidur. Micko memberikan respon positifnya.“Biasa waktu sebelum sama kamu,” katanya yang terkenang, “Aku sudah ada re
Mereka semuanya keluar dari kamar dan menuju dapur. Pramuwisma tersebut memasakkan beberapa makanan untuk dapat mereka santap untuk makan siang, “Ayo semuanya makan,”“Wah, akhirnya kita bisa makan,” sahut Nicko.“Nicko kamu ini ya,” kata Micko.“Sudah lama banged, pa, bisa makan masak-masaka’kan bi Rini,” sahut Nicko yang sembari melahap makanan tersebut.Farah yang melihat Nicko mengeluarkan makanannya karena kepanasan mendekatinya dan mengambil tissue, “Pelan-pelan Nicko,” ia membantunya.“Panas,” erangnya dan mengibaskan mulutnya sendiri, “Bi Rin, minta air,” Bi Rin memberikan Nicko air. Nicko otomatis meminumnya ia akhirnya pelan-pelan untuk memakan makanannya sendiri.Micko duduk bersama dengan keluarga kecilnya. Ia memandangi Noer. Noer canggung bahwa Micko memperhatikan dirinya, “Iya, pak, saya pelakunya,” jawabnya yang sebelum di ta
Felicia masih ingat tugas yang di berikan oleh atasannya, Micko, ia menelepon Micko ketika dirinya sedang bersama dengan Farah. Bahkan ia juga ingat bahwa dirinya harus mencari tahu tentang seseorang, Beberapa kali ia menelepon Micko, namun Micko tidak menjawabnya sampai akhirnya Micko harus berhenti di salah satu pemberhentian dan melihat teleponnya. Ia meminta Farah untuk menunggunya barang sebentar untuk menerima panggilan telepon, “Felis, kenapa?”“Sepertinya kita harus bertemu ada sesuatu yang harus aku sampaikan kepadamu,”“Aku sedang bersama dengan Farah,”“Aku ada berita penting,”“Hubungi Angela atur waktunya dengan dia,”“Aku sudah bersama dengan Angela dan dia meminta aku untuk menghubungi secara langsung jika berhubungan dengan Farah,”Micko diam ia bingung, ia menghela nafasnya dengan berat, “Oke. Dua hari lagi kita ketemuan,”Felis bingun
Felicia akhirnya berusaha untuk tetap bangun. Di sampingnya ia melihat Micko yang masih tertidur, ia mengambil pakaiannya dan mengenakannya. Dirinya keluar mengendap-endap, ia tak ingin Micko tahu bahwa ia keluar dari ruangan tersebut. Felicia keluar namun aksinya tersebut terlihat oleh beberapa pria yang sudah mengincarnya, “Apa yang kalian inginkan?”“Kau manis,” goda salah satu dari mereka.“Siapa dirimu?”“Aku hanya wanita penghibur,”“Sepertinya bukan, jika, kau wanita penghibur harusnya kau melayani hampir seluruh laki-laki di sini,”“Aku memang melayani pria di sini,”“Siapa nama ‘mu?”“Felicia. Kalian sudah tahu nama ‘ku, biarkan aku pergi,”“Tak semudah yang kau kira,”Micko yang mendengar keributan dan jeritan akhirnya terbangun. Ia buru-buru mengenakan pakaiannya dan keluar dari ruang karaoke
Pagi harinya, Micko terbangun, ia melihat Farah sudah tidak ada di sisinya. Ia bangun dari tempat tidurnya dan turun ke lantai bawah, ia mendapati ketiga anak-anaknya sedang bermain dan bersenda gurau dengan Farah. Ia yang mendengarnya begitu senang, ia mendekati Farah dan mengecup pipinya, “Kalian yang membangun ‘kan mama Farah atau mama Farah yang mengajak kalian?” tanyanya kepada anak-anaknya, “Kalau aku yang ngajak gimana?” celetuk Farah. “Papa, kita mau kemana hari ini?” tanya Nicko. Micko berfikir, ia melihat ke arah kalender. Ia ingin mengajak mereka jalan-jalan namun karena hari minggu ia mengurungkan niatnya, “Sepertinya tidak bisa sayang,” jawabnya. Nicko yang mendengar ayahnya mengatakan hal tersebut cemberut. Farah melirik ke arah calon suaminya. Pelan-pelan ia juga memperhatikan ke arah kalender, ia mengerti dan paham akan perkataan Micko, “Nicko, sayang,” katanya tersenyum, “Sabtu depan saja ya. Hari ini hari Minggu dan besok papa perlu
“Kita mau ke mana sekarang?” tanya Farah. Ia menggendong Villa yang tertidur dan menggandeng tangan Nicko. Micko yang melihatnya membantu Farah untuk menggendong Villa, “Terima kasih sayang,” katanya yang akhirnya dia bisa melepaskan Villa.“Sejak kapan dia tidur?” tanya Micko.“Kayaknya waktu mama aku selesai kasih makan deh,”“Yuk kita harus cepet biar nanti malam aku bisa istirahat,”“Iya,”Micko membawa Farah untuk menemui beberapa vendor terkemuka. Mereka semua naik ke dalam mobil dan mereka menuju vendor-vendor tersebut. Hana yang kala itu sedang membuka handphonenya melihat di internet bahwa sedang di adakannya pameran pernikahan, “Papa,” katanya senang.“Kenapa? Kau terlihat bahagia,”“Aku baru lihat di sekitar sini lagi ada pameran pernikahan, mungkin saja ada beberapa vendor terkemuka,”Micko berfikir, di usiany