Dentingan ponsel Ayunda berbunyi, membuat fokusnya didepan komputer teralihkan. Ayunda sudah melanjutkan pekerjaannya setelah makan siang bersama Nathan tadi. Saat karyawan lain sudah pulang dan beristirahat, Ayunda masih sibuk berkutat dengan komputer didepannya dan menunggu bosnya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Ayunda mengecek ponselnya, ternyata ia mendapat pesan dari Mama Dewi.
Mama Dewi mengirim beberapa foto rumah yang telah rampung, rumah yang Ayunda bangun dari hasil jerih payahnya sendiri. Rumah besar dengan 3 lantai itu sangat indah, lengkap dengan garase dan terdapat 3 mobil didalamnya. Mobil-mobil itu juga merupakan jeri payah Ayunda selama merantau di Jakarta. 6 tahun bekerja sebagai Sekertaris di perusahaan besar dengan gajih yang cukup fantastic, bahkan bonus-bonus yang diberikan Nathan untuk Ayunda juga sangatlah besar. Tak heran jika gajih Ayunda perbulan bisa mencapai 8 digit.
Ayunda menitihkan air matanya, perjuangannya membuahkan hasil.
“Aku berhasil!“ gumamnya terharu.
“Haruskah aku pulang?“ sambungnya, lalu Ayunda menoleh jendela kaca didepannya ia menatap pria yang tengah duduk dikursi kebesarannya yang tengah sibuk dengan laptopnya.
“Apa aku bisa jauh darimu? memilikimu aku rasa tak mungkin bisa aku lakukan. Semakin jauh waktuku disampingmu akan semakin sulit untukku lupa padamu.“ gumam Ayunda.
Ayunda tengah berada di ambang kegundahan hati, munafik rasanya jika Ayunda tak menaruh hati pada Nathan. Pria yang selalu bersamanya setiap waktu, pria yang selalu mengkoreksi dirinya, pria yang selalu dingin dan membentak dirinya ketika pria itu sedang marah. 6 Tahun bukan waktu yang singkat, namun Ayunda sadar jika ia tak pantas untuk pria didepannya itu.
Ayunda segera menghapus air mata dipipinya, ia tak mau larut dalam masalah hati. Ia memfokuskan dirinya pada layar komputer didepannya.
“Akan aku pikirkan lagi untuk pulang, 4 bulan lagi tepat 7 tahun aku bekerja. Akan ku pikirkan untuk pulang dan beristirahat. “ batin Ayunda.
Tabungan yang ia punya sudah cukup untuknya hidup kedepan, rumah yang ia bangun dan kendaraan yang ia beli di Desanya juga sudah cukup untuknya. Bahkan Apartment yang ia tempati saat ini adalah miliknya pribadi.
*****
Nathan meregangkan otot-otot tubuhnya, berjam-jam berkutat dengan laptop membuatnya lelah. Nathan melirik Ayunda lewat jendela kaca, terlihat jelas Ayunda tengah fokus dengan komputernya. Senyum tipis tersungging dibibir manisnya.
Nathan melirik arloji yang melingkar manis di pergelangan tangannya.
“Sudah jam 8 malam,“ gumamnya.
Nathan segera mematikan laptop, merapikan beberapa dokumen yang tercecer dimejanya. Ia memundurkan kursinya lalu segera berdiri dan merapikan jasnya. Ia menekan remote untuk menggelapkan jendela kaca ruangannya. Nathan berjalan menuju pintu ruangannya dan segera berjalan menuju meja Ayunda. Ayunda yang sebelumnya sudah melihat jendela kaca Nathan berubah menjadi gelap itu, artinya Nathan akan bersiap untuk pulang.
Ayunda pun merapikan dokumen-dokumen dimejanya dan segera mematikan komputernya.
“Ayo pulang!“ ajak Nathan yang sudah berada tepat didepan meja Ayunda.
Ayunda mengangguk dan tersenyum. Ayunda segera berdiri lalu menyusul Nathan yang sudah berjalan lebih dulu. Keadaan kantor sudah sepi, hanya ada beberapa karyawan yang masih bekerja karena harus lembur mengerjakan deadline.
“Apa kau akan makan malam?“ tanya Nathan yang tengah berada di dalam lift bersama Ayunda.
Ayunda menggeleng pelan,
“Apa bapak lapar?” tanya Ayunda.
“Tidak, aku akan makan malam dirumah saja.“ sahut Nathan datar.
Ayunda mengangguk
“Tidak lapar, tapi akan makan malam dirumah?“ batin Ayunda bertanya-tanya.
“Temani aku makan malam dirumah, apa kau lelah hari ini?“ tanya Nathan pada Ayunda.
TING
Lift terbuka, Nathan segera keluar dari dalam lift dan meninggalkan Ayunda dibelakangnya.
Ayunda melebarkan matanya,
“Dia mengajak tapi berjalan lebih dulu!“ dengus Ayunda kesal.
Ayunda segera berlari menyusul Nathan yang sudah berjalan dengan langkah kakinya yang cepat.
Nathan segera masuk ke dalam kursi kemudi mobil, dan disusul Ayunda yang duduk di kursi samping kemudi.
“Aku anggap diammu adalah Iya.“ ucap Nathan sebelum menancapkan gas mobilnya.
Ayunda terkejut, ia mendengus pelan
“Baiklah,“ pasrahnya.
Senyum Nathan tersungging tipis dibibirnya, sedangkan Ayunda tengah kesalnya menggerutu pada dirinya sendiri.
“Dia tak memberikanku kesempatan untuk aku menjawab, bagaimana bisa diamku adalah iya untuknya.“ dengusnya membatin.
Ayunda melirik arloji yang melingkar dipergelangan tangannya.
“Sudah jam 8 malam lebih 25 meniit, aku ngantuk sekali!“ batin Ayunda berteriak.
Selang beberapa menit kemudian,
Ayunda sudah tak sadarkan diri, ia tak sanggup untuk bertahan di dunia nyata sedangkan dunia mimpi sudah memanggil-manggil dirinya. Nathan melirik Ayunda yang tengah terpejam , kepala Ayunda yang terhuyung-huyung sedikit kebawah membuat Nathan terkekeh geli.
“Sepertinya dia sangat kelelahan.“ batin Nathan sedikit merasa bersalah.
Nathan melajukan mobilnya dengan kecepatan yang sedang agar tak mengganggu tidur Ayunda. 08.50 Mobil Nathan memasuki pekarangan Mansionnya , biasanya ia hanya menghabiskan 35 menit berkendara namun kali ini sedikit lama karena Nathan tak mau membuat Ayunda terusik.
“Yunda,“ panggil Nathan mencoba membangunkan Ayunda.
“Ayunda, bangun kita sudah sampai.“ ucap Nathan lagi seraya menggoyangkan pelan tubuh Ayunda agar segera bangun.
“Yun, bangunnn!“ ucap Nathan lagi, namun kali ini Nathan sedikit kesal.
Ayunda sedikit bergumam, sepertinya Ayunda memang sangat kelelahan dan mengantuk hingga sangat susah dibangunkan.
“Ayunda!“ panggil Nathan geram,
“Ahhh berisik“ gumam Ayunda, Ayunda menarik jas Nathan dengan kasar.
Mata Ayunda masih terpejam, sedangkan Nathan kini berada tepat didepan Ayunda bahkan jarak wajah mereka sangat dekat. Nathan membeku, ia mendadak tak bisa bergerak. Nathan menatap wajah cantik Ayunda yang tengah tertidur tenang.
“Ayunda, “ cicit Nathan dengan penuh penekanan, Nathan takut tak bisa menahan dirinya, berada sangat dekat bahkan hampir tak ada jarak membuat imam cetek Nathan ambyar.
Ayunda yang merasa tidurnya terusik segera menarik Nathan lebih dekat dengannya. Ia tak sadar jika yang ia tarik ini adalah Nathan, bosnya sendiri. Ayunda pikir yang ia pegang adalah bantal guling.
CUP
Bibir Ayunda bertemu dengan bibir Nathan, dengan jarak sedekat itu Nathan tak bisa mengelak ketika Ayunda tak sengaja menciumnya. Mata Nathan membelalak terkejut, sedangkan Ayunda yang awalnya tertidur namun ketika ia merasakan basah dan hangat pada bibirnya membuat Ayunda segera membuka matanya .
Mata Ayunda membulat mendapati bibirnya dan bibir Nathan sedang berkolaborasi, mereka berdua saling menatap tanpa jarak tersisa. Ayunda yang merasa ini salah pun ingin melepaskan diri, Ayunda mencoba mendorong pelan dada Nathan.
Tautan bibir mereka terlepas, namun jarak mereka masih sangat dekat. Mereka bisa merasakan hembusan nafas mereka satu sama lain. Manik mata mereka masih saling menatap.
“Ayunda, kau yang memulai ini semua.” ucap Nathan membuka suara, Nathan segera menarik tengkuk Ayunda. Nathan mencium dan melumat bibir Ayunda dengan sangat lembut.
Ayunda membulatkan matanya terkejut, merasakan sentuhan bibir Nathan membuatnya terbawa suasana. Tangan Nathan mulai bergeliya hendak menjelajah tubuh Ayunda. Ayunda yang sadar jika ini salah pun segera mengentikan pergerakan tangan Nathan.
Nathan yang merasakan tangan Ayunda menghentikan pergerakan tangannya membuat Nathan membuka mata, bibir Nathan terdiam tak melanjutkan lumatannya.
Nathan melepas tautan bibirnya, sedangkan Ayunda mulai membuka matanya. Mereka saling menatap dengan tatapan panik.
Nathan segera menjauhi Ayunda, dan ia segera duduk rapi kembali di kursi kemudi. Sedangkan Ayunda, ia menarik nafasnya dalam-dalam seraya merapikan kemeja kerjanya.
“Maafkan saya, Yun, saya telah lancang.” ucap Nathan dengan pandangan matanya lurus kedepan, Nathan tak berani menatap Ayunda. Ia benar-benar merasa malu.
Ayunda yang mendengar ucapan Nathan pun menoleh sekilas,
“Maafkan saya juga, Pak, saya yang memulai ini semua.” cicit Ayunda pelan.
Mendengar ucapan Ayunda membuat Nathan menarik nafasnya dalam-dalam.
“Beristirahatlah, ini sudah malam. Aku yakin kau sangat mengantuk.” ucap Nathan seraya menoleh Ayunda.
“Baik pak, saya akan pulang sekarang,” ucap Ayunda.
Nathan yang baru saja hendak membuka pintu mobil pun terdiam,
“Bermalamlah disini, tak baik berkendara dalam keadaan mengantuk.” pinta Nathan kepada Ayunda.
Ayunda sedikit terdiam dan berpikir,
“Baiklah, ide yang bagus.” Sahut Ayunda tersenyum.
Nathan segera keluar dari dalam mobil dan meninggalkan Ayunda disana, Nathan tersenyum manis seraya memegangi bibirnya. Nathan segera berjalan menuju ke dalam Mansionnya.
Sedangkan didalam mobil sana, Ayunda tengah mengelus dadanya yang berdetak dengan kencangnya, Ayunda sesekali memukul kepalanya pelan. Ia merutuki kebodohannya,
“Haishh bisa-bisanya aku terbawa suasana seperti itu, apa yang akan pak Nathan pikirkan tentang aku nantinya.” gumam Ayunda frustasi.
“Bodo amatlah bagaimana nantinya pak Nathan pikirkan tentang aku, lebih baik aku segera masuk kedalam untuk membersihkan diri dan beristirahat.” Sambung Ayunda berpasrah diri.
06.00 PagiDering alarm pada ponsel Ayunda berbunyi dengan sangat nyaring membuat Ayunda seketika bangun dari tidurnya. Setelah kejadian malam kemarin, Ayunda langsung membersihkan dirinya dan tertidur. Tak ada acara makan malam yang di rencanakan Nathan sebelumnya, karena Nathan sendiri juga tak turun dari kamarnya.Ayunda mengerjapkan pandangannya, lalu berdalih mengambil ponselnya dan mematikan alarm pada ponselnya. Ayunda meregangkan badannya, dan seketika ia tersadar jika tengah berada di kamar tamu keluarga Abraham. Ayunda kembali mengingat kejadian kemarin malam, saat dirinya dan Nathan didalam mobil kejadian yang hampir saja membuat dirinya dan Nathan berdosa. Wajah Ayunda memerah , ia sangat malu dengan dirinya sendiri.Ayunda menggelengkan kepalanya seraya menepuk pipinya dengan sangat keras,“Ahh tidak-tidak. Bagaimana bisa aku memikirkan kejadian kemarin malam?” gumam Ayunda pada dirinya
"Selamat pagi, Nyonya dan Tuan Abraham.“ sapa Ayunda yang sudah berdiri di meja makan keluarga Abraham.Ayunda menarikkan satu kursi untuk Alson,“Terimakasih, Ma!“ ucap Alson tersenyum.Ayunda mengangguk tersenyum dan membelai lembut rambut putranya.“Selamat pagi, Ayunda, bergabunglah sarapan bersama kami.“ ajak ibu Sisilia.Ayunda terdiam.“Duduklah, Nak. Bergabunglah bersama kami untuk sarapan.“ sambung papa Haris.Ayunda tersenyum canggung, ia tak berani mengiyakan permintaan Tuan, dan Nyonya Abraham ini.“Duduklah, kita sarapan bersama.” suara bariton Nathan terdengar, ia baru saja turun dari lantai 2.Ayunda yang awalnya ragu untuk sarapan bersama keluarga Abraham pun setuju untuk sarapan bersama, ia memang tak berani mengiyakan sebelum Nathan memberi izin. Ayunda duduk disamping Sisilia, dan Alson. Alson sangat senang melihat Ayunda yang ikut bergabung untuk s
Jam sudah menunjukan pukul 1 siang, didalam ruangan Nathan masih fokus dengan beberapa dokumen yang harus ia kerjakan. Diluar ruangan pun sama Ayunda tengah sibuk dengan komputer didepannya. Ponsel Ayunda berdering nyaring, hingga mau tak mau Ayunda harus mengangkatnya. Ayunda langsung mengangkat begitu saja tanpa melihat siapa yang tengah menghubunginya.“Hallo, selamat siang. “ ucap Ayunda sopan, ponselnya ia loadspeaker agar ia bisa menelpon sembari bekerja.“Hallo, Yun, ini saya. Saya sudah dikantor, saya tunggu kamu dibasemant ya. Saya malas naik keatas.” ucap Sisilia.Ayunda membulatkan matanya, ia langsung melihat kontak nama panggilan yang tengah menelponnya.“Oh, Tuhan. Hampir saja lupa!” batin Ayunda terkejut.“Iya, Nyonya, saya akan segera turun kebawah. Maaf lama menunggu, Nyonya.“ ucap Ayunda sopan, ia merasa tak enak hati kepada Sisilia.“Tak apa,
Setelah mendapatkan obat maag milik Nathan didalam tasnya, Ayunda segera berlari menuju ruangan Nathan dan segera membuka ruang rahasia yang berada dibalik tembok meja kerja Nathan. Tembok besar itu bisa berputar jika didorong dan akan terlihat kamar pribadi Nathan, yang sering Nathan tiduri jika ia lelah dan lembur.“Pak Nathan!” pekik Ayunda dengan wajah khawatirnya ketika melihat Nathan yang terbaring seraya meringis memegangi perutnya.Ayunda segera mendekati Nathan,“Dimana sakit, Pak?“ tanya Ayunda dengan kecemasan dihatinya.“Perut saya sangat perih, Yun. “ ringis Nathan seraya memegang perutnya.Ayunda segera duduk di tempat tidur king size itu dan membawa kepala Nathan untuk berbaring dipaha Ayunda,“Apa kau tidak makan siang, Pak?” tanya Ayunda khawatir sembari mengelus perut Nathan dengan lembut.“Kau yang meninggalkan saya.” ucap Nathan meringis namun dibalik itu
Dentingan piano yang indah terdengar nyaring, meski sesekali masih ada kesalahan dimainkan oleh Alson Ksatria Abraham. Ayunda dan Alson tengah belajar bermain piano, Alson mencoba kunci lagu yang diberikan Ayunda. Ditonton oleh Tuan Haris, Nyonya Sisilia dan tentunya Nathan yang menyaksikan kedekatan Ayunda dan Alson yang selalu membuat mereka bahagia.“Aku masih belum bisa, Mah, maaf membuatmu kecewa.“ ucap Alson bersedih. Alson menghentikan gerakan tangannya diatas piano. Menyadari dirinya terus-terusan salah menekan kunci piano membuat Alson kecewa pada dirinya sendiri.Ayunda tersenyum dan membelai lembut rambut Alson,“Kau sudah sangat hebat, Son. Alson kan baru saja belajar 3 kali tapi ini sudah luar biasa sekali. Kamu harus berusaha lebih giat lagi, Mama, benar-benar ingin berduet denganmu.“Alson tersenyum dan mengangguk senang mendengar ucapan Ayunda yang selalu memberinya semangat,“Tentu,
Mobil Nathan berhenti tepat di Apartement Ayunda, Ayunda melepas seatbelt mobilnya.“Terimakasih, Pak Nathan, jangan lupa untuk bangun pagi besok.“ ucap Ayunda mengingatkan Nathan.“Sudah tenang saja, kau cepatlah masuk kedalam dan beristirahat.” saut Nathan seraya mendorong pelan tubuh Ayunda agar segera keluar dari dalam mobil.“Baiklah, saya pergi.” ucap Ayunda lalu segera membuka pintu mobil dan keluar dari dalam mobilnya.Nathan segera memutar mobilnya dan dengan kencang mobilnya keluar dari komplek Apartement Ayunda. Ayunda memincingkan matanya melihat Nathan yang tidak seperti biasanya, malam ini Nathan terlihat tergesa-gesa apalagi tidakada dokumen atau kerjaan apapun lagi. Jarak antara komplek apartement Ayunda dengan jalan raya hanya beberapa meter saja hingga Ayunda mampu melihat aktivitas di jalan raya.Ayunda terbahak-bahak ketika melihat dari depan Apartement nya mobil yang di kendarai Nathan berhen
5 menit Ojol mengendarai motornya dengan kecepatan penuh, tiba-tiba saja motor milik Ojol tersebut mendadak tersendat-sendat dan mati.“Pak, ini motornya kenapa?” tanya Ayudia panik , pasalnya rumah Nathan masih sangat jauh dari tempat mereka berhenti saat ini.“Aduh maaf, Neng, motor saya sepertinya mogok.” ucap ojol tersebut dengan penuh rasa sesal.Ojol tersebut segera menepi dan menghentikan motornya. Ayunda segera turun dari motor tersebut.“Maaf ya, Neng, saya jadi tidak enak hati.” ucap ojol itu sedih.Ayunda menarik nafas panjangnya, ada rasa sesal di hatinya namun harus bagaimana lagi? Semua telah terjadi tidak sesuai kehendaknya.“Tidak apa, Pak, ini ongkos saya. Dan ini uang untuk bapak service motor ya, Pak. “ ucap Ayunda memberikan 3 lembar uang sejumlah 300.000.“Waduh, Neng, tidak usah saya belum antar, Neng, ketempat tujuan.” tolak Ojol itu yang merasa tak ena
Mobil yang dikendarai Nathan telah sampai di Perusahaan miliknya, beberapa pengawal memberikan hormat dan membukakan pintu mobil Nathan. Ayunda lebih dulu membuka pintu mobilnya, dan segera berjalan mendekati Nathanyang pintu mobilnya baru saja dibukakan oleh salah satu pengawal perusahaan.“Silahkan, Pak.“ ucap Ayunda dengan sangat profesional meminta Nathan berjalan didepannya.Nathan berjalan mendahului Ayunda, Nathan mengkancing beberapa kancing jas yang menempel pada tubuhnya. Nathan berjalan penuh dengan wibawa, tegap dengan gerakan kaki yang lurus kedepan. Para Karyawan Abraham’grup menundukan badannya hormat seraya menyapa Nathan dan Ayunda yang melewati mereka. Ayunda tersenyum dan menganggukan kepalanya membalas sapaan mereka, sedangkan Nathan acuh tidak membalas sapaan karyawannya.TINGLift khusus petinggi terbuka lebar, Ayunda dan Nathan masuk kedalam lift tersebut untuk membawa mereka ke lantai atas yang me