Samuel menatap punggung lelaki itu hingga tak terlihat lagi, tubuhnya seolah menghilang di balik deretan mobil yang sedang parkir di pinggir jalan."Paman? Hello? Ini pesenan anda, dan ini minuman khusus Pinka," ucap Budi, pemilik angkringan yang diam -diam menyukai Pinka. Tapi, jelas Pinka tidak akan mungkin mau dengan Budi, si penjual angkringan. Cukup mengagumi saja dan selalu mendoakan yang terbik untuk Pinka."Heh!! Ngagetin aja. Mana sini, aku harus cepat -cepat bicara dengan Pinka agar tidak terlambat datang ke hotel. Satu milyar ini, banyak sekali, dan aku kaya," ucap Samuel dengan hati senang terpuaskan. Samuel bisa membayar hutang kepada Madam Rose dan sisanya bisa untuk berfoya -foya, setidaknya setelah ini Pinka masih bisa ia jual dengan harga tinggi pada lelaki hidung belang.Samuel pergi ke tempat temannya untuk meminta obat perangsang yang akan ia campurkan pada minuman yang akan Pinka minum. Samuel tidak mau di buat malu dnegan sikap Pinka yang etntunya akan berontak b
Pinka sudah menghabiskan makanan dan minuman yang Ayah Samuel bawakan untuknya. wajahnya terus memandang keluar jendela. Rasanya Pinka ingin berlari keluar dari pekerjaan hina ini. "Sudah selesai makannya? Minumnya habis?" tanya Samuel pada Pinka."Hemm ... Sudah Ayah," ucap Pinka lirih."Kita jalan -jalan yuk," ajak Samuel agar pinka mau keluar dari persembunyiannya dan menyerahkan putrinya kepada laki -laki yang mengaku bernama Fatih.Pinka menoleh ke arahnya dan menatap lekat. Tak biasanya sang Ayah mengajak dirinya jalan -jalan malam. Ini sesuatu yang di luar dugaan Pinka. Sekilas , pinka jadi mengingat jaman Pinka kecil dulu yang selalu mengajak kedua orang tuanya pergi hanya sekedar berjalan -jalan saja tanpa mmeinta sesuatu, hingga Pinka ingat sekali, saat itu ia berjalan -jalan di pinggir pantai dan melihat lelaki yang usianya lebih tua sedang melempar batu ke air di pantai."Kamu sedang apa?" tanya Pinka saat itu."Pergi kamu. AKu tidak mau di ganggu!!" teriak lelaki itu ket
Pinka seperti orang kesurupan saat Sean berusaha merebahkan tubuh pinka untuk beristirahat. Dari cara berpakaiannya Sean tahu, Pinka adalah wanita yang bekerja sebagai penghibur. Tidak mungkin Sean mengambil kesempatan dalam kesempitan ini. Percuma Sean sekolah di pesantren dan menjunjung tinggi sikap hormat pada Bunda Aisyah, Bunda yang telah melahirkan dirinya dan merawatnya hingga ia berhasil menjadi seoarang intelejen sekaligus anggota kepolisian di sebuah kota kecil.Masa iya, Sean yang terkenal alim bahkan ia di uluki sebagai Ustad malah ingin merampas dan melecehkan seorang gadis penghibur."Arghhh ... Panas sekali," ucap Pinka melepas tank top pinknya dari tubuhnya yang sintal dan terlihat du gundukan montok yang berbelah dengan kutang berwarna hitam. Sepertinya Pinka snegaja mencari cup kutang yang lebih kecil agar dadanya terlihat berisi dan sedikit tumpah ruah.Sean menatap tubuh mulus Pinka dan menelan salivanya denagn dalam. Ia baru saja keluar dari asram kepolisian dan i
"Arghhh ..." desah Pinka terus menggerak -gerakkan tubuhnya di bawa Sean agar Sean peka untuk merasakan gua hangat yang mulai menghangat dan bergetar itu.Sean mulai berkeringat hanya melaakukan aktivitas ciuman itu. Maklum anak pesantren alim di sodorkan hal berbau maksiat akhirnya luluh juga, padahal jelas dosa besar berzina mampu membuatnya hancur.Sean seperti terhipnotis dan terus bergerak melumat bibir Pinka yang tipis dan lembut di dalam bibirnya. Tangannya tak sengaja menyentuh benda kenyal berupa gundukan daging dan Sean melirik ke bawah sekilas. Dada Pinka sudah terbuka dan bebas untuk di jamah. Dua gundukan yang masih kenyal dan terawa. Kulit Pinka yang mulus dan putih tanpa cacat membuat Sean semakin menggilai tubuh itu. Ternyata bisikan setan itulebih kuat di bandingkan imannya yang di pondasi bertahun -tahun dalam Pondok Pesantren."Kenapa hanya kau lihat, kau tidak tertarik untuk menyentuhnya?" ucap Pinka lirih saat tautan bibir Sean di lepas dan Sean melihat sesuatu ya
Sean sudah selesai lebih dulu. Mengguyur semua tubuh dan kepalanya dengan air dingin. Sean harus bisa menahan hasrat ini dan tidak mengulang aktivitas mesum ini agar tidak melakukan lebih jauh lagiSean sudah memakai baju lengkap dan menelepon bagian resepsionis untuk memesankan beberapa makanan dan minuman. Sean mengambil handuk lain dan menyiapkan baju untuk Pinka pakai."Sudah selesai mandinya?" tanya Sean lembut yang masuk kembali ke dalam kamar mandi untuk melihat keadaan Pinka.Pinka termenung di dalam bathup, merasakan aromaterapi mint yang membuat tubuhnya semakin rileks."Sudah. Ini mau bilas. Bisa kamu keluar dulu?" ucap Pinka meminta. Kepala Pinka sudah mendingin dan bisa berpikir jernih. tubuhnya juga sudah lebih enak dan tidak terasa panas."Oke baiklah. Ini handuknya bisa kamu pakai. Lalu aku hanya ada kemeja ini. biar baju kamu di cuci dulu oleh OB di ruang laundry. Sementara pakai ini tidak apa -apa?" tanya Sean lirih."Iya gak apa -apa," jawab Pinka dengan suara ramah
Pinka menatap ke arah bawah. Pinka tidak tahu kenapa bisa ada di kamar Sean. Ini semua ulah Ayahnya, pasti Ayahnya tahu sesuatu.Pinka menggelengkan kepalanya pelan lalu melirik ke arah Sean yang menunggu jawaban Pinka."Aku tidak tahu Kak. Ayahku bilang, dia mendapatkan voucher gratis menginap di hotel Amarilis ini. Tapi ternyata di kamar ini ada orang alin selain Pinka, dan Ayah malah pergi," ucap Pinka polos dan jujur.Sean melempar pandangannya ke arah kafe Lupi yang berada di tempat target Sean. Ya, kawasan itu akan dilakukan penggerebekan karena sudah di kenal sebagai tempat transaksi obat haram sekaligus tranksaksi perdagangan wanitaTok ... Tok ... Tok ..."Pengantar makanan!!" teriak seseorang dari luar pintu kamar Sean.Pinka dan Sean menatap ke arah pintu kamar dansaling menatap. Pinka langsung membuang pandangannya ke arah lain menikmati kota kecilnya yang etrnyata indah bila di lihat dari ats seperti ini."Kamu tunggu disini. Jangan kesana," tegas Sean pada Pinka. Pinka m
Pinka sudah selesai mandi dan tubuhnya hanya memakai piyama handuk yang di berikan Sean tadi sebelum pergi. Sean berpamitan sebentar pada Pinka karena ada sesuatu yang harus di urus dan setelah ia kembali akan mengajak Pinka untuk makan bersama di restaurant hotel dekat lobby. Pinka menyetujui permintaan Sean. Pinka duduk menatap dirinya di depan kaca rias lalu menyisir rambut basahnya dengan sisir yang ada di atas meja.Tanpa sengaja tatapan mata Pinka menatap ke arah ID Card milik Sean. Pinka menatap lambang anggota salah satu kesatuan di negaranya."Kak Sean?" ucap Pinka lirih lalu kembali meletakkan ID Card itu saat ia mendengar suara kunci di putar dari luar dan itu pasti Sean. Pinka buru -buru duduk di kasur sambil mengibaskan rambutnya yang masih basah.Sean membuka pintu kamar hotel itu dan menatap Pinka yang terlihat cantik alami lallu menutup dan mengunci dari dalam. Sean membawa satu paper bag dan di letakkan di tempat tidur. Pinka menatap paper bag itu tanpa penasaran ing
Sean mengulurkan tangannya ke arah Pinka untuk membantu gadis itu berdiri dan menarik tubuh Pinka untuk berdiri di belakang Sean.Sean menatap laki -laki yang tadi memaki keras Pinka hingga ketakutan."Ada masalah apa kamu dengan gadis ini," tanya Sean lembut.Lelaki itu tertawa sinis dan menatap tak suka pada Sean."Siapa kamu? Kenapa akmu peduli denagn pelacur itu? Dia itu pelacur!!" teriak lelaki itu tak lain Fatih denagn suara keras dan lantang."Siapapun dia, dan apapun profesinya, bukan kamu yang emnentukan dia baik atau buruk di mata kamu!! Paham!!" ucap Sean dengan tegas dan tatapannya begitu tajam ke arah bola mata Fatih. Tak ada rasa takut sedikitpun dari diri Sean untuk membela Pinka."Hah!! Apa dia sudah memberikanmu kepuasan?!! Sampai kau membelanya!!" tawa Fatih makin keras dan sengaja bersuara lantang untuk mempermalukan Pinka di depan umum.Bug!!Bruk ... Fatih terjatuh karena pukulan telak Sean yang membuat tubuhnya terhuyung tak seimbang dan jatuh.Sean memukul lela