Wanita yang memakai gaun pengantin, dengan untaian bunga yang menghiasi kepalanya itu, tersenyum manis padaku. Ia meraih tangan, dan mengajakku untuk menaiki sebuah perahu kano kayu, di tepi danau merah muda."Aku akan selalu mencintaimu selamanya," ucap gadis itu dengan nada lembut. Suaranya begitu menenangkan pikiranku yang sedang kacau balau. Tidak akan kubiarkan wanita yang sangat kucintai itu, kehilangan senyumannya lagi."Aku lebih dari cinta, Nona." Aku membalas senyuman hangatnya.Tanpa terasa, aku telah mendayung sampai ke tengah danau. Aku melihat angsa-angsa putih yang menawan, serta kodok-kodok lucu di atas daun teratai. Mereka menari riang, beriringan dengan nyanyian indah milik Alea. Pujaan hatiku itu, ternyata tidak pernah berubah ... selalu menyukai musik.Saat kami hampir mencapai seberang, suara tabuhan gendang seperti di karnaval, dan suara grup vokal terdengar semakin mendekat. Lagu kebangsaan Middleside yang berjudul, "Eternate for our Beautiful Princess" dinyanyi
Apa itu definisi jatuh cinta? Apakah ketika melihat seorang wanita cantik, lalu menyukainya, itu dapat disebut dengan jatuh cinta? Ataukah perasaan bahagia, tatkala melihatnya tertawa, itu juga disebut dengan jatuh cinta?Aku mengalami perasaan, yang tidak dapat diukirkan dengan kata-kata. Entahlah, aku sendiri tidak dapat menyimpulkannya. Terkadang, aku sulit membedakan antara rasa cinta, dan rasa suka sesaat—sekedar singgah karena penasaran.Mendiang Nyonya Lily pernah berkata,"Tuan muda, cinta sejati itu tidak memandang apa pun, dan tidak memandang siapa pun. Semua orang bisa merasakannya, tetapi hanya beberapa orang saja yang beruntung. Tak peduli jika cinta itu terbalas, atau memilih terpendam selamanya di dasar hati. Ada kalanya, Tuan pasti merasakan hal itu nanti.""Aku tidak mau merasakan cinta, Nona Lily," kataku, saat itu."Tidak ada yang dapat menolak takdir, Pangeran. Sejak manusia dilahirkan, garis tangan sudah ditetapkan sebagai bagian dari alur kehidupan. Cinta itu mem
Aku merapikan buku-buku sejarah yang telah terbaca. Beberapa lembar catatan kecil tampak penuh dengan coretan tinta. Aku membersihkan sampah kertas yang berserakan di lantai. Sementara itu, Calvin masih sibuk dengan laptop ultraportabel di atas meja.Malam itu, kopi buatan Sera menemani waktu begadang kami. Gadis itu sangat ahli dalam membuat minuman. Aku jatuh hati berulangkali dengan kopi buatannya. Tidak diragukan, aku memilih gadis yang tepat untuk dinikahi. Beberapa makanan ringan seperti cokelat, permen, dan keripik kentang menjadi cemilan kami. Aku tahu, kami akan gendut, jika mengemil terus-menerus. Namun, tanpa cemilan rasanya begadang tidaklah lengkap.Ada sesuatu yang harus kami selidiki secara mendetail, pada malam itu. Jam digital telah menunjukkan pukul dua dini hari, tetapi aku masih sibuk menyusun beberapa file di tablet."Gue udah berhasil dapetin lokasi akuratnya, Bro. Tidak jauh dari sini, ada ikan axolotl tertua yang masih hidup. Tapi, kayaknya kuil itu besok tutu
Jalanan di depan sana terlihat sangat ramai. Siang itu, Kota Riqueza mengalami kemacetan lalu lintas yang cukup parah. Kota indah yang dipadati dengan berbagai jenis bangunan mewah itu, berhasil membuat hatiku tidak ingin meninggalkannya. Namun, misi menyelamatkan Eunoia jauh lebih penting, saat itu. Sehingga, aku memutuskan untuk menurunkan ego. Lampu lalu lintas udara masih menampilkan warna merah—pemberhentian wajib selama tiga puluh detik. Sesekali 'ku melirik penjual makanan cepat saji, di samping jendela pesawat. Pria paruh baya dengan kemeja putih itu, menawarkan dagangannya dari satu jet ke jet yang lainnya. Skateboard canggihnya membawa sebuah mesin persegi, yang menyajikan berbagai jenis makanan seperti: burger, hotdog, pizza, dan aneka kue varian rasa. Tentu saja, hal itu bukanlah sesuatu yang aneh lagi di Riqueza. Aku sering menonton berita di gadget yang menyebutkan bahwa, kota itu termasuk ke dalam penghasil teknologi terbaik sepanjang tahun. Para remaja yang berjala
"Achilio, lo gak mau masuk?" tanya Calvin."Lo mikirin apa sih, Achilio?" Sera melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku."Di tempat inilah portal itu terbuka. Tapi, kenapa gak ada satu pun bekas peperangan di sini? Bukankah itu hal yang aneh?" Aku mengernyitkan dahi, lalu berjalan mondar-mandir di depan Restoran RLWF (Resto Life With Food) itu.Sera menggandeng tanganku dengan cepat. "Jangan membuang waktu!"Kami memasuki lift yang ada di bagian kanan pintu masuk. Tidak ada orang yang kutemui sepanjang jalan. Ya, ruangan utama tampak kosong, dan tidak ada resepsionis, ataupun robot yang menyambut kedatangan kami.Aku semakin dibuat gelisah, ketika lift terbuka di lantai tiga. Beberapa orang dari pekerja kantoran itu, menatapku seakan penuh kebencian. Beberapa menit setelahnya, pintu lift terbuka di lantai paling atas—lantai tujuh."Selamat datang di RLWY. Semoga hari Anda menyenangkan." Seorang pelayan wanita menyambut kami.Aku membatin, "Pelayanan di sini benar-benar buruk. Bag
Hujan yang turun semakin menderas. Cuaca ekstrem yang melanda Scramble siang itu, sebenarnya membuatku malas untuk keluar dari rumah sakit. Jika bukan karena ingin membeli makanan cepat saji, aku tidak mungkin akan menembus badai.Jalanan begitu licin, dan terlihat mengkilap dari bawah sana. Aku mengaktifkan mode auto pilot, untuk mempermudah perjalanan. Mengingat aturan Scramble begitu ketat, aku pun memakai sabuk pengaman.Terbang dengan jarak empat meter dari tanah, membuatku bergidik ngeri. Aku takut untuk terbang lebih tinggi, karena belum terlalu mahir menggunakan kendaraan modern itu. Beberapa pesawat mini jet di depanku melintas begitu cepat, sehingga air yang tergenang memercik ke arahku."Apa-apaan ini? Apa mereka tidak punya attitude? Shit, harusnya aku menutup kaca tadi." Aku menekan tombol drying pada layar di dekat flight control. Sebuah alat scan—semacam penghilang noda pada pakaian, dengan cepat membersihkan air.Aku memberhentikan laju jet, di depan sebuah toko bunga.
Aku berjalan dengan cepat, dan tidak menghiraukan siapa pun, saat itu. Para perawat, dan tenaga medis kulalui tanpa sapaan hangat seperti biasanya. Air mata kian menderas di pipi. Matahari hampir tenggelam. Cahaya sang surya nampak semakin meredup, dan awan jingga mulai terlihat.Bangku taman yang terlihat usang itu, menjadi tempat melampiaskan kekecewaan. Kenapa harus Rion? Aku meratap, dan menenangkan diri dengan terus menyakinkan, bahwa bahagia akan segera datang. Takdir sepertinya memang kejam bagiku, yang mungkin tidak akan pernah mendapatkan keadilan.Kenangan masa lalu perlahan-lahan muncul, dan memeluk diri dalam nostalgia. Satu per satu orang yang menyayangiku telah pergi. Aku bahkan tidak bisa melindungi mereka. Kenapa Dewa Naga berkepala tujuh memberikan tugas, yang seakan hanya untuk menyengsarakanku?Aku masih ingat peristiwa berdarah yang merenggut segalanya. Di dalam hati yang paling dalam, kebencian itu semakin besar. Jika saja portal itu tidak terbuka, mungkin aku sud
Hamparan lautan berwarna biru gradiasi hijau itu, seakan memberikan vibes bahagia. Aku ikut menari di atas kapal pesiar mewah sebelas tingkat itu. Dua puluh penari wanita yang ada di depanku, menampilkan tarian khas Kota Riqueza.Aku sangat bangga, karena penduduk di sana, masih sangat mengedepankan unsur-unsur budaya. Sera dan Calvin yang memakai pakaian couple hari itu, menebar senyum ke setiap tamu. "Kejadian yang sama tapi dengan orang yang berbeda. Apakah kamu melihat ini Nona Alea?" Aku berkata dengan pelan, hingga hampir tak terdengar.Rata-rata orang yang menjadi wisatawan di sana, memiliki selera yang tinggi di bidang fashion style. Hal itu terbukti, ketika kami melakukan penyelidikan lebih lanjut di Riqueza. Terkadang, aku sering merasa tidak percaya diri dengan penampilan. Menurut undang-undang Kota Riqueza sendiri, cara berpakaian, dan sikap menjadi tolak ukur pertama yang menentukan kelayakan."Kita buka lembaran baru, dan lupain aja kenangan buruk yang terjadi kemarin.