Begitulah akhirnya. Elang yang tadinya ingin kabur dari dua orang asing yang berusaha membunuhnya justru malah berhasil dibebukan hingga pingsan. Lalu saat membuka mata dia justru sudah berada di dalam mobil bersama dua orang asing itu.
“Dia masih pingsan?” kata salah satu lelaki asing itu.
Sekarang hari mulai fajar. Semburat merah terlihat di kejauhan. Tapi tetap belum mampu menampakkan cahaya yang terang, yang mungkin bisa menampakkan sosok Elang. Tapi toh itu tidak ada gunanya karena Elang digulingkan hingga kepalanya tidak akan nampak dari luar.
“Sepertinya masih. Kau takut dia bangun? Bius saja lagi!” jawab rekannya, yang mengemudi.
“Tidak. Nanti saja jika sudah kepepet. Kau tau kan kebanyakan bius juga tidak baik. Kita harus membawanya hidup-hidup tanpa terluka agar kita bisa mendapatkan bayaran yang setimpal.” Tercium uap asap rokok setelah lelaki itu berbicara. Sementara Elang yang sudah sadar
Wirya oleng sesaat setelah Elang menubruknya dari belakang. Bahkan kemudi mobilnya tidak terkendali hingga membuat mobil itu menggila tak karuan di jalan. Tapi justru itu yang Elang inginkan agar ada orang lain yang menemukan sesuatu yang ganjil dengan mobil itu.“Woy, woy!” Hanya itu teriakan yang bisa dilakukan Wirya sampai akhirnya Wirya berteriak lagi, “Jo! Bantu aku, Jo! Tahan dia!” teriaknya lagi.Jo yang tadinya terguncang kaget kini berusaha mengendalikan Elang yang justru terlihat seperti penjahat di situ. Elang sudah mengamuk layaknya banteng yang membahayakan. Jo berusaha memegangi Elang. “Tenang! Kembali ke belakang! Kembali atau kau menyesal.”Sejak mengetahui bahwa Elang akan dipulangkan dalam kondisi selamat, lelaki itu nampaknya sudah tidak memiliki ketakutan di dalam hatinya. Elang akan terus menjejak dan menubruk sampai dia bisa terbebas dari mobil yang menculiknya itu.“Hey, tenang! Atau kau aka
Dimas mendobrak pintu rumah sakit dan menemukan Elang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Seketika itu juga kaki Dimas menjadi sangat lemah, dan dan lelaki berwajah oriental itu menangis di tempatnya.“Anda tidak apa-apa, Pak?” tegur salah satu perawat yang masih berada di dalam demi membersihkan tubuh Elang. Sekarang Elang sudah bersih dari luka dan lebam buatan, lalu sebagai gantinya ada sebuah luka di perut yang tidak terlihat dari luar.Tangan Dimas menggosok matanya yang berlinang air mata. Lalu dengan sempoyongan dan menyangga diri pada dinding lelaki itu berkata, “Apa dia baik-baik saja, Suster?”“Oh, Anda walinya?” tebak suster itu.“Saya temannya, dan bisa menjadi wali sementara. Pihak keluarganya belum saya kabari. Jadi bagaimana? Apa dia baik-baik saja?” ulang Dimas lagi, dengan pikiran kacau dan berantakan.Suster itu mengangguk. Setelah dia menaikkan selimut milik
Bela buru-buru memasuki loby rumah sakit. Jantungnya sudah berdetak menggila karena dia yang khawatir mengenai keadaan Aru untuk saat ini.Dimas sudah mengabari gadis itu bahwa Aru tertimpa sebuah musibah, dan sekarang sedang dirawat di rumah sakit. Untuk pastinya, Dimas belum bisa menjelaskan secara detail karena Bela sudah terlebih dahulu mendesak alamat dari rumah sakit di mana Aru palsu dirawat.“Suster, Suster.” Bela terengah bersama wajahnya yang sangat kacau. Mengingat bahwa tadi pagi suaminya pergi dalam keadaan ceria dan baik-baik saja, telah membuat hati Bela hancur kala menemukan takdir lain yang kini merubah kondisi Aru. “Saya sedang mencari pasien bernama Garuda Wibisono. Boleh saya tau kamarnya di mana? Saya istrinya.”Ada saudaranya Pak Ansori juga yang ikut bersama Bela saat itu. Dia adalah seorang lelaki berusia empat puluh tahunan. Namanya Pak Bandi, dia bertugas untuk mengantar Bela ke rumah sakit itu.
Berleleran air mata, Elang akhirnya mulai tersadar. Mengerjab-erjab pelan, lelaki itu mengerang dengan rasa sakit yang menggeliat di perut miliknya. Pertama adalah pandangan yang buram, sampai akhirnya wajah seorang gadis muda nan cantik dan manis menyapu matanya. Gadis itu adalah Bela.“Mas!” dengking Bela yang sudah memeluk Elang dengan sangat erat. Lalu sesenggukan mulai terdengar bersamaan dengan tangan Bela yang semakin mengeratkan diri.Di tengah tangisan bahagia nan haru itu Elang mendorong Bela dengan sangat kasar, karena memang dia membenci skinship dengan para gadis, apalagi gadis-gadis yang agresif seperti Bela. Setidaknya itu yang mampu dinilai oleh Elang.Mata Elang memberikan jarak dan ekspresi permusuhan, sementara Bela berkedip-kedip karena bingung. Ingus keluar di hidungnya dan Bela lupa untuk menyekanya. Sementara itu Dimas terperanjat dan bangun dari kursi di mana dia duduk dan tertidur. Sekarang dengan tubuh sempoyongan dia
Dimas buru-buru menghampiri Elang untuk memprotes lelaki itu. “Kau tidak perlu terlalu kasar begini pada Bela. Dia menjadi pingsan karenamu!” Lalu Dimas meremas kepalanya sendiri.Sejak awal Dimas memang sudah skeptis dengan rencana ini apalagi kala melihat Elang yang miskin tata krama. Dimas sangat tau bahwa meski seseorang memiliki amnesia tapi setidaknya pembawaan orang tersebut akan tetap sama.Aru adalah seseorang yang lembut dan juga santun. Tapi Elang? Dia bahkan bisa lebih kasar dari seorang pemalak yang tiba-tiba menghadang demi meminta uang. Itulah kenapa Dimas memang akan mendapat banyak tantangan dan usaha lebih keras di sini.Sementara Elang yang masih agak lemah terlihat sama sekali tidak acuh. Dia bahkan enggan menanggapi Dimas. Buang-buang tenaga, itu yang dirasakan oleh Elang untuk saat ini. Apalagi dia harus melawan rasa sakit yang merajam perutnya untuk saat ini.“Aru itu adalah seorang lelaki yang lemah le
Untungnya cinta Bela pada Aru tak terbatas. Jadi saat dia mendapatkan penolakan demi penolakan dari Elang (yang dia kira adalah Aru) gadis itu masih sangat telaten untuk tetap memberikan perhatian.Misalnya saja saat Elang kesulitan untuk makan, maka gadis itu bergegas menawarkan bantuan. Dengan lembut dia menggenggam tangan Elang, melakukan kontak mata secara syahdu. “Biar aku yang suapi ya, Mas?”Kerasnya hati Elang menangkal semua cinta itu. Dia menyentak Bela dengan tegas. “Tidak! Aku bisa sendiri!” Akan tetapi ketika dia mencoba menggerakkan tangannya untuk makan, perutnya seperti tersengat oleh berjuta kesakitan.Dia merintih, meringis, dan mengumpat. Matanya berair, di tengah kesedihan yang tidak terungkap. Dia ingin menafsirkan takdir hidupnya sebagai sebuah kesialan tanpa batas.&n
“Lepaskan tanganku!” Elang menyentak Bela dengan sangat tegas, akan tetapi apa pun yang dia katakan justru memberikan dampak yang berlawanan. Gadis itu justru akan bergelayut seperti anak kucing manja di depannya.Cerahnya aura Bela seolah memberikan radiasi yang cantik dan beragam, menerpa siapa pun yang melihatnya. Akan tetapi Elang terlalu buta soal itu.“Aku ini istrimu, Mas. Aku berhak menyentuhmu, berhak memelukmu,” kata Bela, merapikan pakaian Elang dengan telaten. Matanya yang bulat dan cantik memandangi lelaki itu, menyalurkan getaran cinta yang tertangkal. “Aku akan tetap mencintaimu.”Bibir Bela dimanyunkan, hendak mencium Elang agak paksa. Peraturan nomor satu telah diberikan oleh Viny bahwa para lelaki dingin harus didekati secara agak agresif. Jika para wanita tidak bergerak secara teratur dan sering, mungkin tidak akan ada perbedaan perasaan di hati para lelaki berjiwa dingin.“Apa yang ingin
Pura-pura tidur. Hanya itu satu-satunya yang bisa Elang lakukan saat ini. ‘Bukannya aku tidak berani menghadapi mereka,’ batinnya membela diri. ‘Akan tetapi aku tidak ingin penyamaran ini terbongkar,’ lanjutnya. Itu tidak benar. Elang terlalu lama memeluk cinta pada ibunya yang dia representasikan dalam bentuk kebencian. Ketika ibunya lebih memilih Aru di masa lalu, hatinya hancur lebur, bahkan hingga sekarang. Lalu ketika penolakan yang terjadi pada dirinya mencoreng rasa percaya diri di dalam hatinya, dia telah tumbuh dan bertahan hidup dengan caranya sendiri. Dia bersikeras menjadi seorang lelaki yang kuat dan tangguh. Dan salah satu caranya adalah memandang ibunya sendiri sebagai seorang penjahat. “Seorang penjahat harus dikalahkan! Maka dari itu aku akan menjadi lebih sukses dan lebih sehat dari Aru. Aku akan membuktikan bahwa keputusannya di masa lalu adalah sebuah kesalahan besar!” Dendam di hatinya berkembang layaknya rerimbunan