Di malam yang dingin itu, Catherine termenung seorang diri di dalam apartemennya di New York. Matanya sayu seperti tak ada harapan. Ia seperti seseorang yang tengah kehilangan arah dan kebingungan menghadapi situasi yang tengah menimpanya sekarang. Ponselnya masih menyala dan tergeletak di atas meja, menampilkan sebuah pesan aneh yang dalam seketika mengejutkan dirinya.
"Kamu membunuh adikmu sendiri, jalang!"
Adik … Adik … Adik.
"Adik?" Catherine menggelengkan kepalanya. "Dia bukan adikku."
"Dia bukanlah seseorang yang selama ini aku cari ... Aku tidak mungkin mempunyai adik seperti jalang itu!" gumamnya pada dirinya sendiri.
"Jikapun memang dialah orangnya, aku juga tidak bersalah! Aku tidak membunuhnya. Ya, aku tidak membunuhnya samabsekali. Aku bahkan tidak menyentuhnya!" Ia mengangguk membenarkan. "Ya. Aku memang tidak membunuhnya."
Ia lalu tertawa pelan. "Bagaimana bisa
Jonathan menyuapi Axel dengan sabar. Sebelumnya anak itu menolak untuk diberi makan sebelum mengetahui keadaan ibunya yang sampai sekarang tidak ada kabar. Namun setelah Jonathan berkata bahwa Hana baik-baik saja dan berjanji akan segera menemui Hana secepatnya, akhirnya Axel menurut dan mau memakan buburnya.Ya, setidaknya inilah yang bisa Jonathan lakukan untuk sekarang. Ia tidak bisa membiarkan anaknya kesakitan baik fisik maupun pikiran. Ia harus menghibur Axel sebisanya meski di lain sisi kepalanya sudah tak bisa berpikir lancar. Sebenarnya ia sudah geram dan ingin segera mencari Hana dan menghajar si pelaku. Tapi untuk sementara ia akan menahannya. Biarlah anak buah dan detektif pribadinya yang bekerja saat ini. Ia harus memberikan semangat kepada Axel agar anak itu tenang.Dan saat Jonathan akan menyuapkan suapan terakhir ke dalam mulut Axel, tiba-tiba...Brak!Jonathan dan Axel sontak menoleh ke
Jonathan memerhatikan Reinald yang tengah menatap kosong ke arah luar jendela pesawat pribadinya. Ya, mereka sedang melakukan perjalanan menuju Amerika.Jonathan tahu bahwa pria itu tengah memendam emosi terhadap Mark— pria yang Jonathan yakini ialah penculik Hana. Di lain sisi, ia pasti tengah memikirkan kondisi Hana yang tidak jelas kabarnya.Saat Jonathan akan mengalihkan pandangannya, tiba-tiba ia melihat dari samping setetes air mata Reinald terjatuh membasahi pipi pria itu."Reinald, kamu ...""Apa yang harus kulakukan?" Reinald mengusap wajahnya frustasi. "Adikku, Krystin ... apa yang harus kulakukan dengannya?"Jonathan menepuk pundak Reinald pelan, "Tenanglah, kita akan mendapatkan Hana kembali.""Kita tidak tahu apakah dia masih hidup!" seru Reinald. "Aku tidak akan sanggup meneruskan hidupku di dunia ini jika kita mendapatkannya kembali dengan kondisi tiada.""Reinald ...""Dia bahkan belum tahu keluarganya yan
Setelah proses pemakaman selesai, Jonathan segera pergi menemui Axel di kediaman Windy dan Dave. Jonathan tak setuju untuk memberitahu Axel tentang kematian Hana. Karena ia tahu anak itu pasti tidak akan siap. Ia masih terlalu kecil dan lemah untuk merasa kehilangan.Tapi dari pihak keluarga Hana tetap memaksa untuk memberitahu Axel tentang hal ini."Mungkin Axel tidak akan siap, tapi ia perlu tahu apa yang telah terjadi dengan ibunya. Tidak mungkin kita akan terus berbohong tentang kematian kak Hana kepada Axel. Anak itu pasti akan terus menanyakan keberadaan Kak Hana sementara ibunya itu telah meninggal," ucap Windy di hadapan Jonathan."Beri sedikit waktu, Windy. Axel tidak mungkin mendengar berita ini sekarang! Pikirkan kondisi dan juga mentalnya!"Windy menghela napas. "Aku tahu tindakan ini terlalu tergesa - gesa. Tapi Axel berhak tahu atas semua ini dan harus belajar untuk menerimanya. Aku akan memberitahunya pelan - pelan.""Windy kumohon .
Jonathan berdiri di hadapan jendela kaca yang menampakkan pemandangan gedung-gedung pencakar langit yang memenuhi kota.Tatapannya datar seolah terdapat luka dalam dirinya yang tak kunjung sembuh. Mungkin ia akan membawa lukanya itu hingga ia mati sekalipun. Tak ada yang dapat menyembuhkannya. Ia masih terbayang oleh rasa berdosa terhadap Hana. Seandainya ia bisa menukar takdir, ia akan memilih untuk menggantikan Hana yang meninggal. Tapi Tuhan ternyata tidak mengindahkannya.Hana pergi dengan segala kesakitannya. Ia tak sempat mencicipi kebahagiaannya. Satu hal yang Jonathan sesali adalah pertemuannya dengan Hana. Jika mereka tidak bertemu, mungkin Hana masih hidup sampai sekarang dan bahagia dengan keluarganya.Jonathan ingin menyalahkan takdir, bahkan ia ingin menyudahi hidup sialan ini. Tapi... Ia harus bertahan. Axel, anak itu satu-satunya alasan mengapa ia masih harus mempertahankan hidupnya. Jonathan ingin menebus dosanya dengan menjadi orang yang selalu
Mata sayu itu menatap ke sekelilingnya. Ia merasa terlahir kembali ke dunia. Tapi kenapa ia merasa ada sesuatu di dalam dirinya yang masih membekas? Rasanya begitu sakit. Tapi ia tak tahu mengapa dan apa penyebabnya.Ia tidak tahu siapa dirinya. Dari mana ia berasal? Dimana ia berada? Apa yang sedang terjadi padanya? Kenapa tubuhnya terasa tidak berdaya seperti ini? Kepalanya tidak bisa mengingat apa-apa."Hana? kamu sudah bangun? Ini aku … suamimu."Matanya mengedar ke arah sosok asing itu. Pria itu menatap cemas ke arahnya. Suami? Apa dia pernah menikah sebelumnya? Hatinya bergejolak ingin mengetahui jawabannya. Tapi otaknya tak bisa memberi respon. Ia tidak tahu apa-apa.Pria itu meraih tangannya dan mengelus punggung tangannya lembut. "Aku takut sekali ... Aku pikir kita tidak akan pernah bertemu."Tidak. Ada perasaan aneh yang menghantui kepalanya kala mendengar ucapan pria itu barusan. Kepalanya mendadak pusing. Air matanya perlahan me
"Ada apa, Papa?" tanya Axel kepada Jonathan yang menggantungkan kalimatnya.Jonathan terkesiap. Ia menatap Axel, "Papa hanya … tadi ..." Ia menoleh lagi ke arah wanita itu. Dia berlari menjauh dari mereka. Wanita itu seperti sedang ketakutan. Apakah yang ia lihat barusan adalah hantu? Atau ia sedang bermimpi? Wajahnya benar-benar mirip.Tidak, itu pasti bukan Hana. Jonathan menggelengkan kepalanya. Ia pikir itu hanya halunasinya saja karena terlalu sering memikirkan Hana. Hana yang ia kenal telah meninggal."Papa Jonathan?"Jonathan tersadar dari lamunannya."Ada apa? Kenapa papa Jonathan hanya diam? Ayo kita pergi dari sini. Axel ingin pulang.""Axel," cegah Jonathan karena hendak berkata, "Axel tunggu sebentar di sini ya. Papa akan kembali lagi dalam lima menit." Usai berkata demikian Jonathan langsung berlari secepat mungkin mengejar jejak wanita tadi. Ia sudah kepalang penasaran.Jonathan berlari sembari mengedarkan matanya
Jari-jari Jonathan meremas setir mobil dengan kuat. Ia tampak gelisah. Bayangan wanita yang melewatinya tadi sore benar - benar menghantui kepalanya. Mungkinkah Hana masih hidup? Lalu siapa wanita di peti yang ia tangisi itu? Ya, Tuhan … ini semua benar-benar gila!"Apa yang sedang papa Jonathan pikirkan?" tanya Axel di sampingnya.Jonathan menoleh, menatap anaknya itu. "Axel, apa kamu percaya dengan keajaiban?"Axel mengangkat alisnya, "Keajaiban?"Jonathan mengangguk."Hm. Axel percaya. Mama selalu mengatakan; tidak ada yang tidak mungkin selama Tuhan berkehendak," jawab anak itu polos.Jonathan terdiam beberapa saat. Lalu tiba-tiba ia berkata, "Apa Axel percaya jika mereka yang telah meninggal bisa hidup kembali?""Itu bisa saja, Papa.""Apa Axel percaya jika mama Hana telah meninggal?" tanya Jonathan lagi."Kenapa papa Jonathan tiba-tiba bertanya seperti itu?" sahut Axel penasaran.Jonathan menggeleng,
Semua mata tertuju pada wanita yang tengah melangkah masuk ke dalam gedung itu.Mata elangnya menatap lurus ke depan. Dengan langkah kaki yang tegas, ia tampak akan memakan semua orang yang menatap ke arahnya. Ia tampak tidak asing, tapi ekspresi dan penampilannya yang modis membuatnya tampak berbeda kali ini.Semua karyawan sangat terkejut dengan apa yang mereka lihat sekarang ini. Pimpinan mereka, Florentina Hana, yang selama ini diketahui telah menghilang dan dikabarkan meninggal tanpa sebab, ternyata masih hidup.Media menjadi heboh dengan kemunculan CEO Deloxa itu. Sebagian dari orang-orang yang berada di dalam gedung itu tampak takut, ada pula yang heboh dan segera mengabadikan momen itu lalu mengunggahnya ke sosial media.Hana melewati kerumunan manusia yang sedang memotret dirinya itu. Tatapan tajam ia lemparkan pada mereka. "Apa kalian ingin dipecat?" Para karyawan langsung berhenti mengambil gambar dan tampak menundukkan kepala."Saya aka