Share

Kepedulian mbok Minah

Air mataku luruh membasahi pipiku.

Tanpa aku sadari ternyata Mbok Minah sudah berdiri di depan pintu kamar.

"Nyonya... Boleh Mbok masuk?"

Aku hanya mengangguk. Mbok Minah langsung memeluk ku.

"Nyonya silahkan peluk Mbok jika nyonya butuh seseorang untuk mengurangi beban Nyonya." 

Aku langsung memeluk Mbok Minah dengan erat. Tangisku pecah. Aku menangis sejadi-jadinya.

"Nyonya... Mbok tidak tahu sebenarnya apa yang terjadi. Tapi Mbok bisa merasakan bagaimana rasanya kesedihan Nyonya saat ini."

Setelah aku menumpahkan semuanya hatiku mulai terasa lega. Mbok Minah memberi ku segelas air.

"Nyonya... Yakinlah setiap ujian pasti ada hikmahnya. Mbok yakin suatu saat nyonya akan bahagia lahir dan batin."

"Terima kasih ya Mbok."

Hari-hariku habiskan bersama Mbok Minah. Aku belajar mengaji dan memperdalam ilmu agama. Mbok Minah memanggil seorang ustadzah untuk mengajariku. 

Waktu berjalan begitu cepat, tidak terasa sudah satu bulan ini mas Ikhsan tidak pulang kerumahku.

Mas Ikhsan juga tidak pernah menghubungiku sama sekali, akan tetapi saldo di rekeningku bertambah. 

Mungkin, Mbak Laras masih marah sehingga Mas Ikhsan saat ini masih sibuk membujuknya, sehingga belum sempat mengabariku.

Aku selalu berusaha berpikir positif kepada mereka berdua. Karena aku tahu pasti sangat berat bagi Mbak Laras untuk menerima kehadiranku.

Sore itu ketika aku sedang duduk di teras rumah bersama Mbok Minah. Tiba-tiba terlihat ada sebuah mobil yang membunyikan klakson.

Mbok Minah langsung bangkit dan bergegas membuka pagar. Setelah mobil masuk kehalaman dan terparkir.

Turunlah dua insan manusia yang aku kenal yaitu Mas Ikhsan dan Mbak Laras.

Wajah Mbak Laras terlihat sangat berseri. Mereka tampak sangat bahagia.

"Airin. Mulai sekarang waktumu bersama mas Ikhsan hanya satu hari. Ingat satu hari tidak boleh lebih dan tidak boleh protes!"

"I-iya Mbak."

"Jadilah adik madu yang penurut dan sadar diri. Kalau bukan karena aku, Kamu pasti masih menjadi wanita penghibur!"

Aku terdiam mendengar ucapan Mbak Laras. Dadaku bergemuruh. Ingin sekali aku menjawab ucapan Mbak Laras. Namun semua aku tahan. 

"Mas... Cepat berikan oleh-oleh yang sudah kita beli untuk Airin. Setelah itu kita pulang!"

Mas Ikhsan memberiku beberapa paper bag. Pandangan mas Ikhsan menyiratkan rasa rindu disana.

Mas Ikhsan tak banyak bicara. Setelah memberikan paper bag itu mereka langsung pergi.

Setelah kepergian mereka. Mbok Minah menggenggam tanganku.

"Yang sabar ya nyonya."

Aku hanya mengangguk sambil mengusap air mataku.

💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜💜

Pagi sekitar pukul delapan, aku di kejutkan dengan kedatangan mas Ikhsan.

"Dek... Mas kangen."

Mas Ikhsan langsung memeluk ku dengan sangat erat. 

"Mas, malu di lihat Mbok." Tegurku karena memang ada Mbok Minah sedang berdiri di pintu.

Mas Ikhsan langsung menarikku untuk naik kelantai atas.

Setelah di dalam kamar. Mas Ikhsan melampiaskan rasa rindunya  menghujani ku dengan ciuman.

Jujur hatiku sedikit senang dengan apa yang mas Ikhsan lakukan.

Setelah selesai melepaskan rasa rindunya. Mas Ikhsan lalu langsung mandi setelah itu berpakaian kembali.

"Mas, berangkat ke kantor dulu. Mulai hari ini setiap pagi Mas pasti akan mampir. Jadi usahakan setiap pagi sudah harus siap untuk melayani ku."

Aku hanya mengangguk. Hati yang tadinya mulai terasa bahagia kini hancur kembali.

Tadinya aku berpikir jika Mas Ikhsan benar-benar rindu akan diriku. Tapi ternyata Mas Ikhsan hanya rindu dengan pelayanan ku.

Karena waktu sudah mepet, akhirnya mas Ikhsan berangkat ke kantor.

Sudah dua minggu kami selalu kucing-kucingan dari Mbak Laras.

Dan hari itu, hari dimana Mas Ikhsan menghabiskan waktu bersamaku.

Aku sedang tidak enak badan, badanku terasa lesu, kepala terasa sakit. Karena takut terjadi sesuatu Mas Ikhsan membawaku ke dokter.

Dan setelah dari Dokter.

"Dek... Akhirnya kamu hamil juga." Ucapnya sambil mencium keningku. Tubuhku di peluk sangat erat, terlihat rona bahagia di wajahnya.

Sedangkan aku sendiri bingung dengan perasaanku, disatu sisi aku bahagia namun disisi lain aku sedih.

Ketika di dalam mobil, mas Ikhsan langsung menghubungi Mbak Laras.

"Sayang... Selamat ya sebentar lagi kamu akan menjadi seorang Ibu."

"Kamu mau minta hadiah apa?"

Aku mengernyitkan dahi mendengar penuturan Mas Ikhsan kepada Mbak Laras.

Setelah selesai bicara dengan Mbak Laras. Aku beranikan diri untuk protes.

"Mas! Apa maksudmu mengatakan itu kepada Mbak Laras?"

"Kamu kan sedang hamil Dek. Jadi sebentar lagi Laras akan menjadi Ibu."

"Yang hamil aku lalu kenapa Mbak Laras yang menjadi Ibu?"

"Dari awal aku sudah mengatakan kepada mu. Jika istri ku tidak bisa hamil makanya dia menyuruh ku untuk menikahi mu agar kami bisa memiliki keturunan."

"Maksud Mas. Anakku nanti akan di rawat Mbak Laras?"

"Oh... Tidak! Tetap kamu yang mengurusnya tapi Laras Ibunya."

"Jadi aku dianggap sebagai apa mas!"

"Pengasuh!"

"Tidak bisa begitu Mas! Aku yang hamil jadi ini adalah anakku jika Mbak Laras mau membantu ku untuk merawat anak ini aku gak masalah."

"Airin! Sudah cukup! Jangan melewati batasanmu!"

"Aku tidak melewati batasan mas! Aku yang berhak atas anak ini. Jika Mbak Laras mau anak ini maka harus di rawat bersama. Aku tidak mau jika aku hanya dijadikan baby sitter anakku sedangkan Mbak Laras menyandang status Ibu!.

"Airin! Dari awal aku sudah memberitahumu. Jika aku ini hanya butuh anak tidak butuh istri lagi!"

"Jika mas hanya butuh anak! Lalu untuk apa kita menikah!"

"Aku menikahimu agar anak yang kamu lahirkan itu bukan anak haram! Ingat cinta ku hanya untuk Laras!"

"Mas! Aku tidak pernah menuntut apapun darimu! Aku juga sadar diri. Tapi masalah anak ini kamu tidak bicara jujur dari awal. Kamu hanya mengatakan jika istrimu menyuruh menikahiku agar kamu bisa memiliki keturunan."

"Nah! Coba kamu pikir baik-baik dengan apa yang aku katakan itu. Bukankah semua sudah jelas diawal."

"Jelas bagaimana? Kamu hanya ingin memiliki anak dan kamu tidak ngomong jika anakku nanti akan menjadi anak kalian berdua!"

"Seharusnya kamu itu mengerti Airin! Laras sudah cukup menekan rasa sakit hati dan cemburunya ketika aku menikahimu."

"Apa mas pikir aku tidak menekan rasa sakit hati!"

"Jangan bilang kalau kamu sudah mulai jatuh cinta kepadaku!"

"Mas! Aku ini manusia biasa, yang memiliki hati dan perasaan."

"Itu resiko kamu. Dari awal aku sudah mengatakan pada mu bahwa cinta ku hanya untuk Laras. Aku hanya menitipkan benihku untuk kau kandung. Bahkan imbalan yang aku berikan pun setimpal dengan permintaan aku."

"Mas jika harta cukup bagimu,  lalu untuk apa kamu menyimpan benih di rahim ku? Bukankah harta sudah bisa membuat kalian bahagia?"

"Sudahlah Airin! Kamu jangan membuat aku menjadi seorang penjahat. Kamu cukup menjaga kesehatanmu agar anakku lahir dengan sehat."

Aku hanya bisa menangis. Percuma saja berdebat dengan mas Ikhsan. Karena aku pasti akan kalah. Bagi mas Ikhsan kebahagiaan Mbak Laras lah yang terpenting.

Setelah sampai rumah, aku langsung masuk kedalam kamar. Tak aku hiraukan lagi mas Ikhsan yang memanggil namaku.

Mas Ikhsan menyusulku kedalam kamar.

"Dek... Maafkan Mas ya... Jaga baik-baik anakku... " ucapnya dengan lembut sambil mengusap perutku.

Aku tidak tahu kenapa mas Ikhsan sangat mudah marah jika menyinggung Mbak Laras. Tapi setelah itu nanti akan kembali lembut.

Sebelum pergi mas Ikhsan menelpon seseorang. Setelah kepergian Mas Ikhsan datanglah seorang laki-laki bertubuh tinggi, berkulit sawo matang.

"Maaf, Bapak siapa?"

"Saya, Bagas, saya di tugaskan oleh Nyonya Laras untuk menjaga Nyonya Airin."

Mataku membulat sempurna mendengar penuturan Bagas.

"Menjaga? Maksudnya kamu akan mengawasiku?"

"Maaf Nyonya. Saya harus memastikan keselamatan Nyonya."

"Memangnya aku harus dijaga dari apa? Siapa yang akan menyakitiku!"

"Maaf Nyonya. Itu bukan kapasitas saya untuk menjawab. Silahkan bertanya kepada tuan Ikhsan dan Nyonya Laras."

Aku lalu menyuruh Bagas untuk masuk kedalam rumah. Setelah itu aku langsung menghubungi Mbak Laras.

"Hallo."

"Eh... Airin. Bagas sudah sampai?"

"Sudah. Mbak untuk apa ada penjaga?"

"Kamu pikir aku dan mas Ikhsan bodoh! Kami tidak mau lengah sehingga kamu bisa kabur kapan saja jika tidak ada yang mengawasimu."

"Mbak! Aku ini bukan tahanan!"

"Hahahaha... Kamu itu tahanan bagi kami! Karena kamu sedang mengandung benih dari penerus kami."

"Apa Mbak pikir dengan melakukan semua ini bisa membuatku dengan mudah menyerahkan anak ini!"

"Airin! Kamu jangan main-main dengan ku!"

"Aku tidak takut dengan ancaman Mbak! Aku yang lebih berhak atas anak ini."

Aku lalu mematikan sambungan telepon. Dan setelah itu aku langsung masuk kedalam kamar dan menguncinya.

Tak berselang lama ponselku berbunyi kembali, aku lihat mas Ikhsan yang menghubungiku.

"Dek... Jangan pancing Laras marah. Kamu diam dan menurut saja apa yang Laras inginkan."

"Aku bukan boneka yang bisa kalian atur seenaknya!"

"Dek. Ayolah jangan keras kepala begini."

"Dimata hati nuranimu sebagai seorang suami Mas!"

"Dek... Jangan buat mas jadi muak dengan tingkahmu!"

Mas Ikhsan langsung menutup panggilan telepon secara sepihak.

Kenapa selalu aku yang harus dituntut mengerti dan mengalah? Apakah aku tidak berhak untuk meminta keadilan? 

Aku akan berusaha pergi dari rumah ini. To uang di tabungan ku sudah cukup banyak untukku pakai biaya persalinan nanti dan membuka usaha kecil-kecilan.

Aku tidak rela jika harus kehilangan anakku.

Aku akan berusaha sekuat mungkin untuk mempertahankan anakku.

Ketika aku sedang sibuk dengan pikiran ku. Tiba-tiba Mbok Minah memanggilku.

"Nya... Boleh Mbok masuk?"

"Sebentar Mbok." Jawabku sambil mengusap air mataku.

Aku berjalan sedikit gontai ke arah pintu.

Setelah pintu terbuka, Mbok Minah langsung masuk kedalam kamar.

"Nya... Bagaimana keadaan Nyonya? Apa nyonya baik-baik saja?" Ucapnya dengan wajah cemas

"Iya... Mbok. Aku baik-baik saja."

"Nya... Maaf jika Mbok terkesan tidak sopan. Lebih baik secepatnya nyonya meninggalkan tempat ini. Nyonya berhak bahagia."

Aku terkejut mendengar ucapan Mbok Minah.

"Nya... Mbok tahu jika nyonya Laras itu egois. Mbok sangat hafal mati dengan sikap dan perilakunya."

"Mbok kok bisa tahu?"

"Mbok sudah bekerja di tempat tuan Ikhsan dari tuan Ikhsan remaja. Tuan Ikhsan itu sebenarnya orangnya baik dan lemah lembut, tapi setelah menikah dengan nyonya Laras. Tuan jadi berubah, semua apa yang diucapkan nyonya Laras selalu dituruti, bahkan sampai Ibu  tuan meninggal pun. Tuan Ikhsan tidak datang karena di larang oleh Nyonya Laras."

Aku semakin terkejut mendengar penuturan Mbok Minah. Apa sebesar itu pengaruh Mbak Laras? Sampai mas Ikhsan benar-benar tunduk kepadanya.

Sepertinya aku harus merencanakan dengan matang kepergianku ini. Agar mereka tidak bisa lagi menemukanku.

Rumah tanggaku dengan mas Ikhsan bukanlah sebenar-benarnya rumah tangga. Jadi untuk apa mempertahankannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status